2 ' 1

1.1K 200 19
                                    

Gara-gara tokek

ALUNA

"Udah mendingan sayang?" Tanya Raka panik.

Gimana nggak panik wong dari tadi sepulang ngampus aku terus muntah-muntah nggak jelas, sampe-sampe nggak ada lagi yang bisa aku keluarkan dari perutku.

Raka sudah membuatkan teh panas dan itu nggak mempan.

"Mual." Keluhku sambil memegangi perutku.

"Sabar sayang, nanti habis magrib kita ke Apotek atau Dokter yah..." Ucap Raka menenangkan.

"Mas,

Aku menatap wajah Raka sedikit sendu karena sakit.

"Apa Luna hamil yah?" Tanyaku agak ragu.

Setelah sebulan lalu 'gitu' bisa aja kan Luna hamil?

"Bisa aja sih." Kata Raka.

"Mau sekarang ke Apoteknya?" Tanya Raka

Aku menggeleng. Ini sudah terlalu senja beberapa menit lagi adzan magrib.

"Kalau hamil gimana?" Tanya Raka hati-hati

Aku tersenyum. "Aku nggak sabar juga buat jadi seorang ibu." Jawabku.

Tiba-tiba suasana hatiku berubah, aku meraih tangan Raka untuk menyentuh perutku.

"Dedek bayi." Ucapku lalu tertawa terbahak-bahak sebelum akhirnya mual menyelimuti perutku.

Dengan jurus angin kita melesat membelah jalanan Bandung yang sedikit macet, maklum ini hari Senin banyak orang yang baru pulang dari bekerja.

Kulihat wajah Raka tersenyum ketika memasuki pintu Apotek, dengan menggenggam tanganku bak Ratu Raka menuntunku masuk.

"Dok, Istri saya muntah dan mual sejak siang tadi."

Raka menjelaskan ketika Dokter menanyakan apa keluhanku.

Dokter itu mengerti raut wajah bahagia Raka, lalu tersenyum

"Kita lihat dulu yah..." Ucap sang Dokter lalu memeriksa diriku.

"Sayang sekali, harapan kalian seperti nya tidak tepat." Ucap Dokter dengan muka sedikit sendu

Aku menatap Raka, begitu juga Raka.

"Ibu Aluna mengalami Magh yang menjalar ke Asam Lambung, kemungkinan Ibu belum makan atau makannya tidak teratur." Tutur sang Dokter.

Aku menatap wajah Raka, perlahan senyuman itu hilang. Menatapku sedikit iba dan mengenggam tanganku bawah meja.

Dokter menepuk bahu Raka pelan, ikut merasakan keprihatinan atas kandasnya harapan kami berdua.

"Minum obatnya yah dan jangan sampai telat makan lagi." Kata Dokter sambil melempar senyum

Kami ikut tersenyum hanya mengangguk dan mengatakan terimakasih.

"Emm-

Dokter itu menatap Raka sedikit aneh. Lalu menepuk bahunya sekali lagi. "Pasti ada masanya, Ikhtiar dan berdoa sama Allah yah."

Sesampainya di rumah Raka menyuapi-ku Nasi goreng pinggir jalan, aromanya wangi tapi begitu masuk ke mulutku rasa mual itu kembali lagi, aku buru-buru ke kamar mandi dan memuntahkan Nasi goreng yang bahkan belum sempat masuk ke dalam perutku

Aneh, sedikit kesel juga sih.
Padahal urusan menahan lapar aku tidak separah itu, aku cuma dari semalam nggak makan gara-gara kalau makan keinget habis bedah Tokek.

Hei, tunggu dulu.

Aku buru-buru menuju Raka dengan gemas. Lalu menatapnya sedikit bersalah.

"Raka, kayaknya Luna mual gara-gara Luna jijik keinget-inget habis bedah Tokek kemaren." Tuturku.

Raka menatapku sedikit terkejut, lalu menepuk keningnya dan mengusap-usap rambutnya kasar.

"Ya Allah, Luna..." Cicitnya sedikit tertahan.

"Ya maaf, aku baru inget awal kenapa aku mual." Kataku sambil nyengir kuda.

Dia mengusap rambutku lembut, lalu tersenyum dan sedikit mencium keningku cepat.

"Hayuk." Kata Raka lalu berdiri

"Hayuk kemana?" Tanyaku sedikit bingung

"Hayuk kita Ikhtiar sampe pagi." Ucapnya dengan tatapan nakal.

Aku mengeratkan pandanganku, lalu berdiri dan mendorong tubuhnya.

"Dasar nakal!" Kataku sedikit membentak, lalu kabur dari hadapan Raka.

"Nakal dari mana coba." Raka lari kecil mengejarku ke kamar.

Dan kali ini aku pastikan mualku bukan gara-gara Tokek lagi!

Mengeja RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang