Mari membuat angan
ALUNA"Mommy, apa dedek bayi seneng di bawa jalan-jalan." Tanya seorang anak perempuan sambil mengelus perut buncit Ibunya.
"Yes, sayang."
Detik itu juga, Aku tanpa sadar mengelus perut rataku. Tidak ada siapa-siapa didalam sana-
Mataku terus berarah pada sepasang Ibu dan anak perempuannya yang lincah, jika di lihat dari tingkah dan postur tubuhnya, bisa di prediksi jika umur anak perempuan itu berkisar 2-3 tahun.
Aku sudah coba banyak hal, minum Teh Bunga Telang, minum Blackmores, makan-makanan sehat, olahraga, apapun itu aku lakukan berharap di dalam sana- seseorang telah ditiupkan ruh. Tapi nihil. Mungkin, aku belum pantas menjadi seorang Ibu. Yah, mungkin saja.
"Pasti ada waktunya." Aku menatap kesamping, suara itu dari Raka yang tiba-tiba datang dan langsung berbisik ke telingaku.
Aku tersenyum, lalu menyuruhnya duduk di halaman Masjid Agung Bandung.
"Luna perlu bahagia, Allah sayang sama Luna, biar Luna fokus dulu sama Kuliah, biar Luna lulus dulu, biar Luna S2 dulu, barang kali." Ucap Raka pelan. Tangannya meremas-remas punggung tanganku.
Aku tersenyum, "Bisa aja gitu."
"Sebentar lagi kita bakal sidang Judul, lebih baik Luna belajar dan mikirin itu yah, jangan setres, jangan murung. Buat diri Luna bahagia dengan apa yang Luna miliki, bukan menunggu sesuatu yang mungkin masih sangat lama kita dapetin."
"Lulus ini, Luna sudah berfikir mau kuliah dimana?" tanya Raka sambil menoleh kearahku.
Aku menggeleng, lalu mengangguk. Itu sukses membuat raut wajah keheranan Raka.
"Pengen S2 ke Jerman." Ucapku pelan.
"Kenapa Jerman?"
Dan aku hanya bisa menggeleng bingung, masa aku bakal bilang karena aku pengen aja pergi ke Jerman, kan nggak mungkin!
Raka nampak mengerutkan dahinya, kemudian mengelus kepalaku pelan sekali. "Ya nggak papa, sih. Jadi mulai sekarang, Luna harus banyak belajar buat Tes disana, belajar Bahasa sana. Bisa tanya-tanya Sela dan Indra, nanti disana bisa jadiin mereka Tour guide nya kita." Ucap Raka sambil ketawa renyah.
Raka membuka ponselnya, lalu menuju pencarian.
"Ngapain?" Tanyaku dengan mata yang masih tertuju di layar hp miliknya.
"Nyari tempat Les Bahasa Jerman dong."
Aku detik itu menatap Raka tidak percaya. Seyakin itu? Wong aku aja asal nyebut dan nggak bener-bener tahu.
"Aluna sudah berusaha keras memikirkan tentang Jerman di tengah-tengah banyaknya hal yang buat Luna stres." Katanya, "Sayang, Mas yakin dengan pilihan Luna." Sambungnya sambil tersenyum bak bulan sabit.
"Jadi, Luna juga harus yakin dengan apa yang Aluna pilih."
Aku tersenyum, seakan memiliki energi baru di tubuhku, seakan ada rasa mendebar-debar di dadaku. Seakan semangat Raka mengalir didarahku.
***
Tidak banyak hal yang aku lakukan selama 3 bulan terakhir ini. Paginya Bimbingan, siangnya Les Bahasa Jerman tingkat dasar. Dan malemnya ngerjain Skripsi. Kadang-kadang sih, Raka yang kerjain.
Waktuku cuma habis untuk duduk, merenung dan mendengarkan ceramah Dosen. Nggak banyak waktu untuk sekedar ngobrol bareng Adis ataupun Saras. Raka juga sama, meski Ali sering ngajak nongkrong, Raka selalu menolaknya dengan halus.
Raka bilang "Aluna itu prioritas mas. Mas nggak mau sampai kamu bisa lulus tapi mas nggak lulus. Kita harus sama-sama lulus tahun ini." Kata Raka semalam.
Jika teringat Aluna Ratu Az-Zahra beberapa tahun lalu, rasanya sangat nggak mungkin seorang Luna bisa jadi penurut, apalagi sama orang yang dulunya sering ngehukum aku di sekolah. Orang yang dulunya tengil, nakal dan suka meluk-meluk boneka.
Allah punya banyak rencana yang hambanya nggak tahu. Allah selalu kabarin rencana itu di waktu yang tepat. Pasti kan!
Aku menciumi mata Raka yang terpejam, lalu pipinya dan terakhir bibir mengkerutnya.
Tidurnya terusik, lalu mengangkat kepalanya.
"Sayang." Ucapnya serak-serak seksi.
Matanya berkedip-kedip. "Kenapa nggak pake baju." Katanya masih dengan suara yang sama.
Aku menatapnya horor, "Heh asal!" Bentakku, lalu kujitak aja kepalanya.
"Aduh!" Raka meringis sambil mengelus-elus kepalanya.
"Sakit tahu." Omelnya lalu berdiri dari kursi, iya. Raka yang ganteng ini tidurnya di kursi.
"Kamu sih, bilang aku nggak pake baju. Mana ada!" Ucapku sedikit kesal.
"Ih, beneran lho, tadi tuh aku lihatnya Luna nggak pake baju."
"Bohong banget!"
Dia tertawa pelan." Yaudah deh kalau gitu, bisa dong buka bajunya buat aku." Celetuk Raka tanpa berdosa.
"HEH! MESUM BANGET!"
Hi... Wolkambek dengan Bintang Selatan. Gara-gara nyusun Skripsi cerita ini terbengkalai. Baru bisa nulis pagi ini. Maafkeun yups.
Kalau ada yang lupa ini cerita apa, coba baca ulang. Karena terlalu lama ndak update pasti banyak yang lupa kan wkwkw 😂 aku aja lupa kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengeja Rasa
General Fiction16+ Bahwa sumber segala kisah adalah kasih Bahwa ingin berasal dari angan Bahwa ibu tak pernah kehilangan iba Bahwa segala yang baik akan terbiak Bahwa orang ramah tidak mudah marah Bahwa seorang bintang harus tahan banting Bahwa untuk menjadi gagah...