Dissapointed

3.7K 275 20
                                    

Alice tercengang ketika melihat pantulannya yang berada di cermin. Selama ia didandan, Sania memang sengaja menutupi matanya dengan kain hitam. Membuat Alice penasaran, eksperimen apa yang Sania lakukan pada mukanya itu.

"Tadaaaa~ cantik kaaan? Cantik doong," ujar Sania bangga melihat Alice yang terbengong-bengong melihat wajahnya yang berubah 180 derajat.

Gak ada Alice yang menggunakan kacamata nerd. Gak ada Alice yang menggunakan baju sederhana. Yang ada Alice yang super glamour.

Wajahnya yang cantik dipolesi bedak tipis, bibirnya di olesi lipgloss strawberry dan kacamata yang biasa ia gunakan ditukar dengan softlens berwarna coklat tua, rambut.lurusnya diganti ikal tepat dibagian bawah.Dress selutut berwarna merah dan higheels merah dengan tinggi 3 cm menambah kecantikan alami yang sudah Alice miliki.

Alice terbengong-bengong dan menampar wajahnya refleks, "Ini gue? Ini gueeeee?"

Sania mencubit pipi Alice, "Iyaaa itu lo. Alicia Quennia! Calon pacarnya Alex Radja! Kapten basket SMA Pelita Elite!"

Tanpa dipungkiri, wajah Alice merona merah.

Sania yang menyadari bersemunya pipi Alice hanya bisa terkekeh. Sania tau Alice masih kaget dengan hasil dandanannya itu. Tanpa ba-bi-bu Sania menarik tangan Alice dan mengambil properti-properti untuk kejutan Alex.

"Yuk kebawah!" ajak Sania.

"Bentar dulu!" Cegah Alice. Ia pun mengambil jaket Alex yang berada di lemarinya dan menarik tangan Sania.

"Yuk!"

..::..

Alice memeluk tubuhnya sendiri. Sekarang keduanya - Alice dan Sania- sudah duduk di taman dekat rumahnya. Taman dimana Alice dan Alex jalan-jalan pertama kalinya. Angin malam yang dingin seakan menusuk tulang keduanya, terutama Alice yang hanya memakai dress selutut.

"Eh, Lice. Gue pulang duluan ya, nanti Vino mencak-mencak lagi kalau gue pulang telat," Ujar Sania, ia pun menepuk pundak Alice.

Alice meniup telapak tangannya yang terasa dingin, kemudian mengusap-usap agar tangannya terasa hangat. "Duh, berasa suami istri aja lo berdua,"

Sania hanya terkekeh dan membisikkan sesuatu ke telinga Alice, "Duh, semoga asik ya malam......"

Alice melotot dan menabok lengan Sania keras sebelum Sania melanjutkan perkataannya, karena ia tahu apa yang mau dibicarakan sahabatnya itu. Sesuatu yang... Ew. Tetapi tak urung membuat pipinya merona merah. Sania hanya mengusap pelan lengannya dan tertawa keras.

Alice cemberut dan mengibaskan tangannya dengan muka sok angkuh. Mengusir Sania.

Sania mencibir dan berkacak pinggang, "Awas lo ya minta bantuan gua lagi!"

"Sabodo!"

Sania pun menghilang dengan motornya. Kini, tinggal ia sendiri. Rasa takut mendominasi perasaannya saat ini. Ia melirik kanan-kiri dan sekelilingnya hanya gelap.

Alice mengecek jam tangannya dan terpampang jam 19.00. Alice menarik nafas pelan-pelan lalu mengeluarkannya pelan-pelan.

Yang hanya bisa ia lakukan adalah, berdoa semoga Alex cepat datang.

.

.

--

.

.

Alex menghela nafas ketika melihat jam pada handphonennya. Jam 19.30. Setelah ia mengiyakan permintaan Hanny, Hanny menunggunya hingga selesai basket. Tanpa sedikitpun renggangan pengawasan. Seakan Hanny takut Alex bisa kabur darinya.

I see your eyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang