"Pagi Bun,"
"Pagi Tan,"
Sahut kedua orang itu bersamaan dari arah yang berlawanan. Alice yang menyapa bundanya di tangga dan Hanny yang menyapa bundanya Alice alias tantenya dari depan kamarnya yang berada dibawah.
"Pagii sayang-sayangku, Ohiya Lice, Aline mana? Panggil sini, kita sarapan." Ujar Linaㅡ bunda Aliceㅡ. Lina menunangkan susu putih kedalam gelas.
Hanny menatap Alice datar dan berjalan menuju meja makan. Alice yang ditatap seperti itu hanya tersenyum tipis dan meneguk susu putihnya.
Alice berdeham, "Itu Bun, Aline kan nginep dirumah temennya. Ya jadi, kami berdua aja dirumah."
Hanny mengoles rotinya dengan selai, "Om masih dinas diluar negeri?"
Lina tersenyum tipis, "Iyalah, dia masih kerja. Sok sibuk, haha."
Alice melirik Hanny yang tengah meneguk susunya, kemudian ia menghela nafas pelan. Diambilnya selembar roti dan diolesi dengan selai coklat. Sesekali ia melirik wajah Hanny yang tidak se-ekspresif seperti biasanya.
Semuanya karenanya. Kalau saja ia tidak dekat dengan Alex... Kalau saja ia tidak jatuh cinta kepadanya.
"Bentar, bentar. Bunda perhatiin kedua mata kalian membengkak. Kenapa?" Tanya Lina. Membuat keduanya tersedak dan segera meminum susunya hingga tandas.
Alice tergagap. Sorot mata Lina yang minta penjelasan membuat ia gugup. Alice melirik dari ekor matanya, Hanny sama sepertinya.. Sama-sama sibuk dengan aktivitasnya.
"Tan, aku berangkat dulu. Cepet Lice, nanti kita telat loh." Ucap Hanny terburu-buru. Ia menyalami Lina dan mengecek jamnya.
Alice berdiri lesu dan menyalami Lina, "Iya bun. Kami berangkat dulu ya, daah bunda."
Setelah Hanny berjalan beberapa meter didepannya, Lina segera menarik tangan Alice. Sontak, Alice segera memutarkan badannya.
Alice menaikkan kedua alisnya, "Kenapa bun?"
Lina memicingkan matanya. Mempertajam penglihatannya untuk melihat mata Alice yang sedikit membengkak. "Matamu kenapa? Mata Hanny kenapa? Kalian nangis? Kenapa?"
Alice tergagap kembali, "Aku gak nangis, biasa, Insomnia kambuh lagi Bun. Kalau Hanny aku kurang tau."
Dan tiba-tiba ia sangat merasa beruntung mengalami insomnia disaat keadaan genting seperti ini.
Lina menghela nafas kasar, diusapnya rambut Alice lembut. "Kamu itu anak bunda. Bunda tahu kamu bohong atau engga, Lice."
Alice menggigit bibirnya. "Aku gak bohong."
"Tell your problem,"
Alice menatap ibunya penuh keyakinan. Aku gak apa-apa. Begitulah kira-kira tatapannya. Lina hanya bisa menghela nafas pasrah, kemudian ia mengusap rambut Alice.
"Hati-hati dijalan nak,"
..::..
Hening. Semuanya terasa hening ketika mereka satu mobil tapi hanya suara radio yang terdengar. Keduanya membuang muka. Berpura-pura melihat awan-awan putih yang terlihat bergerak dilangit, berpura-pura tak ada masalah diantara keduanya, bahkan terlihat pura-pura tak kenal.
Alice melirik Hanny yang sama sepertinya, berpura-pura melihat awan yang bergerak-gerak tanpa melihatnya barang sedikitpun. Ia hanya bisa menggigit bibirnya, bahkan suasana yang mereka ciptakan menjadi sedingin es.
Hanya karena dia.
"Pak Dodo, aku disini aja berhentinya." Ujar Hanny sambil menepuk pundak supirnya. Alice tersentak. Ternyata sedari tadi ia hanya melamun memikirkan masalahnya dengan Hanny yang menumpuk, tanpa ia sadari bahwa ia sudah sampai beberapa meter didepan gerbang sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I see your eyes
JugendliteraturIa sangat mencintai gadisnya. mencintai gerak-gerik gadisnya. Mencintai kebiasaan gadisnya. Mencintai cengiran dan cemberutan dibibir gadisnya. Tapi ada hal yang membuat ia semakin mencintainya, Menatap matanya. copyright © 2014 by Salsabilaayus