Panik

810 103 11
                                    

Mendadak Jadi Istri

Ch. 10 - Panik

...

Jaemin pulang sekitar jam sepeluh lewat. Dia kelihatan lelah sekali sehingga aku membantunya membawa tas dan bungkusan yang kutebak adalah chocochips dari teman kerjanya.

"Ganti baju dulu sana. Aku siapin nasimu", ujarku yang masuk ke area dapur.

Sekitar lima menit lebih aku menunggu Jaemin di kursi meja makan, tapi dia tidak kunjung kemari. Mau saja aku beranjak, Jaemin muncul dengan wajah pucat. Rambutnya juga acak-acakan.

"Kok lama?", tanyaku sembari duduk kembali.

Jaemin duduk di kursi sebelah. "Kayaknya aku ga enak badan. Tadi abis buang air besar dan ternyata diare"

"Hah, kamu sakit?", sekejab suaraku meninggi.

"Mungkin kecapekan atau masuk angin", Jaemin masih berlagak dia baik-baik saja.

Aku berdiri. "Aku buatkan teh ya. Makan aja duluan", kataku dan kembali ke counter dapur.

Kuperhatikan, Jaemin makan dengan sangat pelan. Tadi pas ditelepon, dia paling semangat ingin makan ayam, tapi saat makan, dia ogah-ogahan untuk memasukkan ke dalam mulutnya. Dari wajahnya juga dia seperti menahan mual.

"Udahan aja kalo ga kuat", seruku yang kasihan melihatnya berjuang menghabiskan makanannya.

"Tapi ini ayam yang dibeli Renjun"

Aku menepuk dahiku pelan. "Lain kali aku belikan lagi", kataku gemas. Aku sedikit tidak sabaran dengan orang yang makannya lelet. "Sekarang minum obatnya terus tidur", perintahku yang seperti Mama sewaktu merawatku kalau sedang sakit.

Kali ini Jaemin tidak banyak bicara dan langsung menuruti semua perkataanku. Setelah selesai meminum obatnya, aku mengantarkannya masuk ke dalam kamarnya. Aku juga menyiapkan segelas air hangat dan menaruhnya di meja sebelah kasur Jaemin.

"Panggil aku kalo butuh apa-apa", pesanku sebelum keluar dari kamarnya dan Jaemin mengangguk.

Aku mengganti lampu kamar dengan lampu tidur lalu menutup pintu secara perlahan. Aku berdiri sebentar dan berdoa semoga Jaemin segera sembuh. Dalam kesunyian, aku membereskan meja makan dan mencuci piring. Sebelum masuk ke kamar, aku menyempatkan diri berjalan ke ruang tamu. Ada bungkusan di meja ruang tamu. Aku mendesah kecil, bahkan aku sampai lupa dengan chocochips yang dibawa Jaemin tadi.

Menjelang matahari terbit, aku terbangun karena mendengar suara berisik dari dapur. Suara itu cukup menganggu dan terdengar begitu mengerikan. Buru-buru aku bangun dan keluar kamar. Seketika terperangah dengan apa yang kulihat.

"Astaga, Jaemin!", pekikku dan langsung berlari menghampirinya.

Jaemin baru saja muntah di bak cuci dan dia hampir ambruk saat aku memegang pundaknya.

"Hei, kenapa?", tanyaku panik.

"Pusing banget"

Aku sedikit kelabakan. Mustahil menggendong Jaemin dan akan sangat merepotkan kalau dia sampai tidak sadarkan diri. Aku menuntun Jaemin dengan paksaan. Kubawa dia ke ruang tamu karena jaraknya lebih dekat daripada ke kamar Jaemin.

"Jangan pingsan oi! Aku ga kuat ngangkat nanti!", teriakku supaya Jaemin tetap sadar.

Jaemin sungguh kesakitan. Dia tidak bereaksi dan langsung memasrahkan tubuhnya saat sudah kujatuhkan di atas sofa. Mendadak aku jadi ikut pening. Sudah lama aku tidak merawat orang sakit semenjak tinggal sendiri. Sekarang aku kebingungan, bagaimana merawat Jaemin yang sedang setengah tumbang begini?

Mendadak Jadi IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang