Dua Semakin Dekat

987 122 11
                                    

Mendadak Jadi Istri

Ch. 7 - Dua Semakin Dekat

Hari Minggu kemarin aku dibawa Jaemin ke rumah orang tuanya. Aku iyakan saja karena aku sendiri juga tidak ada kerjaan di rumah. Kalau boleh jujur, aku ingin tahu bagaimana rumah orang tua Jaemin dan bagaimana kaya rayanya keluarga Na. Begini-begini aku juga masih doyan uang dan benda bernilai fantastis semacamnya.

Kami berangkat saat hari hampir menjelang siang. Saat di jalan, kami menyempatkan untuk membeli seloyang kue. Sebenarnya kami berdua sama-sama bangun kesiangan, maka dari itu buah tangannya beli saja. Aku menebak pasti kedua orang tua Jaemin juga tidak keberatan. Mereka akan paham kalau kami menjelaskan alasannya. Kami ini kan orang sibuk.

Keluarga Na tinggal di kawasan perumahan elit. Tidak heran, vibe Jaemin sungguh layaknya orang kaya. Meskipun ia tidak menunjukkan kekayaannya secara langsung. Lebih lanjut, aku benar-benar dibuat terperangah saat melihat berdirinya rumah keluarga Na yang begitu asri. Ada hamparan taman di bagian depan rumahnya serta jalan bebatuan untuk menuju rumah utama.

"Ibu sama Ayah masih ada tamu. Kita tunggu di dapur aja ya?"

"Sepertinya Ibu dan Ayah orang yang penting", kataku menanggapi. Tadi sewaktu kami datang, Ayah dan Ibu sedang kedatangan tamu, jadi kami terpaksa mengalah terlebih dahulu.

Aku meletakkan bingkisan kue di meja makan. Ternyata yang membuatku takjub bukan main tidak hanya dari bagian luar rumah saja, bagian dalamnya berkali-kali lipat lebih mengagumkan. Langit-langit ruang makannya saja ada hiasan seperti lukisan peri-peri dan sebangsanya. Demi apa ini rumah atau restoran bintang lima.

Aku membuka bungkusan kue setelah Jaemin membawakan piring dan pisau. Aku mengeluarkan kuenya dengan hati-hati. Walaupun kue ini dibeli dengan uang Jaemin, aku tahu kalau kue ini mahal jadi harus diperlakukan sepenuh hati.

Tapi Jaemin sepertinya tidak sabar dan langsung menyomot kuenya.

"Ih, kotor kan", omelku karena ada remahan yang jatuh di lantai.

"Maaf, aku udah laper sih"

Aku mengambil tisu dan membersihkan remahan yang tercecer di lantai. Lalu kubuang ke tempat sampah terdekat. "Di rumah ga ada pembantu atau semacamnya gitu?", tanyaku sambil duduk di sebelah Jaemin. Aku mengambil potongan kue pertamaku.

"Kalau hari Minggu emang ga ada pembantu sama pelayan. Mereka pada libur", jelas Jaemin yang sudah memakan kue keduanya.

Sepertinya kue ini akan habis di perut kami.

"Sekarang udah masuk jam makan siang, berarti Ayah sama Ibu masak sendiri dong?", tanyaku seraya mengambil kue kedua.

"Kayaknya tamunya masih lama, jadi Ibu ga bakal masak sekarang"

Sebelum obrolan ini semakin jauh, aku lebih baik segera mengatakannya. "Aku tidak bisa masak", kataku jujur.

"Tapi mie ramen bikinanmu enak", ucap Jaemin yang bernada penuh kejujuran.

Sekarang aku mengambil kue ketigaku. Aku tidak tahu Jaemin sudah makan berapa potong kue. "Bisakah kau saja yang memasak?", tanyaku langsung. Aku tidak mau kalau makan siangku harus mie ramen.

Jaemin terlihat sedang berpikir. "Kamu bantu?", tanyanya sedang menawar.

Aku memutar mataku, daripada membantu, sepertinya aku malah merepotkan dia nantinya.

"Kau yakin?", tanyaku sebelum kesepakatan dibuat.

"Aku malah bersemangat kalau masak bareng kamu", seru Jaemin yang entah dapat energi negatif itu dari mana.

Mendadak Jadi IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang