Jeda Sesaat

687 89 2
                                    

Mendadak Jadi Istri

Ch. 13 - Jeda Sesaat

...

Sejak kejadian itu terjadi, aku sulit menghubungi Haechan. Yangyang tidak banyak membantu karena sedang dikejar tenggat kerjanya. Jadi aku sedikit merasa kewalahan sebab juga sedang merawat Jaemin.

Hari ini kami pulang ke rumah. Syukurnya kaki Jaemin yang retak tidak terlalu parah. Walaupun masih memakai kursi roda, Jaemin akan berlatih berjalan dengan tongkat kruk. Jeno banyak sekali membantu kami berdua. Dia rela mengantarkan kami. Lalu menurunkan barang bawaan dengan sendiri. Ia menolak keras saat aku ingin membantunya.

Tidak lama setelah kedatangan kami, Ayah, Ibu, dan Mama berkunjung ke rumah. Mereka membawakan banyak makanan enak. Aku jadi bingung dengan keluarga ini. Seharusnya aku yang menyuguhi mereka, tapi mereka terlalu mandiri (banyak uang) untuk membelikan makanan mahal.

Setelah makan-makan bersama serta berbincang sebentar, orang tua Jaemin dan Jeno pamit undur diri. Ayah dan Jeno harus kembali bekerja, sedangkan Ibu sudah ada janji bertemu dengan kliennya. Tinggal Mama saja yang masih di sini. Setidaknya ada yang membantuku membersihkan sisa dari pesta kecil kami.

"Jaemin di kamar?", tanya Mama saat aku memasuki area dapur.

Aku mengangguk. "Dia bilang capek, jadi aku bawa dia ke kamar", bilangku. Aku mengambil alih piring dari tangan Mama.

"Mama mau bilang hal yang penting"

"Bukannya Mama selalu mengatakan hal yang penting?", gurauku.

"Tidak, ini sangat penting", katanya penuh keseriusan. Aku diam menunggu. "Kamu tahu bagaimana kondisi Jaemin sekarang, bukan?", aku mengangguk kecil. "Kalo kamu masih punya hati, jangan tinggalkan Jaemin sendirian. Dia sedang dalam masa sulit"

Aku tersenyum menanggapi kekhawatiran Mama yang mengira diriku akan kabur lagi. "Ma, aku tidak mungkin sejahat itu", lalu aku bungkam. "Meski aku sedikit sedih karena tahu faktor penyebab terjadinya pernikahan ini"

Mama menarik tubuhku, mendekapnya hangat. Punggung dan kepalaku diusap berkali-kali. Sampai kapanpun juga, aku adalah anak kecilnya Mama.

"Mama minta maaf, tapi ini bisa jadi jalan terbaik buat kamu", dan aku mengangguk disela-sela pelukan Mama.

Setelah merasa cukup, aku membuat jarak. Aku memandang Mama dengan mata penuh binar. Jika tidak ada Mama, mungkin aku tidak akan sanggup menjalani hidupku sampai detik ini.

"Baiklah, hal sedih sudah terlewati", kata Mama dengan suara tegas. "Harusnya kamu tahu maksud Mama bilang tadi untuk apa"

"Apa?", tanyaku balik.

Mama berdecak. "Apalagi kalo bukan kamu harus tidur dengan Jaemin mulai sekarang"

Aku terperangah. "A-apa?"

"Suamimu sakit, sulit berjalan. Masa istrinya tega membiarkan suaminya begitu saja?", Mama membombandirku dengan segala pernyataan dan pertanyaan. "Ini juga kewajiban dari seorang istri"

"T-tapi, Ma—"

Tangan Mama terangkat menutup pandanganku. "Sudah, Mama harus pulang keburu hari gelap"

Oh, tidak. Apa yang harus kulakukan?

...

Tok tok tok

"Jaemin, kau sudah tidur?"

Tidak ada jawaban. Aku mengetuk pintu lagi sampai suara Jaemin terdengar dari dalam. Sebenarnya tanpa menunggu suara Jaemin, aku sah-sah saja memasuki kamarnya. Tapi otak dan sikapku seperti bertolak belakang.

Mendadak Jadi IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang