Bertubi-tubi

702 89 1
                                    

Mendadak Jadi Istri

Ch. 14 - Bertubi-tubi

...

Semalam aku menelepon Yangyang, menanyakan bagaimana kabarnya. Dia bilang baru saja menyelesaikan proyek terjemahannya dan besok berencana menemui editor dari pihak penerbit. Aku sempat bertanya buku apa yang dia terjemahkan. Dia jawab novel romansa tragedi. Mendadak aku jadi penasaran. Aku jarang membaca buku, tapi karena menjadi orang rumahan, aku rasa membaca menjadi waktu luang yang ideal. Jadi aku meminta tolong Yangyang untuk diberitahu kapan novel itu akan terbit. Aku tidak berniat memintanya secara gratis sebab tahu jerih payah menerjemahkan tidak mudah seperti membalikkan tangan.

Hari ini adalah jadwal Jaemin melepas pen di tulang kakinya yang retak. Tidak terasa enam bulan kulewati dengan merawat Jaemin di rumah. Sesekali dia dijemput Jeno untuk pergi ke kantor. Terkadang kami juga menginap di rumah Ibu dan Ayah agar tidak merasa bosan. Selama itu pula aku selalu tidur bersama dengan Jaemin. Bisa aku bilang, ada kemajuan cukup pesat karena kecelakaan ini.

Aku memarkirkan mobil di dekat pintu masuk rumah sakit. Dua bulan yang lalu Jaemin mengajakku melihat pameran mobil di Seoul. Aku sedikit keberatan karena pada saat itu adalah hari Minggu. Jalanan dan pusat pembelanjaan ramai dikunjungi orang. Tapi Jaemin berdalih tidak bisa meminta Paman Lee untuk mengantarkan kami ke mana-mana secara terus menerus. Mendengar nama Paman Lee, aku jadi luluh dan berangkatlah kami ke sana. Kejadian lucu pun terjadi. Jaemin bilang hanya ingin melihat-lihat. Tapi saat matanya menemukan mobil yang warnanya mirip si blue, tanpa basa-basi dia membelinya. Lunas di tempat.

Dari kejauhan terlihat Jeno yang berjalan mendekat. Aku segera turun dan membuka pintu belakang. Jeno secara mandiri mengambil tas yang ada di kursi penumpang, sedangkan aku sedikit membantu Jaemin untuk turun dari mobil. Terkadang rasa tidak nyaman dari benda asing membuat Jaemin tersiksa. Oleh karenanya Jaemin meminta agar pennya dilepas saja, meskipun dokter bisa merancang pen itu dipasang untuk seumur hidup.

"Kamu takut?", tanya Jaemin sebelum berjalanannya operasi.

Aku mengeratkan genggaman tanganku pada jemari Jaemin. "Ya", aku selalu takut apapun yang berhubungan dengan ruang operasi. Tapi aku tidak mengatakan alasannya kepada Jaemin.

"Jangan takut, kita akan bertemu lagi nanti", hiburnya. "Mendekatlah"

Jaemin mengisyarakatkanku untuk mengikis jarak. Aku mendekatkan wajahku ke arah wajahnya dan dia mencium sekilas bibirku. Ada senyum tipis tercetak di bibir Jaemin serta matanya yang semakin menyipit. Obat biusnya sudah mulai bekerja.

Mama menghampiriku setelah Jaemin benar-benar terkulai tak berdaya. Dalam diam aku tunduk ketika Mama menuntunku untuk keluar dari ruang operasi. Sebenarnya boleh saja aku di dalam sana, tapi jelas aku tidak akan sanggup. Sambil menunggu di luar, aku berdoa agar tidak mengalami kepanikan yang berlebihan.

Waktu berlalu, tubuhku bergoncang. Aku ingin berteriak, tapi tenggorokanku seperti dililit sulur tanaman yang berduri. Aku semakin merasa terdesak dan tubuhku memberontak. Pada saat itulah sepasang tangan meremas kedua lenganku dengan kuat tapi tidak sampai membuat sakit. Mataku terbuka dan mendapati Jeno ada di hadapanku. Kemudian kusadari bahwa yang melingkari leherku adalah syal. Ada selimut juga yang sudah terjatuh di lantai.

"Maaf, aku membangunkanmu", Jeno memungut selimut di kakiku. "Operasi Jaemin sudah selesai. Dia sudah di kamar inap sekarang"

Aku masih mengatur pernafasanku sambil mencerna informasi dari Jeno. Betapa leganya aku mendengarnya. "Maaf soal reaksiku tadi", ucapku pelan. Ketakutan sudah menerobos alam sadarku sampai terbawa pada mimpiku.

Mendadak Jadi IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang