Waktunya Pergi

64 1 0
                                    

Ch. 31 - Waktunya Pergi

*sudah tayang di Karyakarsa*

⚠️WARNING⚠️
Hanya potongan dari cerita utuh. Kalau mau baca versi lengkap, cus ke akunku di Karyakarsa @delimatchalatte. Terima kasih🌱

.

.

.

Renjun menatap Haechan dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan. "Haechan," panggilnya. "Aku rasa kita perlu mengatakannya kepada Yangyang secepatnya."

Haechan tidak menanggapi ucapan Renjun, tapi di dalam lubuk hatinya menyetujui pendapat sahabat karibnya tersebut. "Kita bisa membahas ini jika Yangyang sudah pulang. Daripada itu, bagaimana hubunganmu dengan anak tiang listrik itu?"

.

"Duh, jangan sampai dia mendengar suara penuh dosamu saat bersenggama dengan Mark hyung," suara Renjun dengan nada miris. Dia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan rumah tangga Mark dan Haechan setelah bertahun-tahun terpisah akibat kesalahpahaman.

"Jangan risau. Aku 'kan sudah berpengalaman," Haechan melirik ponsel Renjun, "HP-mu bunyi, tuh."

.

Pukul tujuh tepat, Jaemin tiba. Ada perasaan bahagia yang mekar dalam hati Jaemin. Sekarang dia tidak hanya berperan sebagai suami Renjun, tetapi juga sebagai ayah bagi seorang anak. Malam itu mereka bertiga menghabiskan waktu bersama di luar sebagai sebuah keluarga. 

.

"Iya, iya, tapi aku agak mencemaskan Yangyang."

"Dia terbang pagi tadi 'kan?" tanya Haechan.

"Iya, harusnya siang nanti dia udah sampai," ucap Renjun sambil melihat jam yang menggantung di tembok.

"Dia berangkat dari Shanghai, bukan?"

"Iya, dia bilangnya begitu."

"Ya, kalau begitu tenang saja dulu. Mungkin dia terlena dengan kotanya."

.

"Duh, kehidupan seorang istri memang harus izin dulu ke suaminya, ya?"

"Udah, diem aja," tangan Renjun mencubit kecil pantat Haechan. Padahal Haechan sendiri sempat memastikan stok kimchi di kulkasnya tetap tersedia.

.

"Rumah Dejun ge emang sebesar ini, ya, Njun?" tanya Haechan pelan. Dia masih grogi dengan kemewahan yang ada di sekitarnya.

"Aku juga gak tahu, Chan. Kayaknya rumahnya lebih besar daripada rumah orang tuanya Jaemin," sekarang aku mulai membandingkannya dengan rumah mertuaku. Memang menantu yang tak tahu cara bersyukur. Lantas kami asyik berbisik-bisik dan mendadak diam karena ada seorang pelayan yang datang menghampiri kami.

.

"Sebentar, aku tidak mengerti," Haechan mengangkat satu tangannya dengan telapak tangan di posisi atas. "Kamu tidak menghubungi kami karena kamu masih ada di rumah Dejun ge atau bagaimana?"

Aku geli mendengar perkataan Haechan jadi formal begitu.

.

.

.

Bersambung

Mendadak Jadi IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang