Jadi Pengantin

2.1K 172 12
                                    

Mendadak Jadi Istri

Ch. 2 - Jadi Pengantin

Renjun's pov is started

Mobil yang kubawa terparkir tepat depan rumah. Syukurlah malam ini aku membawa mobil sendiri dan tidak jadi menumpang di mobil Haechan yang sesak itu. Aku sempat melihat body mobil yang catnya mulai memudar. Haechan dan Yangyang selalu mengeluh karena aku tidak pernah punya niatan untuk membeli mobil baru saja daripada mempertahankan mobil jadul yang kubeli dengan hasil jerih payahku. Aku memang tidak ingin menggantinya sebab banyak kenangan yang sudah terlewati bersama mobil ini. Mataku kualihkan dari mobil usangku. Kulihat rumah yang penuh cerita dari aku kecil hingga sebesar sekarang. Tiba-tiba perasaanku menghangat saat melihat lampu yang menyala dari salah satu jendela. Itu adalah kamarku dulu.

Tebakanku benar saat aku menemukan Mama sedang berada di kamarku. Ketika aku berdiri di depan pintu kamar, Mama sepertinya sedang asyik mengulang roll film ingatannya dalam kepalanya. Matanya seolah terbang ke dimensi lain sebelum menyadari kedatanganku. Beliau tersenyum melihatku sudah datang di rumah.

"Mama kenapa? Apa Mama butuh sesuatu?", tanyaku agak cemas. Jarang sebenarnya Mama meminta bantuanku karena Mama tipe orang yang tidak suka merepotkan orang lain.

Mama tidak langsung menjawab pertanyaanku, malah Mama memandangi wajahku dengan cukup lama. Entah apa yang dipikirkannya, tapi dari sorot matanya seperti mengatakan bahwa Mama menyayangiku apapun yang terjadi. "Maafkan Mama menganggu malam Minggumu", kata Mama sambil mengusap pelan pipiku setelah aku duduk di sebelahnya.

Aku menangkap tangan Mama. "Haechan sama Yangyang ngerti kok, Ma. Oh iya, mereka titip salam buat Mama. Kalau boleh, malam Minggu besok mereka mau main ke sini", ujarku yang teringat salam kedua kawanku. Mereka saat ini pasti sedang fokus menonton film dan ditemani anggur merah dari Jerman.

"Sepertinya itu belum bisa dilakukan", kata Mama dengan dingin.

"Maksud Mama?", tanyaku yang kebingungan. Setahuku Mama selalu ada di rumah setiap malam Minggu. Mungkin Mama akan keluar semisal ada rencana atau kegiatan semacamnya. Tapi seingatku Mama tidak punya janji apa-apa untuk malam Minggu besok.

Mama menarik nafasnya sebelum membuka mulutnya kembali. "Minggu depan kamu akan menikah"

Aku termenung.

Bukannya aku tidak dengar perkataan Mama, malah telingaku sangat peka terhadap kata menikah dan sejenisnya. Tapi yang jadi permasalahan, mengapa Mama mengatakan kata itu. "Ma, kita sudah pernah membahas ini sebelumnya kan?", peringatku dengan hati-hati. Bagaimanapun juga aku tidak ingin membuat Mama kecewa ataupun melukai hatinya.

Mama mengangguk sekali. "Iya, makanya Mama ingin membicarakannya lagi"

Sebelumnya, jauh hari sebelum hari ini, aku pernah mengutarakan pemikiranku kepada Mama. Bersama Haechan dan Yangyang, kami bertiga berniat tidak menikah dan menikmati hidup dengan sebebas-bebasnya. Perlu diketahui, kami juga bekerja layaknya orang pada umumnya. Tapi itu hanyalah pekerjaan sampingan saja. Pekerjaan utama kami adalah pergi berkencan dengan siapa saja hingga berakhir di atas ranjang lalu menerima bayaran.

Itu sudah lama kami lakukan bahkan sebelum kami mendirikan kelompok kebebasan ini. Mama juga sudah aku jelaskan dengan perlahan-lahan dan beruntungnya aku. Mama tidak keberatan hanya saja memperingati diriku supaya tetap berhati-hati, terutama dengan penyakit seksual yang menular. Selama itu juga aku selalu aman dan baik-baik saja.

Tapi sepertinya malam ini Mama menginginkan hal yang lain.

"Mama ingin aku menikah?", tanyaku dengan suara getir. Tanganku kukepalkan sebagai penahan diriku.

Mendadak Jadi IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang