08

1.9K 545 10
                                    

Di sinilah mereka. Di pinggir jembatan sungai Han yang membentang di atas hamparan air. Hujan sudah reda sedari tadi, karena itulah Sunoo mengajaknya berkeliling sebentar.

Angin yang berhembus cukup membuat surai keduanya terhembus berantakan. Menghantarkan aroma tanah sehabis diguyur hujan.

Sunoo melipat payung hitamnya, lalu menggantungnya di sisi pagar. Ikut memandangi gedung, langit, serta air yang menenangkan pikirannya. Diam-diam ia melirik Jina yang membisu sedari tadi.

"Kau tahu, Jina?"

Gadis itu menoleh. Wajahnya sedikit tertutupi helai rambutnya yang masih diterpa angin. "Apa?"

"Kebanyakan orang bilang bahwa hiduplah dengan mengikuti arus air. Tapi aku pernah baca kutipan lain kalau kita seharusnya jangan hidup mengikuti arus air. Karena yang mengikuti arus hanyalah kotoran dan ikan mati." balas Sunoo, sesekali melirik lagi ke arah Jina. "Kau harus tentukan tujuanmu sendiri, Jina. Jangan dengarkan orang lain. Aku tahu itu sulit mengingat ayahmu yang keras begitu. Tapi tidak akan ada yang berubah jika perubahan itu belum dimulai dari dirimu sendiri."

Sunoo menggeleng kecil usai berkata demikian. "Ah tidak, lupakan saja. Tidak seharusnya aku bicara begini saat suasana hatimu sedang buruk."

Jina hanya tertawa kecil. Dia masih belum ingin banyak bicara meski ingin sekali menghilangkan sedikit duka di hatinya sekarang.

"Selamat ulang tahun!" tiba-tiba Sunoo berseru riang, menunjukkan cengirannya. "Sekarang umurmu bertambah satu tahun, dan akan terus seperti itu. Aku doakan yang terbaik untukmu, dan semoga kau selalu bahagia."

"Terima kasih, Sunoo. Kau orang pertama yang mengucapkan selamat untukku." ujar Jina sedikit tersenyum tipis. Perasaannya dibuat sakit mengingat lelaki asing di sampingnya sekarang lah yang pertama mengucapkan selamat, bukan keluarganya sendiri.

"Sungguh?"

Jina terkekeh, mengendikkan bahunya. "Ya, sungguh. Tapi aku tidak kecewa. Keluargaku masih berduka, termasuk diriku atas meninggalnya kak Jira. Rasanya tidak etis jika kami merayakan hari kelahiranku."

"Eum.. aku tidak bisa memberimu apa pun. Tapi khusus hari ini, kau boleh tanyakan apapun padaku."

Mendengar itu, Jina yang awalnya masih tak semangat langsung tertarik. Ia menatap Sunoo antusias. "Sungguh??"

"Tentu saja, ayo tanyakan apapun. Kau pasti selalu penasaran." sahut Sunoo, agak lega melihat air muka gadis itu yang kembali cerah.

"Kalau begitu... kau tinggal di mana?"

"Aku tidak punya tempat tinggal." jawabnya enteng, membuat Jina terkejut dibuatnya. "Tapi aku biasa tidur di sebuah toko sol sepatu. Hanya tidur, dan sisanya yang kulakukan.. tidak ada tujuan. Aku hidup seperti itu."

Jawaban itu cukup mengejutkan. Dan bisa-bisanya Sunoo menjawab tanpa ada beban seakan dia sudah terbiasa. Jina tidak tahu kenapa Sunoo tak punya tempat tinggal, di mana orang tuanya, berapa umurnya, dan kenapa dia sangat menyayangi payung hitamnya. Tak mungkin Jina akan bertanya itu semua, tapi ia terlanjur penasaran.

"Boleh aku bertanya lagi?"

Sunoo mengangguk, "Silahkan, jangan ragu."

『√』Black Umbrella | Kim SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang