09

1.8K 532 7
                                    

"Mau ke mana?"

Ucapan Jitae membuat langkah Jina berhenti di tempat. Ia menoleh sedikit ke belakang, menjawabnya ragu. "Y-ya mau berangkat lah."

"Siapa bilang kau boleh berangkat sendirian? Ayo, ikut bersamaku." timpal Jitae sembari melangkah ke arah mobil putihnya.

"Aku tidak mau." tolak Jina dengan intonasi tegas. Menyorot datar tatapan sang kakak.

Sedangkan yang ditatap datar mendengkus sebal, lalu menoyor jidat adiknya. "Kau pikir aku juga mau mengantarmu? Ini perintah mama. Lagipula kau memang sangat bebal, padahal kemarin mama memarahimu habis-habisan karena kau kabur saat ingin diantar ke sekolah. Dasar bodoh! Kenapa kau sangat bodoh? Dan kenapa orang yang bodoh harus jadi adikku?"

"Apa kau bilang?" Jina bersungut-sungut, mencubit keras pinggang Jitae hingga ia memekik kesakitan.

Dan keduanya saling mengejar satu sama lain sambil tertawa. Tanpa mereka sadari, sang papa memerhatikan dari atas balkon rumah. Senyum tipis terukir kala melihat interaksi ringan anak-anaknya yang jarang akur dan minim komunikasi.

Biasanya ada Jira yang menyatukan keduanya walau hanya sesaat. Bahkan jika ia tahu kedua adiknya saling bercanda seperti ini, Jira pasti akan ikut gabung dengan mereka lalu tertawa bersama hingga suara berisik mereka terdengar sampai halaman belakang.

Karena Jina dan Jitae memang jarang berinteraksi. Saling melempar tatapan yang bagai memandang orang asing. Mereka tidak dekat, sama sekali tidak. Percakapan keduanya hanya sebatas mengajak makan bersama, itu pun perintah dari papanya.

Mereka saling tidak mengenal lebih dekat satu sama lain. Bahkan yang terparah kadang Jina lupa jika ia punya kakak lelaki. Karena itu ia lebih sering mengabaikan, dan membuat sang mama tidak suka padanya sehingga lebih memihak Jitae.

"Ayo berangkat, mau sampai kapan kita kejar-kejaran?"

"Kau duluan yang mulai."

"Apa? Aku? Siapa yang awalnya mencubit?"

Jina melotot tak terima. "Lalu siapa yang langsung mengejar untuk balas mencubit?"

Balasan itu berhasil membuat Jitae bungkam. "Baiklah, aku kalah."

.


.

"Omong-omong... siapa Sunoo? Aku tidak sengaja melihatnya di ponselmu." tanya Jitae tanpa mengalihkan fokusnya ke arah jalanan.

Jina meliriknya sinis. "Kau mengintip?"

"Tidak, bukan begitu. Kau ini kenapa sukanya menuduh sih? Waktu di rumah duka aku tak sengaja melihat layar ponselmu menyala dan ada banyak notif pesan dan panggilan tak terjawab di sana. Lalu aku melihat nama Sunoo."

"Terus?"

"Dia siapa?" tanya Jitae, tersenyum jahil. "Pacarmu?"

Mendengar pertanyaan sang kakak, Jina hanya bisa tertawa garing. "P-pacar kau bilang?? Sunoo temanku, hanya teman. Ingat itu dan kami tak sengaja bertemu saat hujan deras."

"Ahh.. saat kau pulang ke rumah basah kuyup itu setelah dicaci maki mama ya??"

"Tidak perlu diperjelas, sial."

Jina membuang muka ke arah jendela, dibuat kesal karena Jitae membuatnya kembali mengingat hari paling pedih itu. Dan suasana di antara mereka kembali senyap, namun tak berlangsung lama ketika Jitae kembali bertanya.

"Jadi.. Sunoo itu bagaimana orangnya?"

"Bukan urusanmu."

"Aku hanya penasaran."

『√』Black Umbrella | Kim SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang