"Tidak semua kisah berakhir buruk. Tapi dibalik akhir yang menyedihkan, pasti tersimpan kisah kecil yang menyenangkan."
.
.
Pagi hari yang redup itu disambut oleh gerimis, membasahi tanah bumi hingga lembab, serta meniup udara yang dingin. Namun meski begitu aktivitas tetap berjalan seperti biasa, tak peduli jika hujan membasahi tubuh mereka.
Bagi sebagian orang, hidup hanyalah tentang bagaimana kau tumbuh dan bisa menghasilkan uang. Kematian sama sekali tak terlintas di benak mereka. Padahal tiap harinya tanpa mereka sadari ada jiwa yang pergi, ada raga yang berakhir menjadi abu dan tersimpan rapat dalam sebuah guci. Dan bisa jadi di hari bahagia kita, ada keluarga yang sedang berduka, ada seseorang yang kehilangan, ada sosok yang tengah menangisi kematian orang yang disayangi.
Saat kematian datang, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, hanya satu harapan terbesar kita.
Yaitu berharap waktu bisa diputar kembali.
Harapan itu datang bersamaan dengan penyesalan. Rasa sesal mengapa tak menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya atau rasa sesal karena tidak menghabiskan waktu lebih banyak bersama orang yang kini pulang ke pangkuan tuhan. Meski waktu diulang pun, kematian tetap tak terelakkan, dan takdir tak bisa diubah. Namun meski begitu setidaknya mereka siap.
Dan kini itu tengah dirasakan oleh Jina.
Saat kabar kematian Sunoo terdengar jelas di telinganya, seketika perasaannya tak berbentuk. Pedihnya rasa kehilangan itu mengoyak dirinya dan meruntuhkan segalanya. Apalagi kala melihat kado serta surat ulang tahun dari lelaki itu, semakin membuatnya pilu.
Dan ya, dia berharap waktu bisa diulang. Dia berharap ini hanyalah bagian dari mimpi buruknya yang bahkan tak pernah diharapkan datang. Rasa sakit kematian Jira kini harus semakin melebar dengan rasa sakit kematian Sunoo.
"Kak Jina."
Tok Tok Tok!
"Kak Jina, kumohon buka pintunya."
Di luar, Ni-ki tak letih untuk terus mengetuk pintu toko yang terkunci rapat. Keadaan pemuda itu tak kalah kacau dari Jina. Rambut yang berantakan, wajah yang kusut, mata yang sembab, ditambah rasa perit yang melanda tiap ia melihat setelan jas hitam yang dikenakannya saat ini. Pun saat bingkai Sunoo dipajang dan dikelilingi berbagai bunga serta lilin membuat Ni-ki tak sanggup.
Paman Byul juga sedang dirawat di rumah sakit karena drop dan belum sadar sampai sekarang. Jina pun seharian hanya mengurung diri di dalam toko, membikin Ni-ki sendirian di rumah duka untuk menyambut pelayat yang datang. Pemuda itu bahkan tak sempat mengisi perutnya atau istirahat sejenak.
"Kak Jina, aku mohon biarkan aku masuk. Ada yang harus aku beri tahu padamu."
Sementara itu di dalam, Jina memeluk lututnya sambil melamun ke langit-langit ruangan. Semua kilas balik kenangannya bersama Sunoo tak henti-henti memenuhi pikirannya, dan membuat perasaannya semakin kalut.
Bukan.
Bukan seperti ini ending yang ia harapkan. Jina menuangkan kisah Sunoo dalam bentuk cerita namun ia ingin membuat ending yang bahagia. Awalnya ia juga berniat mencari Sunoo untuk meminta maaf lalu berharap ia bisa kembali dekat dengan lelaki itu.
Tapi mengapa justru harus berakhir seperti ini? Kenapa ia harus kehilangan Sunoo disaat ia berniat meminta maaf? Kenapa Sunoo harus pergi disaat mereka sedang bertengkar?
Kenapa tuhan tidak memberi sedikit sisa waktu untuk mereka berbaikan? Apa mungkin sebenarnya ia sudah memberi waktu, namun mereka menyia-nyiakannya. Entahlah Jina tidak tahu. Dia sudah berusaha tidur, berharap saat terbangun-- Sunoo masih ada lalu memunculkan diri beserta senyum hangatnya. Namun sayangnya, kenyataan berbanding jauh dari apa yang Jina harapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
『√』Black Umbrella | Kim Sunoo
Fanfiction"He's always under the rain, with his black umbrella." ⚠️PTSD, mental illness.