Chapter 24 (rahasia galang)

133 14 0
                                    

"Kamu kok bawa aku ke sini?" Tanya Keela saat motor milik Galang berhenti di depan TPU.

"Kamu mau tau yang kamu tidak tau kan?" Keela mengangguk.

"Yaudah turun."

Mereka berdua masuk ke dalam TPU, melewati banyak sekali kuburan hingga mereka berdua berhenti di depan sebuah kuburan seseorang.

RIP
Ranti Asmarati

"Inikan nama ibu kamu." Ujar Keela,

Galang mengangguk "Sebenarnya ibu aku sudah meninggal, La."

Galang berjongkok di samping kuburan ibunya. Perlahan tangan Galang mengusap nisan ibunya, matanya berkaca-kaca menahan air matanya yang ingin keluar.

"Aku rindu ibu, La." Ujarnya saat air matanya menetes.

Keela ikut berjongkok di samping Galang, dia mengusap punggung kekasihnya seakan menyalurkan energi agar tetap kuat.

"Semua yang aku bilang, a-aku ke Korea karena ibu aku berobat di sana itu bohong, i-ibu aku sudah meninggal dua bulan yang lalu." Ujar Galang terbata-bata di sela isak tangisnya.

"Udah, udah gak usah di terusin."

Galang beralih menatap Keela "Maafin aku, udah bohong sama kamu."

Keela menghela napas, pertama kalinya dia melihat Galang menangis seperti ini. Keela langsung menarik Galang ke dalam dekapannya.

"Maafin aku juga, Lang."

"I love you Sayang." Ucap Galang dengan tatapan penuh kasih sayang kepada Keela.

Keela merasakan kembali getaran itu, getaran saat pertama kali Galang mengucapkan kata itu satu tahun yang lalu.

"I love you more Galang Fathul."

---

Keela dan Galang kini berada di sebuah cafe yang tidak jauh dari rumah Keela. Mereka berdua mengambil tempat duduk di samping jendela.

"Kayaknya mau hujan deh." Ujar Galang menatap ke atas langit, awan mendung sudah mulai terlihat.

"Hm, iya."

"Aku boleh tanya sesuatu?" Cicit Keela, Galang menaikkan sebelah alisnya.

"Kalo ibu kamu sudah meninggal, lalu alasan kamu ke Korea untuk apa?"

Galang tersenyum "Beneran kamu tanya itu?" Keela mengangguk.

"Aku kuliah, La."

"Cuman itu?"

"Iya cuman itu, kamu nggak percaya sama aku?"

Keela tidak menghiraukan ucapan Galang, dia beralih menatap rintik hujan di balik jendela.

"Ini mas, mbak. Makanan dan minumannya udah jadi." Ujar pelayan yang membawa nampan makanan mereka berdua.

Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu mereka berdua, juga ada iringan musik cafe.

"Udah kenyang?" Tanya Galang saat mereka berdua selesai makan.

Keela mengangguk "Udah, tapi di luar masih hujan."

"Siapa yang mau cepat pergi?" Tanya Galang.

"Aku masih mau di sini kok, bareng pacar cantik aku." Ucapan Galang berhasil membuat senyuman Keela terukir.

"Galang." Panggil Keela.

Galang menatap Keela yang juga menatapnya dengan tatapan sendu.

"Jangan jadi teka-teki buat aku karena aku mungkin gak bisa menyelesaikannya."

"Aku gak jadi teka-teki, aku ini Galang. Bukan teka-teki. Aku hidup Keela, gak kayak teka-teki yang gak hidup."

"Galang!! Aku serius loh, malah bercanda." Keela mendengus dan melipat kedua tangannya, menatap ke luar jendela.

Tawa Galang berhasil membuat Keela menatapnya kembali. Wajah tampan kekasihnya sangat indah, sungguh ciptaan yang sangat sempurna.

"don't ever change, Galang."

---

"Al, lo gak penasaran apa yang di bilang sama Galang kemarin malam?" Tanya Dafin. Diantara tiga sahabat Alvender, hanya Dafin yang memiliki sifat rasa ingin tau yang tinggi.

"Gue aja bingung, Baron sebenarnya punya masalah sama abang lo atau sama lo?"

"Gue juga bingung, Daf." Balas Alvender.

"Gue kenal Baron aja karena abang gue sering ke club dan setiap club yang abang gue tempati pasti selalu ada Baron." Lanjut Alvender.

"Lo coba ingat deh, dulu kan abang lo gak kayak sekarang? Sebelum abang lo kayak gini, lo pernah ketemu sama Baron gak?" Tanya Bastian.

Alvender menggeleng "Gue gak pernah ketemu sama Baron."

"Gue punya ide," Sahut Angga yang sedari tadi menyimak.

"Gimana kalo lo suruh Keela tanya Galang, mereka kan pacaran tuh. Otomatis Galang pasti bakalan kasi tau Keela." Ujar Angga memberi ide dan hasil dari idenya itu hanya mendapat pukulan dan Alvender.

"Gila lo tai."

"Nga, sekolah dulu sana biar otaknya gak miring." Ujar Bastian.

"Udah 18 tahun kok otaknya masih gak beres sih?" Tanya Bastian mengundang tawa.

"Parah lo, ngeledeknya sampai bawa umur." Sahut Dafin.

"Umur kan gak ada yang tau, siapa tau nih nanti di perjalanan pulang, Angga kenapa-kenapa lagi." Lanjut Dafin.

"Astaga, Angga kok bisa punya sahabat seperti mereka semua sih?" Ujar Angga dramastis.

"Kalo gue gak ada, lo semua bakalan kesepian. Catet tuh. Catet di buku harian lo, Bas." Angga menunjuk ke arah Bastian.

"Bastian punya buku harian?" Tanya Dafin.

"Oh jelassssss....."

"Macam gadis saja lo, Bas." Sahut Alvender.

"Biasalah, palingan isinya tentang Shanon tuh." Timpal Angga.

"Sialan lo semua, terutama lo Angga. Tunggu aja pembalasan gue!"

Mereka berempat tertawa di bawah mendungnya awan malam di temani semilir angin dingin malam hari.

TBC!

JANGAN LUPA BERI VOTE YA:)

JANGAN SIDER PLEASE

VOTE KALIAN SANGAT BERHARGA

Salam manis,

Dechiya

Untuk para pembaca♥️

LAVENDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang