🌼Part |4🌼

2.1K 206 13
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Azzal di Surabaya, sebelum bertolak ke Jakarta Dia menyempatkan diri menemui Adillah di Kafenya, dan selama seminggu ini mereka tidak pernah lagi bertemu atau pun saling menyapa lewat ponsel, Azzal sengaja memberikan ruang dan waktu untuk Adillah berfikir atas keputusannya.

Sementara Adillah sendiri belum bisa memastikan keputusannya, dirinya masih bingung dengan perasaanya sendiri.

Kini mereka sudah duduk di bangku yang berada di Outdoor cafe.

"Maaf baru nongol sekarang, aku sengaja memberikan kamu waktu untuk berpikir," ucap Azzal mengawali pembicaraan.

"Jadi keputusan apa yang akan kamu berikan?" lanjutnya lagi bertanya.

Dillah menundukkan kepalanya tidak mampu menatap ke arah Azzal karena sampai saat ini Dillah belum bisa memberikan jawabannya, rasanya seminggu tidak cukup baginya untuk berfikir.

"Itu .. Kak .. Anu .. Maaf .. " gugupnya.

"Kamu menolak?" tebak Azzal yang juga bingung melihat ekspresi wajah Adillah.

"Bukan.. " Sela Dillah cepat.

"Jadi kamu menerima?" tebaknya lagi.

"Bukan juga.. Kak."

"Terus kamu ngegantung?"

"Buka..nn," Sela Dillah lagi merasa serba salah.

"Boleh nggak aku minta waktu lagi?" pintanya ke Azzal memelas.

"Nggak.. putuskan sekarang, jika pun kamu menolak aku bisa ngerti, dan jika kamu berfikir dengan menolak aku akan berubah ke kamu itu tidak akan terjadi, toh kita masih bisa menjadi teman," jelas Azzal meski ada perasaan kecewa di hatinya tapi dia berusaha menerima.

"Bukan gitu kok Kak," balas Dillah yang membuat Azzal semakin bingung.

"Alamat digantungin nih," batin Azzal.

"Sebenarnya aku takut aja memulai hubungan dengan seseorang, kalau pun aku menerima ini yang pertama bagiku membuatku ragu untuk mengambil keputusan, dan juga bukankah dalam agama tidak diperbolehkan untuk berpacaran?"

Terbersit senyum di wajah Azzal mengetahui bahwa Dillah belum pernah memiliki kekasih sebelumnya namun sekilas senyum itu samar tak terlihat.

"Tapi aku akan belajar menerima Kakak," gumam Adillah menunduk.

"Apa? aku tidak mendengarnya," pura-pura Azzal padahal dia jelas mendengarnya.

"Gak ada siaran ulang," tekan Dillah dengan wajah memerah menahan malu.

"Ya udah aku pamit dulu ya," pamit Azzal bercanda.

"Tuh kan?? kumat lagi usilnya. Nyebelin banget sih udah sana pulang jangan balik lagi kesini," Kesal Dillah membuat Azzal tergelak melihatnya.

"Gemesin banget sih sayangku ini kalau lagi kesal."

"Sayang.. sayang.. sayang pala loe?"

"Eh katanya mau belajar menerima," ujar Azzal.

"Katanya gak dengar," balas Dillah.

"Dengar kok sayang, udah ya gak usah ngambek tambah cantik loh kamunya."

"Yaakkkk..!!!" Pekik Dillah geram.

"Iya.. iya.. Maaf," ucap Azzal yang masih tertawa.

Dengan wajah masamnya Dillah beranjak dari duduknya ingin meninggalkan Azzal yang ngesilin menurutnya.

"Heii... jangan ngambek dong," cegah Azzal manarik tangan Dillah kembali duduk.

"Maaf.. " lanjutnya lagi.

PEMILIK HATI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang