part 03

18 15 0
                                    


Selamat membaca 🍀

•••••

Mala hampir lupa untuk menemui pak yoga karena drama yang dibuat Gita, alhasil ia terlambat. Ditambah lagi harus berlari karena Bima tadi mengejarnya, sambil mengatur napas, Mala menengok ke arah belakang. Untung,pikir Mala.

Saat hampir sampai di kantor, terlihat pak yoga sedang duduk di bangku depan kantor. "Siang pak, maaf terlambat," Kata Mala yang langsung di persilahkan untuk duduk.

"Oke, langsung ke intinya ya." Pak yoga memasukan handphone nya kedalam saku dengan tatapan yang selalu terlihat serius. "Tahun ini tim perempuan yang masuk final, sebelumnya selalu tim pria. Bisa dibilang prestasi ini yang di tunggu tunggu oleh sekolah." Mala dapat menebak dari awal, bahwa pak yoga akan membahas tentang basket.

"Kamu juga ketua basket, punya tanggung jawab yang besar. Bapak sarankan berbagi ilmu dengan senior." Pak yoga mengambil map yang berada disampingnya dan membacanya. "Ada Bima, Bapak yakin kamu sudah kenal. Bima ketua basket sebelumnya, dia yang sering mencetak rekor."

Mala hampir tak percaya. Bima yang selalu menghantui nya akhir-akhir ini anak basket? Ketua basket?

"Pertandingan nya sudah dekat,nak. Lebih cepat lebih baik Untuk segera berlatih dengan Bima."

"Maaf pak, biasanya kan latihan sama pak yoga," Ucap Mala lesu. Bagaimana tidak? Kenapa harus Bima terus?

"Bapak diharuskan fokus anak futsal, kamu juga yang minta pelatih seger kan," canda Pak yoga, lalu menatap jam tangannya. "maaf Mala, bapak sudah terlambat untuk rapat. Kalau ada pertanyaan, bisa ditanyakan ke Bima. Bapak permisi dulu."

Sontak mala berdiri dan menatap punggung pak yoga yang menjauh. Lalu ia duduk kembali, menghela nafas panjang dan
menyadarkan kepalanya di kursi.

Mala tidak serius untuk pelatih, itu adalah usulan dari Mega dan Masalahnya, kenapa harus Bima? Memenangkan lomba dua tahun berturut-turut? Waktu itu kok kalah? Pikir Mala.

Gue bakal latihan sendiri, katanya.

••••

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Mala dan Rafa berlarian. Rafa mengejar Mala.

"Mala, tunggu, kita pulang bareng ya." Tangan Rafa mencekal lengan Mala dengan tatapan memelas. Dengan santai Mala melepaskan tangannya dan melenggang pergi. Rafa tidak akan menyerah, ia terus mengejar Mala.

"Kalau nggak gue antar, Lo pasti pulang sore. Nanti di cari Tante, La."

"Bunda nggak ada di rumah, lagian juga ngapain di rumah, gue gabut. Udah lah Lo pulang aja duluan." Mala dapat melihat Gita berjalan menghampirinya dari belakang Rafa.

"Udah lah Rafa, kita pulang berdua aja," kata Gita sambil merangkul lengannya.

"Tuh dengerin." Mala melangkah lagi, namun di tahan oleh Rafa.

"Nggak bisa, Lo denger sendiri kan apa yang dibilang Tante tadi?" Ini lah Rafa yang selalu mematuhi kata Emi. Tapi Mala tidak suka jika ada Gita. Semuanya berakhir saat Rafa membimbingnya ke arah mobil dan menyuruh Mala masuk.

"Aku bisa pulang sendiri, fa. Jangan nuruti kata bunda."

"Mala."

"Rafa."

"Mala." Suara Rafa terdengar beda, lebih kasar. Ini adalah andalannya untuk memperkuat argumen. Tanda lelah dengan sifat Mala yang keras kepala.

Sedangkan Mala ia juga lelah jika harus berdebat dengan Rafa, Mala menyerah. Namun, saat melihat Gita ingin duduk di depan Mala menyela. "Oke, aku ikut, tapi didepan." Ucapan Mala membuat Gita mengurungkan niatnya. Tatapannya menahan amarah, Mala tahu itu.

AnyelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang