CHAPTER 18 - RESET

480 55 8
                                    

Author's note :

Ini part ter panjang di buku ini


Tiga hari lamanya Minho disibukkan dengan perceraiannya. Minho dan Felix belum resmi bercerai, karena perceraian bukan urusan sepele yang bisa dilakukan secara cepat. Namun baik Minho dan Felix sudah sepakat untuk sesegera mungkin pisah rumah. Karena Minho berencana mengajak Jisung tinggal bersama di rumah impian mereka.

Ngomong-ngomong soal Jisung, 3 hari ini Minho tidak bisa menghubungi Jisung. Minho juga sudah mencoba menghubungi ayah Jisung, tetapi tidak ada jawaban didapatkan oleh Minho. Hingga pada pagi-pagi buta, Minho dikejutkan dengan panggilan tiba-tiba dari Jisung yang meminta bertemu di cafe dekat apartemen Jisung.

Minho yang akan bertemu lagi dengan Jisung tentu saja sangat semangat. Ia bahkan membawa sebuket bunga besar dan sebuah cincin untuk melamar kembali si manis. Minho mengendarai mobilnya sambil bersenandung sepanjang jalan. Hingga akhirnya ia sampai di cafe yang dimaksud oleh Jisung.

Minho mengedarkan pandangannya dan menemukan Jisung yang duduk di bagian luar cafe dengan menggunakan jaket denim. Cantik, cantik sekali. Minho tak hentinya tersenyum melihat Jisung.

 Minho tak hentinya tersenyum melihat Jisung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Paket..." Ucap Minho sambil menyodorkan buket bunga ke wajah Jisung. Jisung yang terkejut kemudian hanya terkekeh kecil menanggapi tingkah laku Minho. Minho kemudian duduk di depan Jisung. Mereka berdua bertatapan lekat hingga akhirnya Minho menggapai tangan Jisung dan memegangnya erat.

"Aku kangen banget sama kamu, Ji. Kangen... banget. Kamu kemana aja, hm?" Ucap Minho yang hanya dibalas senyuman oleh Jisung. "Tiga hari ini aku coba hubungi kamu tapi gabisa. Om Han juga ga bisa dihubungi. Aku khawatir banget, tapi aku ga bisa cari kamu karena harus urus perceraianku sama Felix" Senyum Jisung perlahan luntur mendengar penuturan dari Minho.

"Tinggal selangkah lagi, sayang. Selangkah lagi dan kita bisa bareng lagi. Kita bakal wujudin mimpi-mimpi yang belum sempat kita gapai dulu. Jadi hari ini, aku mau ngasih ini ke kamu. Aku tahu aku bukan lelaki yang sempurna dan bahkan dengan kurang ajarnya pernah buat hati kamu terluka. Tapi aku bisa jamin kalau aku adalah lelaki yang sangat mencintai kamu dan akan selalu memperbaiki diri untuk jadi pendamping sempurna untuk kamu. Jadi aku harap kamu bersedia menjalani masa depan bersamaku, Han Jisung." Minho menyodorkan kotak beludru warna merah berisi sepasang cincin yang cantik. Sangat cantik, hingga Jisung ingin menangis rasanya.

 Sangat cantik, hingga Jisung ingin menangis rasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jisung menatap ke arah Minho sendu. Ia ambil kotak berisi cincin itu. Ia tatap lekat dua cincin itu, kemudian tersenyum miris. Minho yang melihat Jisung menerima kotak tersebut tentu saja sangat senang. Tapi berikutnya Minho bingung bukan main. Jisung menutup kotak itu dan menyodorkannya kembali pada Minho.

"Maaf kak, aku ga bisa" Seketika itu pula jantung Minho rasanya berhenti berdetak. Jisung menolak lamarannya? Tapi kenapa? "Kenapa?" Tanya Minho menggebu. Ia ingin tahu secara pasti alasan Jisung menolak lamarannya.

"Jisung ga bisa. Kak Minho sekarang udah punya anak dan Fel-" , "Han Jisung! Kita udah sejauh ini dan kamu mau mundur gitu aja, hah?! Felix, anak, apalah itu! Aku kan udah bilang aku yang bakal urus semuanya?!" Minho mulai meninggikan suaranya. Ia geram dengan Han Jisung yang tiba-tiba memilih mundur setelah berjalan sejauh ini.

"Jisung gamau egois kak..." Lirih Jisung. "Cih... Sekarang aja kamu lagi egois banget Han Jisung! Kamu ga mikirin perasaan aku, hah?!" Jisung diam tak ingin menjawab pertanyaan Minho. Minho menghela napas panjang sebelum akhirnya meraih tangan Jisung lagi.

"Lihat aku, Ji! Kalau kamu pikir hubungan kita buat kamu jadi egois, maka aku minta kamu egois untuk kali ini aja. Coba kamu pikirin kebahagiaanmu sendiri, Ji. Aku tahu kamu sayang sama aku. Begitupun aku, Ji. Aku sayang banget sama kamu. Cuma sama kamu." Minho berusaha meyakinkan Jisung, berharap Jisung tidak kembali ragu dengan keputusannya.

Jisung menatap mata Minho lekat. Air mata terlihat jelas menggenang di kedua matanya. "Aku sadar kak, sangat sadar kalau aku masih sangat sayang sama kakak. Aku cinta sama kakak. Sejauh ini belum ada seorang pun yang buat hati Jisung bergetar sehebat kakak. Belum ada yang mampu gantiin posisi kakak" Jisung menghela napas sejenak, menyapu air mata yang akan menetes.

"Tapi kak, apa kakak pikir Jisung akan bahagia kalau Jisung ambil kebahagiaan orang lain? Terutama anak kakak. Dia bahkan belum lama mengenal dunia, kak. Di masa depan, mungkin dia akan menghadapi banyak rintangan. Dan aku... aku ga mau jadi salah satu rintangan dia. Aku ga mau jadi orang yang jadi alasan dia ga punya keluarga yang utuh".

Jisung mengelus tangan Minho lembut, "Kakak tahu? Kita semua hancur kak. Aku, Kak Minho, Felix, kita semua hancur. Dan aku rasa cukup kita yang hancur. Jangan bawa kehancuran untuk manusia kecil yang bahkan belum tahu kejamnya dunia, kak" Minho rasanya ingin menangis. Semua ini benar-benar di luar ekspektasinya.

"Kak... akhir-akhir ini aku sadar tentang sesuatu. Manusia itu berjalan ke depan, bukan ke belakang. Kalau kakak memaksakan diri kakak untuk berjalan mundur, kakak bisa jatuh dan nyakitin diri kakak sendiri juga orang lain. Jadi aku harap, kakak bisa melepas masa lalu kakak di belakang dan terus melangkah ke depan".

Pecah sudah tangis yang ditahan oleh Minho. Ia mengeratkan tautan tangannya dengan Jisung. "Ga bisa, Ji... aku ga bisa..." Ucap Minho di sela-sela tangisannya. "Kak Minho bisa, pasti bisa. Aku tahu kak Minho lelaki yang kuat. Aku yakin kak Minho bisa laluin semuanya dan bahagia sama keluarga kakak"

Jisung melepaskan tautan tangannya dengan Minho. Ia menggapai paperbag di samping kursinya. "Ini hadiah dari aku untuk kelahiran anak kakak. Jisung titip salam untuk Felix dan baby, bilangin Jisung minta maaf banget karena ga bisa nunggu Felix dan jengukin baby." Setelahnya Jisung mengambil kotak merah dari saku jaketnya. "Dan ini, Jisung rasa ada orang yang lebih berhak menerima ini daripada Jisung." Tangis Minho semakin menjadi saat mengeahui bahwa itu adalah kotak cincin yang ia gunakan untuk melamar Jisung dahulu.

"Mulai saat ini kita bakal nempuh jalan kita masing-masing kak. Makasih banyak ya, Kak? Makasih banyak udah ngasih Jisung banyak kenangan indah selama ini. Jisung banyak belajar dari kak Minho. Jisung harap kak Minho bakal bahagia dan sehat selalu kedepannya" Terdapat jeda sejenak sebelum Jisung melanjutkan ucapannya. "Jisung juga mau pamit sama kakak, Jisung dan ayah bakal pindah ke luar kota. Jisung mau kerja di sana"

Minho yang mendengar Jisung pamit menatap Jisung penuh tanya. "Kemana?" Tanya Minho kemudian. "Rahasia, hehe" Minho menunjukkan raut wajah kecewa. Jisung yang melihatnya hanya tersenyum kecil. "Yang jelas tempat di mana Jisung bisa mulai hidup baru, kak. Jisung pengen lupain semua kenangan buruk yang pernah terjadi di sini. Jisung harap kak Minho juga bisa lupain kenangan buruk itu juga, ya?"

Hening lagi-lagi menyelimuti dua anak adam itu. Melihat tidak ada lagi tanggapan dari Minho, Jisung akhirnya berdiri dan bersiap untuk meninggalkan cafe. "Kalau gitu Jisung pergi ya, kak. Bye kak-" , "Ji? Boleh aku peluk kamu sebentar?" Jisung tersenyum mendengar pertanyaan Minho. Ia kemudian merentangkan tangannya. Minho segera merengkuh tubuh kecil itu, memeluk Jisung erat seakan menghafalkan bagaimana rasanya memeluk Jisung. Karena sebentar lagi, ia mungkin tidak akan pernah lagi memeluk pujaan hatinya ini. Atau bahkan Minho tidak akan pernah melihat wajah Jisung lagi.


Author's note :

It supposed to be sad chapter, tapi aku kayaknya ga bakat nulis angst. Menurut kalian gimana sih chapter ini? 

I really need ur feedback guys huhu biar aku bisa perbaiki penulisanku juga

BROKEN - HyunMinsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang