Liburan

660 25 1
                                    

"Mang Wardi.."

Pria yang mulai terlihat termakan umur itu menoleh ke arah saung kecil dimana teman-temannya berada.

"Sini mang. Udah waktunya istirahat," panggil Pak Enju, salah satu petani yang bekerja bersama Lia dan Wardi.

Wardi yang sedang menjemur padi langsung tersenyum lebar dan bergegas pergi ke saung itu.

Tiga pasang suami-istri yang sudah tiba duluan sudah menggelar daun pisang untuk mereka gunakan sebagai alas makan siang mereka.

"Loh, Lia mana?" Tanyanya heran pada tiga ibu-ibu yang ada disana.

"Teh Lia tadi bilang mau ke rumah pak Selamet. Baru di tinggal sebentar aja udah kangen," ledek Bu Ela.

"Hahaha tidak ko Bu. Saya cuman tanya doank," kata Wardi tersenyum pada ibu itu.

Siang itu, panas tidak terlalu mencolok. Ketiga pasang yang ada di hadapan Wardi memakan bekal mereka dengan lahap, Wardi pun demikian.

Tapi dia selalu merasa tidak nyaman tiap kali berada di tengah-tengah warga tanpa kehadiran Lia.

Tanpa di sadari, dia malah mengingat sesuatu soal tiga pasangan yang ada di hadapannya.

Karna indranya yang sangat peka. Beberapa kali dia melihat mereka melakukan hubungan intim secara diam-diam. Entah itu di semak-semak, di balik pepohonan pisang, ataupun di dekat kali.

Tapi karna Lia mengatakan hal seperti ini bersifat privasi, jadi dia tidak pernah mengatakan atau bertanya apapun pada mereka.

Di antara ketiga pasangan itu, menurut Wardi yang permainannya paling panas adalah Bu Ela dan Pak Dakir.

Pak Dakir sendiri punya tinggi badan yang tidak terlalu tinggi dengan lipatan otot di tangan dan perutnya. Kulitnya yang kecoklatan akibat lamanya terpapar sinar matahari membuatnya terlihat lebih menarik dari dua laki-laki lainnya.

Kontolnya juga cukup panjang sampai-sampai Bu Ela tidak pernah berhenti mendesah tiap kali suaminya menggenjotnya.

Lalu ada pak Enju dan Bu Salma. Bu Salma sendiri yang paling tinggi dari ibu-ibu lainnya. Perawakannya yang masih muda memang selalu menarik perhatian orang-orang.

Dari mereka semua, menurut Wardi, pak Enju ini orangnya humoris. Tapi sewaktu melihat dia dan istrinya bersetubuh, Wardi langsung berfikir ternyata kalau soal ranjang pak Enju juga tidak kalah dengan pak Dakir.

Badannya sedikit lebih berisi, meskipun tidak terlalu panjang, kontolnya yang besar benar-benar membuat istrinya bergetar tiap kali dia mendorong masuk kontolnya ke dalam memek istrinya.

Lalu terakhir ada pak Juned dan Bu Ais. Di antara semua ibu-ibu, Bu Ais lah yang memiliki nafsu paling tinggi.

Wardi paling sering melihat mereka di kebun pisang. Dan paling banyak dia melihat pak Juned lah yang kewalahan.

Wardi sendiri menyadari sewaktu dia bermain dengan mereka bertiga kalau Bu Ais yang paling lama bermain dengannya.

"Mang, kenapa bengong?"

Wardi tersentak karna baru tersadar dari lamunannya setelah dia di panggil oleh Pak Dakir.

Wardi hanya terkekeh lalu kembali memakan bekalnya.

Dia juga berusaha menutupi selangkangan nya. Karna membayangkan hal barusan, kontolnya jadi berdiri tegak.

Tidak lama Lia kembali untuk bergabung makan siang dengan semua orang. Mereka pun melanjutkan pekerjaan mereka.

Pak Dakir yang bekerja satu tugas dengan Wardi terus menghela nafas dan sesekali menyeka keringat di dahinya. Dia juga penasaran, bagaimana bisa Wardi tidak gerah bekerja berat seperti ini dengan baju tebal dan syal di leher nya.

"Ngga gerah mang pake syal gitu?" Tanyanya.

"Emm?? Ngga ko. Saya dulu biasa tinggal di cuaca yang ekstrim atau sering ganti-ganti juga. Jadi sudah biasa," katanya menoleh sambil tersenyum.

Pak Dakir mengangguk pelan. Tapi tiba-tiba saja dia penasaran dengan bentuk kontol yang ada di balik celana Wardi.

Belum tepat jam 3 sore biasa mereka menyudahi pekerjaan mereka. Tiba-tiba saja pak Slamet tiba dengan motornya lalu berjalan mendekati Wardi dan pak Dakir yang paling dekat dengan jalan utama.

Dia pun meminta tolong pada pak Dakir untuk mengumpulkan semua orang karna ada sesuatu yang mau dia katakan.

Pak Dakir dengan senang hati bergegas mencari semua orang.

"Gimana pak kerjanya? Berat?" Tanya pak Slamet pada Wardi.

"Hehehe. Tidak ada pekerjaan yang tidak berat pak," jawab Wardi tersenyum.

Pak Slamet juga ikut tertawa. Tapi dia lebih menertawakan tampilan Wardi yang terlihat ramah dengan kumis tebal dari pada terlihat seperti mantan pembunuh bayaran.

Setelah berkumpul, pak Slamet memberitahukan pada mereka kalau dia berencana membawa semua pekerjanya pergi berlibur ke pemandian air panas.

Tentu saja semuanya sangat senang. Pak Slamet memang sering mengajak para pekerjanya pergi berlibur. Entah yang bekerja di sawah maupun di pasar.

Biasanya jadwal tergantung dari bagian sawah apakah bisa di tinggal dalam dua hari atau tidaknya, baru mereka berangkat.

Karna kebetulan pekerjaan mereka bisa selesai besok. Akhirnya di putuskan kalau mereka akan pergi lusa nanti.

Mereka juga di perbolehkan membawa anak yang kecil maupun yang sudah besar sekalipun. Jadi tidak perlu kebingungan bagaimana anak-anak mereka nanti.

"Nanti mau bikin bekal apa?" Tanya Lia yang duduk berboncengan dengan Wardi.

Sambil mengayuh pedal sepeda, Wardi sedikit berfikir karna dia bingung makanan yang cocok untuk di bawa kesana.

"Aku juga tidak tau. Tapi apapun yang kau buat pasti enak," jawabnya menyeringai ke belakang.

Lia terkekeh senang lalu memeluk Wardi semakin erat dari belakang.

Kisah Kami (Part 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang