Berpamitan

826 31 2
                                    

*PRANK!!!

Perhatian semua orang yang ada di dalam cafe itu tertuju pada ayah dan anak yang tengah saling berhadapan.

Wardi yang baru tiba disana tampak begitu marah memandangi Tira yang ada di hadapannya.

"Kau sudah menyusahkan banyak orang Tira. Kau sadar juga kan?" Kata pria dengan syal yang ada di lehernya menatap tajam ke arah anaknya yang lebih tinggi darinya.

Tira hanya terdiam karna dia juga mengetahui apa yang di maksud ayahnya.

"Maaf, aku tidak bermaksud-"

Kalimat Tira terhenti, di ikuti dengan teriakan histeris orang-orang yang ada di sekitarnya karna Wardi baru saja memukul pundak Tira sampai dia tersungkur ke lantai.

Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain terkejut melihat itu. Bahkan Candra yang ada di dalam meja bartender sekalipun.

Lia yang juga hadir disana hanya bisa berdiri menahan tangis memperhatikan suaminya yang sudah tidak bisa mengontrol emosinya lagi.

"Lantai kayunya sampai retak!!" Pikir semua orang.

Gama yang tadi duduk di pangku oleh Ilham langsung menangis histeris mendekati kakeknya dan menarik-narik celananya.

"Berdiri, kau tidak lemah," perintahnya lagi dengan tatapan sinis.

Dengan tangan kiri gemetar lemah, Tira mencoba berdiri sambil memegangi bahunya.

Wardi menghela nafas lalu terdiam sejenak. Dia pun membungkuk untuk menggendong Gama yang masih menangis dan mencoba menenangkannya.

"Ayah yakin kalau kau sudah tau siapa pelakunya. Tapi kenapa kau diam saja?"

Seketika suasana langsung berubah menjadi tegang. Bahkan, Gama juga seketika langsung terhenti dari tangisannya.

Emosinya semakin meningkat, tapi Tira hanya bisa menggerakkan giginya dan mengepalkan tangannya karna tidak ada yang bisa dia lakukan.

"Candra, maaf untuk lantainya," kata Wardi melirik ke arah Candra.

"Emm.. tidak masalah," sahut Candra mengangguk pelan.

Karna Gama berencana untuk ikut pulang bersama kakeknya, dia pun turun lalu mendekati Candra untuk pamit lalu kembali bergegas pergi menemui kakeknya.

Bersama dengan beruang besar miliknya yang ada di luar, mereka pergi begitu saja dari sana. Suasana menjadi hening seketika karna perasaan canggung yang di bawakan Wardi.

"Mau ku lihat luka mu?" Tanya Candra dari dalam meja bartendernya.

Tira pun berbalik lalu menggeleng dan memutar tangan kirinya sampai terdengar suara retakan.

"Bukan masalah. Maaf membuat suasana disini jadi canggung," kata Tira melihat ke arah semua orang.

Semuanya saling bertukar pandang lalu mereka kembali melakukan aktifitas mereka masing-masing.

Di bawah sinar rembulan, Wardi terdiam sambil mengayuh sepedanya dengan Lia di belakangnya.

Shiro yang berlari menggunakan kedua tangan dan kakinya juga mencoba untuk tetap stabil agar Gama yang berbaring di atas punggungnya tidak jatuh.

"Tidak perlu sampai sekeras itu kan?" Kata Lia tiba-tiba dengan wajah cemas.

Wardi yang mendengarnya langsung menggerakkan giginya dan menekan rem sepeda.

Shiro yang tadi berlari perlahan berhenti dan menoleh ke arah Wardi yang terus menundukkan kepalanya dengan syal panjangnya yang di terpa oleh angin malam.

"Aku tau itu bukan salahnya. Ini salah ku karna membawa petaka untuk keluarga ini," bisiknya pelan.

Mata perempuan yang ada di belakangnya perlahan terbuka lebar sewaktu suaminya mendongak melihat bulan yang bersinar menerangi jalanan di antara kedua sawah dimana mereka berhenti.

"Hei, ini bukan salah siapa-siapa," kata Lia sambil memegang lengan suaminya.

Wardi melirik menatap tangan wanita yang sudah lama menjadi istrinya itu lalu dia melepaskan tangannya.

"Setelah memutuskan untuk pensiun, aku tidak sadar kalau penjahat kelas atas di dalam maupun luar negeri ini mulai mengamuk dan mencari keberadaan ku. Di tambah sekarang beberapa dari mereka tau aku berada dimana. Harusnya kalian bisa hidup tenang, Gama tidak perlu kerepotan menjadi detektif, Tira tidak perlu terlibat dengan organisasi gelap, Ady dan Rendra bisa bersekolah dengan tenang, dan kau juga bisa hidup dengan tenang," kata Wardi tersenyum melirik ke arah Lia yang masih terbelalak dengan mata berkaca-kaca.

Mendengar kata-katanya, Lia begitu takut dengan keputusan yang di buat suaminya. Tapi, kalimat yang paling tidak mau dia dengar akhirnya keluar juga.

"Maaf Lia, aku memutuskan untuk pergi sampai situasinya membaik,"

*********************

Tira yang tengah berjalan ke arah rumahnya, Candra yang berada di dalam kamarnya terus menatap ke arah bulan yang ada di langit.

serta Gooner yang berada di tengah hutan Duduk di atas kapak besarnya dengan tatapan tajam ke arah sebuah rumah besar yang berada jauh tepat di depannya.

"Mulai dari sini keadaannya akan lebih berat. Gama pernah membantu kaum ku, aku juga harus berbuat sesuatu untuk membantu keluarganya," gumamnya.

______________________________________

Yo semua, maaf yah udah lama ga update terus tau-tau saya nutup Part 4 ini secara mendadak wkwk.

Untuk Part 5 bakal berfokus ke cerita antara Ady sama Rendra yang ada di Jakarta dengan selipan yang ada di kampung juga tentunya karna lini waktunya bakal nyambung.

Tapi saya gatau untuk mulai Part 5 kapan hehehe.

Makasih untuk temen-temen yang udah baca sampe sejauh ini yah 😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah Kami (Part 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang