Seorang Pembimbing

779 24 1
                                    

"Bagaimana?" Tanya Tira yang sedang berdiri menghadap jendela di kamarnya sambil memegang botol berisi air putih.

Seseorang yang berdiri tidak jauh di belakangnya pun membungkuk sedikit.

"Kami tidak menemukan apapun selain jejak kaki dan bekas perburuan beberapa Minggu lalu di hutan. Tapi tampaknya bukan hanya karena itu, kami juga menemukan beberapa senjata api," katanya dengan tegas tapi masih menjaga cara bicaranya.

Jari Tira terus bergerak seakan dia sedang menghitung sesuatu.

Dia pun berbalik untuk berterimakasih lalu menyuruhnya untuk pergi.

Orang itu langsung menuruti perintahnya meninggalkan rumah Tira.

Tira terus mengerutkan keningnya memikirkan sesuatu yang sedang dia coba cari.

"Mana mungkin ras yang tidak tau cara memasak bisa membuat senjata api," gumamnya.

***********************

Hembusan angin sejuk di atas bukit terasa seperti sedang menari karna alunan musik biola yang di mainkan Gama.

Orang-orang yang lewat juga turut senang mendengarnya meskipun hanya sekilas karna rata-rata dari mereka harus pergi ke sawah.

Bahkan di antaranya ada Lia dan Wardi yang lewat menggunakan sepeda.

Gooner yang dari tadi pergi akhirnya tiba dengan beberapa potong kayu di punggungnya. Dia juga membawa ikan yang dia tangkap di kali yang tidak jauh dari sana, serta beberapa sayuran yang di berikan oleh penduduk sekitar saat dia tengah di perjalanan pulang.

Gama sangat senang karna Gooner membawa banyak bahan karna dia berniat membuat makan siang besar bersama para petani yang ada di sekitar tempat mereka sekarang.

Sewaktu kakeknya lewat, Gama sudah memberitahu ke Wardi untuk mengatakannya pada semua orang untuk datang saat istirahat siang nanti.

Itu juga penyebab kenapa orang-orang memberikan sayuran mereka ke Gooner.

"Kita tidak membawa alat yang di sebut kompor kan? Bagaimana carany kita memasak meskipun kau membawa benda besar ini," kata Gooner yang bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana panjang karna kausnya dia ikat di pinggangnya.

"Selama ada api, kita bisa memasak di mana pun ko," kata Gama tersenyum meletakkan biolanya bersama barang-barang mereka yang lain.

Setelah membasuh tubuhnya yang berkeringat dengan air, Gooner langsung berinisiatif membantu Gama saat melihat anak itu sedang menata kayu-kayu yang dia bawa tadi.

Dengan batu sebagai tatakan, Gooner langsung menyadari kalau barusan mereka membuat sebuah kompor.

Meskipun tampak hampir sama dengan alat peleburan logam miliknya di rumah, tapi terlihat berbeda.

Gama juga mengajarkan bagaimana cara menyiapkan sayuran, membersihkan ikan, dan juga memperkenalkan bumbu dapur yang dia bawa dari rumah beserta peran-peran dari rasa mereka.

Di tengah-tengah pelajaran mereka, Gooner tiba-tiba terpikirkan sesuatu.

"Kau tadi hanya menyuruhku untuk mencari ikan dan kayu saja kan? Tapi kenapa bawa kuali besar kalau ikannya nanti mau di bakar? Kuali besar ini kan nanti kita gunakan untuk membuat sayur," katanya heran.

Gama hanya tersenyum melirik ke arahnya lalu kembali menjelaskan cara memasak tanpa menjawab pertanyaannya.

Gooner sendiri memang sudah sadar betapa hebat otak anak ini, tapi tetap saja masih ada banyak hal yang membuatnya bingung.

Sewaktu sayuran sedang di masak dan ikan yang sudah di lumuri bumbu sedang di bakar, aromanya sudah tercium kemana-mana dan itu Gooner sangat senang karna bisa ikut berkontribusi dalam membuatnya.

Sebelum tengah hari, Lia tiba membawa beberapa tikar lalu menggelarnya di tanah yang datar.

Gama juga memperkenalkan Gooner pada neneknya, dan dia juga bilang kalau kakeknya yang semalam dan neneknya ini adalah orang tua dari pamannya yang dia temui waktu pertama kali datang ke rumahnya.

Gooner mengangguk pelan lalu memberikan salam dengan meletakkan tangan kanannya di dadanya.

Lia terkekeh melihat betapa sopannya orang yang tampak sudah tua tapi tubuhnya kecil ini.

Lia juga membawa mangkuk untuk sayur tadi, sementara untuk ikan bakar dan nasi yang mereka buat akan di letakkan di atas daun pisang.

Tidak lama-lama, orang-orang pun berdatangan sesuai ajakan Wardi pada mereka.

Gooner juga bisa berbaur dengan orang-orang dan membantu mereka membagikan semangkuk sayur untuk mereka.

Dia benar-benar terpukau melihat orang-orang yang menyantap makanan yang dia buat. Terlebih sebenarnya ikan-ikan itu dia lah yang membuatnya.

"Lelah?" Tanya Gama yang duduk sambil memainkan biolanya tersenyum ke arah Gooner.

Gooner tersentak dengan pertanyaan Gama. Memang benar, dengan kerja kerasnya dari pagi sampai siang ini, rasa lelah tentu saja ada. Tapi ada perasaan lain yang jauh berada dalam dirinya.

"Menyenangkan bukan melihat kalau orang-orang senang memakan masakan kita?" Kata Gama lagi.

"Kau benar. Tidak perduli sehebat apa rasa letih ini, tapi melihat mereka semua makan dengan lahap begitu memuaskan," katanya tersenyum.

Gama terkekeh sambil melanjutkan permainan biolanya untuk mengiringi suasana yang sedang sejuk ini.

"Loh???" Pikir Gooner tiba-tiba kembali menoleh ke arah Gama yang terlihat sedang terbawa suasana permainan musiknya sendiri.

"Dia.. terkadang bertingkah seperti anak kecil. Tapi juga bisa bersikap dewasa sebagai pembimbing," pikirnya melamun.

Gooner pun berjalan mendekati Gama saat mendengar alunan melodi panjang yang menandakan Gama menutup permainannya.

Gooner pun duduk di sebelahnya lalu berbisik. "Di rumah nanti kita mandi bersama yah,"

"Boleh saja. Tapi kenapa Gooner berbisik? Biasanya juga langsung saja," tanya Gama heran.

Gooner terdiam sebentar lalu dia kembali berbisik.

"Saat ini aku sedang terangsang,"

Gama tersentak kaget mendengarnya lalu bergeser sedikit dari tempat dia duduk.

"Kenapa?" Tanya Gooner heran.

"Habisnya Gooner menyeramkan," katanya gemetar.

Gooner menyeringai lalu terkekeh lucu mendengarnya sekaligus melihat ekspresi yang Gama tunjukkan.

Kisah Kami (Part 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang