Bebas

978 38 1
                                        

"MAAF!!"

Keempat bapak-bapak yang duduk berbaris di lantai tampak bingung ketika Wardi tiba-tiba duduk berlutut dan menundukkan kepalanya pada mereka.

"Saya minta maaf untuk kalimat saya semalam. Saya terbawa suasana dan mengatakan kalau saya ini tuan kalian," sambung Wardi.

Mereka akhirnya mengerti untuk apa Wardi meminta maaf setelah mereka semua mandi dan mengganti pakaian.

"Dulu, tiap kali saya mengintimidasi sebuah kelompok, saya pasti saya mendeklarasikan diri kalau saya pemimpin mereka," tambahnya lagi.

Mereka berempat semakin bingung karna Wardi lebih mencemaskan hal itu dari pada yang lain.

Pak Enju mulai angkat bicara dan mengatakan kalau mereka juga tidak terlalu menganggap serius kalimat itu.

Wardi tampak lega mendengarnya, dan dia benar-benar terlihat seakan tidak ada apapun yang terjadi setelahnya.

Setelah sarapan, mereka pun kembali pergi dari penginapan menuju wisata paralayang yang ada di puncak gunung.

Setelah keluar dari mobil bus, alis Wardi terangkat karna dia mendengar ada seseorang memanggilnya. Tapi dengan sebutan kakek.

Dia pun menoleh dan melihat ada seorang gadis berpakaian kemeja putih dengan laptop di tangannya.

"Walah.. ada gadis berwajah jutek mendekati ku. Semoga bukan dari kalangan penjahat," pikirnya tersenyum kecut.

Gadis itu pun berdiri bertolak pinggang di hadapan Wardi karna melihat Wardi lupa siapa dirinya.

"Ini aku Rina. Aku yang menjadi mata-mata tim Gama sewaktu melawan Professor Neuro," katanya dengan wajah masam.

Wardi terdiam dengan kepala miring memperhatikannya karna ada sesuatu yang aneh menurutnya disini.

"Itu Professor Neuro kan?" Kata Wardi menunjuk ke arah seseorang yang sedang berdiri di tepian sambil memandangi paralayang yang berterbangan.

"Iya betul. Aku sedang menemaninya mengerjakan sesuatu sekaligus menenangkannya," kata Rina dengan santainya sambil menarik rambutnya ke belakang telinga karna angin di atas sini agak kencang.

"Menenangkannya? Apa dia mau melakukan hal gila lagi seperti membuat beberapa negara saling berperang?" Tanya Wardi heran.

Rina melirik ke arah Wardi lalu dia menunjukkan sesuatu di layar laptopnya yang membuat tubuh Wardi kaku seketika.

Beberapa orang yang peka disana langsung merinding lalu menoleh ke arah Wardi.

Professor Neuro yang tadinya tenang seketika langsung waspada dan melihat ke sekelilingnya. Dan hanya ada satu orang yang dia yakini bisa membuatnya bergidik ngeri seperti ini.

"Hawa membunuh yang sangat kuat. Wardana benar-benar tidak waras," pikir Professor Neuro yang ikut merasakan dampaknya.

"Bagaimana bisa cucu ku berakhir seperti itu!!"

Yang ditunjuk oleh Rina adalah sebuah foto yang di kirim melalui email nya dari Anna.

Ada begitu banyak luka sayatan dan lebam di tubuhnya. Bahkan dia terlihat tidak sadarkan diri di atas tempat tidur dengan selang infus terpasang di tangannya.

************

Anna yang duduk di sebelah tempat tidur terus memperhatikan anak laki-laki yang masih terbaring tidak sadarkan diri sejak dia memekakkan matanya di kantor polisi semalam.

"Tuan.." kata robot bulat yang ada di pangkuan Anna terdengar sangat cemas.

"Tenanglah, dia baik-baik saja. Luka seperti ini bukan apa-apa baginya," kata Anna mencoba menenangkannya.

Kisah Kami (Part 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang