Gama yang berdiri di ruang tengah rumahnya, terus memperhatikan Gooner yang sedang memakaikan syal di lehernya.
Dengan baju tebal dan celana panjang, serta topi rajut di kepalanya. Pria bertubuh pendek itu mengangguk pelan seakan memperjelas kalau dia sudah selesai memakaikan pakaian pada Gama.
"Kau terlihat menggemaskan," katanya dengan suara berat.
"Gama bukan anak kecil," protesnya dengan wajah sebal.
"Bagiku kau tetap anak kecil," sahut Gooner sambil merapihkan pakaian yang berada di dalam tasnya.
"Memang apa yang mencirikan Gama anak kecil?" Tanya anak itu lagi.
"Kau pendek," jawabnya singkat.
"Tapi Gama sama Gooner tinggi nya tidak beda. Berarti Gooner juga anak kecil?" Tanyanya membuat pria itu tersentak lalu perlahan menoleh ke arahnya.
"Aku sudah dewasa. Tinggi ku segini karna sudah bawaan dari suku ku," jelasnya.
Bibir anak itu langsung meruncing sambil memainkan topinya.
"Ngomong-ngomong, apa kau yakin ayah mu mau menerima ku?" Tanyanya lagi sambil mengambil sabuk berisi palu dan perkakas lainnya.
"Memang kenapa? Ayah baik ko," kata Gama heran sambil melihat barang-barang yang mau di bawa oleh pria pendek dengan janggut tebal yang ada di hadapannya.
Pria itu sempat terdiam lalu kembali mengemasi barang-barangnya.
"Setelah belajar dasar memasak, aku akan kembali," katanya pelan.
"Hee.. Padahal kalau Gooner mau, Gooner bisa ko tinggal disini sedikit lebih lama," kata Gama memiringkan kepalanya.
Gooner yang sedang jongkok membelakangi Gama tersenyum lalu menoleh ke arah Gama.
"Terimakasih," katanya pelan sambil berdiri di hadapan Gama.
Gama sedikit heran kenapa Gooner terus memandangi nya sambil tersenyum. Tapi kemudian, dia sedikit tersentak saat Gooner membelai kepala nya dan memeluknya sebentar.
"Kau mirip sekali dengan anak ku," bisiknya pelan.
Ada perasaan aneh ketika Gama menerima pelukan itu sambil mendengar kalimat Gooner.
Tapi seketika Gama langsung merinding karna merasakan ada sesuatu yang membelai selangkangannya.
Secara reflek Gama langsung melepaskan pelukannya dan menjaga jarak dengan wajah memerah.
"Jangan begitu, itu geli," keluhnya.
Gooner sempat terdiam melihat Gama, tapi dia langsung terkekeh dan kembali mendekati Gama.
"Bisa kita berciuman sebentar?" Tanyanya.
"Berciuman?" Tanya Gama heran.
"Iya. Sama seperti yang aku ajarkan waktu di rumah ku," kata Gooner lagi.
Gama mengangguk pelan karna dia mengingat nya.
"Tapi janggut Gooner tebal sekali. Rasanya seperti di gelitik," keluhnya lagi.
Gooner sekali lagi hanya terkekeh lalu mendekatkan dirinya pada Gama.
Dia pun menarik kepala anak itu dengan tangannya yang berotot lalu perlahan mencium mulutnya.
Gama yang mencoba melawan untuk tidak membuka mulutnya, akhirnya berhasil di tembus oleh lidah yang kini mengacak-acak mulutnya.
Desahan berat anak itu langsung memenuhi ruangan.
Sambil terus menjamah mulut anak itu, Gooner juga mengocok kontolnya sendiri dengan tangannya yang lain.
"Ngh.. nggh...!!"
Tangan Gama berusaha mendorong pria yang terus saja menyerang bibirnya, tapi tubuhnya sendiri seakan menarik dirinya sendiri untuk jatuh ke dalam permainan ini.
Setelah beberapa saat, Gooner melepaskan ciumannya dan melihat wajah Gama yang terengah-engah dengan mata berkaca-kaca.
Tanpa berlama-lama, Gooner kembali mencium bibir mungil itu dengan ganasnya sampai Gama terdorong ke dinding.
Tangan yang tadinya menahan kepala Gama, kini pindah membelai pantat anak itu.
Gama perlahan merasa kakinya sudah tidak berpijak lagi. Jantungnya semakin berdebar karna Gooner mengangkatnya menggunakan satu tangan karna tangan yang satunya masih sibuk mengocok kontolnya sendiri.
Mata Gooner terbuka perlahan saat dia mendengar suara desahan Gama perlahan berubah menjadi tangisan kecil.
Dia pun mempercepat kocokannya lalu melepaskan ciumannya dan menembakkan pejunya ke arah lain.
Gama yang masih di angkat Gooner tampak kelelahan. Dia memeluk pria itu layaknya bersandar masih dengan isak tangis kecilnya.
Gooner yang masih terengah-engah membetulkan posisi Gama dan menggendongnya sambil mengelus kepalanya.
"Ssstt.. tenanglah.." bisiknya pelan sambil menggendong anak yang tingginya tidak jauh darinya itu ke ruangan tengah.
"Gama.. tidak bisa bernafas tadi.." katanya pelan.
"Iya iya.. sekarang sudah tidak apa-apa," bisik nya lagi.
Setelah merasa tangisan Gama perlahan terhenti, Gooner pun menurunkan Gama ke lantai lalu memasukkan kembali kontolnya yang sudah lemas ke dalam celananya.
"Tunggu sebentar, aku mau membersihkan itu dulu," kata Gooner menoleh ke arah lantai dimana pejunya berserakan lalu dia pergi ke kamar mandi untuk mengambil air.
Gama yang masih terengah-engah perlahan berbaring disana sambil melonggarkan ikatan syal nya agar bisa bernafas lebih mudah.
************
Tira yang baru saja selesai mendengarkan cerita dari robot milik Gama tampak memikirkan sesuatu sambil berjalan mondar-mandir di kamarnya.
"Jadi.. suku orang itu pandai mengolah sesuatu dari benda keras seperti pedang dan sebagainya? Tapi suku itu tidak ada yang tau cara memasak dan hanya memakan bahan mentahan dari hutan? Karna masakan Gama, akhirnya salah satu dari mereka memutuskan untuk pergi keluar untuk belajar memasak, begitu?" Tanya Tira untuk memastikan kalau cerita yang di sampaikan nya benar.
"Betul Paman. Saya tidak berbohong sama sekali," jawab robot yang melayang di hadapannya sambil mengangkat satu tangan kecilnya.
Tira tersentak lalu dia terkekeh sambil membelai kepala bulat robot itu.
"Tenang saja, Paman percaya. Terimakasih Karna sudah memberitahu paman. Kamu boleh pulang kalau mau," kata Tira menyeringai.
Robot itu pun pamit dan bergegas pergi lewat jendela rumah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kami (Part 4)
Fiksi PenggemarPerhatian, cerita ini terdapat adegan dewasa termasuk sesama jenis. Bagi yang tidak nyaman, di sarankan untuk tidak membacanya.