BAB 22 : SEBUAH PENGAKUAN

7 4 0
                                    

Hujan seketika turun di atas hutan yang dipenuhi pepohonan hijau dan rumput liar. Mendung  menambah suasana sedih di hutan itu.
Tolong
Teriak seorang gadis terdengar samar-samar.
Gadis itu nyaris terjatuh ke dalam jurang yang dalamnya ±10 m. Beruntung ia masih diselamatkan oleh sebuah cabang pohon yang masih kokoh menempel di mulut jurang.
Sudah dua hari gadis itu tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa berdiam diri sambil menggantungkan tangannya di cabang pohon itu seraya berteriak meminta pertolongan.
Gadis itu adalah Nia. Tak disangka kalau dirinya masih hidup. Walaupun nyawanya nyaris melayang. Namun ia masih berharap untuk tetap hidup.
Sedangkan, di bumi perkemahan isak tangis masih menyelimuti mereka dengan matinya gadis yang mirip dengan Nia di kantong jenazah itu. Disaat, semua bersedih Rani mengingat sesuatu hal tentang Nia. Ia mengingat sebuah tanda persahabatan berupa cincin berwarna ungu yang harusnya melingkar di jari manis tangan kanan Nia.
Dengan segera ia mengecek tangan kanan gadis di kantong jenazah itu. Benar saja, kalau jasad di kantong jenazah bukanlah Nia yang asli. Melainkan orang lain yang mirip dengannya.
“Bu Kasih, Tante, Paman, mama”Tegur Rani yang memancarkan senyum.
Semua melihat ke arah Rani dan mengerutkan kening seraya bertanya-tanya
“ada apa nak?”tanya Bu Kasih
“Ini Bukan Nia!”jelasnya
“ini Nia nak.”Ucap Bu Kasih tak percaya.
“ini Bukan Nia. Tanda persahabatan kami yang berupa cincin tidak ada di tangan kanan gadis itu”
“nak, ibu tau kalau kamu masih belum percaya bahwa sahabat sejatimu sudah gak ada lagi”
“Bu, dengar saya bu!dia bukan Nia. Nia juga memiliki tanda lahir di samping lehernya”
“apa?kalau ini bukan Nia!, jadi siapa?”
Semua orang disana merasa heran dengan penjelasan Rani. Jika itu bukanlah Nia, lalu Nia dimana.

                             ***

Cabang pohon itu perlahan mulai tak sanggup untuk bertahan di mulut jurang itu.genggaman Nia juga mulai tak sanggup lagi untuk menggengam erat.
Nia sudah merasa pasrah jika nyawanya berakhir di hutan lebat ini. hati kecilnya berharap agar bisa selamat rasanya mustahil.

tuhan, kalau Engkau ingin mengambil nyawaku disini. aku ikhlas. Namun, aku masih berharap mama dan ayah kembali seperti biasa tanpa pertengkaran atau permusuhan lagi. Walaupun sudah tidak ada diriku lagi'

Ucap Nia terdengar samar dan lemas sembari meneteskan air matanya yang jatuh tak terhitung lagi.
Tak ada lagi harapan untuk bisa bertahan hidup. Apalagi cabang pohon itu nyaris terbelah menjadi dua dan tubuhnya akan terjatuh ke dasar jurang yang amat dalam.
krak
Suara cabang pohon itu mulai terdengar patah. Patahannya mulai terpisah. Nia juga mulai menutup mata walaupun hujan masih menyirami dirinya.

argh...'

Teriak Nia yang terjatuh beserta sebagian cabang pohon itu. Namun, seketika sebuah tangan mengambil salah satu tangannya dan membuat ia tidak terjatuh ke dasar jurang.
“Nia, kamu bertahan nak!. Pegang tangan Ayah dengan erat!”teriak seseorang yang tak asing baginya. Ya Ayahnya.
“Ayah!”
“bertahan nak!”
Akhirnya Nia selamat berkat Ayahnya yang menolong tepat waktu. Ia memeluk ayahnya dengan erat sembari masih menangis deras bak hujan yang mengguyur bumi.
Siapa yang sangka, Didit seorang yang cuek dan egois saat muda hingga sekarang. Ia tetap meresahkan kondisi anaknya yang menghilang di hutan sendirian, setelah mengetahui jasad yang Tim SAR temukan bukanlah jasad Nia yang asli.
“maafkan ayah Nak!”
“ayah?kenapa ayah menangis?”tanya Nia
“ini semua salah Ayah!”
“Salah ayah?maksudnya?”
“Anak yang buat kamu malu itu. Tidak akan seperti tu jika bukan ayah memulai”
“Nia gak ngerti Ayah, maksudnya bagaimana?”
“ayah yang merampok rumah orang tuanya dan ayah yang membunuh!maafkan ayah nak!”jelas Didit sembari menangis.
Nia seketika mengerti apa yang di ucapkan ayahnya. Benar dugaannya, selama ini adalah Didit yang merampok rumah keluarga Tiro seperti yang ia dengar pada saat di opname waktu itu.

***

Siswa Baru [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang