BAB 6 : LALAT PENGGANGGU

17 4 0
                                    

Nia termenung sesaat, setelah melihat Tiro yang aneh tadi. Tetapi, seketika pundaknya ditepuk oleh Rani yang ingin pamit karena telah dijemput. Entah kenapa, Nia itu sangat penasaran dengan Tiro. Ia tak tahu apa yang sedang terjadi dengan siswa baru itu yang membuat pusing kepalanya.

“Nia?, lihat apa?”

“eh Rani?, gak ada apa-apa kok”

“Nia, mamaku udah jemput tuh di koridor. Aku tadi cari kamu loh!”

“cari kenapa?”

“kamu gak mau nebeng?”

“gak usah Ran, Pak Yanto udah dijalan kok”

“ya udah deh, aku pulang dulu”

Beberapa menit kemudian, Pak Yanto―supirnya menghampirinya dengan membawa sebuah jas hujan dan payung. Raut wajah Pak Yanto terlihat sangat cemas karena menjemput agak lama dirinya. Tapi sebenarnya tak ada yang perlu dikhawatirkan apalagi hanya Nia.
“Non?, ayo pulang non”Ajak Pak Yanto sembari mengulurkan payung dan jas hujan.

“iya, pak”

Mereka melangkahkan kaki menuju sebuah mobil berwarna hitam. Langkah kaki Nia begitu pelan dan sedikit berhati-hati dengan genangan air disekitar tempat parkiran.

Saat didalam mobil, ia kembali membuka handphone miliknya. Sedangkan Pak Yanto sedang sibuk untuk bersiap-siap mengemudikan mobil hitam yang sudah basah kuyup dipenuhi rintikan air hujan.
Apakah kalian tahu?wajah Nia yang ceria disekolah sebenarnya hanyalah sebuah topeng agar dirinya tak terlihat sedih oleh Rani. Ia sebenarnya tak ingin pulang kerumahnya. Bukan tanpa alasan, akhir-akhir ini ayah dan ibunya selalu bertengkar, karena urusan perusahan ayahnya yang mendekati ambang kebangkrutan. Ia sudah tak tahu apalagi yang harus diperbuat untuk membantu menyelesaikan masalah dalam keluarganya.

Pak Yanto melihat Nia yang termenung dari kaca depan beranda mobil, Pak Yanto cukup penasaran dan bertanya kepadanya”Non, Nia tidak apa-apa?”

“gak apa-apa pak”

“Non, pasti lagi pikirin ayah dan ibu non ya?”

“ehm...,iya pak”

“Non, Pak Yanto pernah juga berada di posisi Non sekarang. Mbok dan Pa’e, Pak Yanto juga dulu pernah bertengkar hanya karena hal yang sulit untuk diselesaikan. Tapi, sebenarnya masalah itu akan terselesaikan jika kita sabar dan tenang, karena pak Yanto tau masa-masa itulah adalah sebuah emas yang tak akan pernah didapatkan lagi.”Ucap Pak Yanto yang sedikit menenangkan.

“tapi, pak. Ayah dan mama sepertinya lagi berada di puncak emosi”

“iya, justru saat itulah Non harus menenangkan ayah Non. Api akan kalah jika disiram air”

“tapi, pak aku takut. Kalau ayah akan memarahiku juga”

insya allah,tidak non”

“nanti saya coba Pak, makasih sarannya Pak.”

***

Jalanan menuju rumah Nia cukup macet ditambah hujan masih mengguyur, ia hanya bisa melihat dari kaca mobilnya yang sudah dipenuhi rintikan hujan. Hari ini memanglah hari yang cukup menyebalkan baginya dan juga sekaligus misterius. Apa yang menyebalkan, ya apalagi kalau bukan Rani yang selalu menjadi lalat bagi Nia. Sahabatnya itu seperti ingin memecahkan gendang telinganya dan ingin mendidihkan otaknya.

Tapi, hal yang misterius adalah perilaku Tiro yang cukup aneh tadi, apakah Tiro itu sama aja dengan Rani?hanya waktu yang akan membuktikan kesamaan mereka. Seketika saat ia sedang melamun, handphone miliknya bergetar dan mengeluarkan ring tone khasnya. Sorot matanya melihat ke arah layar handphonenya. Ah, ternyata yang meneleponnya adalah Rani. Buat apa Rani meneleponnya, apakah ini pertanda musibah. Atau justru masalah.
Ia berusaha menarik nafas yang dalam untuk memencet sebuah tanda hijau di layar handphone itu, berharap bahwa tak akan ada apa-apa.”Halo, Ran?”sapanya

“Nia, kamu udah pulang?”

“belum, lagi macet”

“macet, hujan-hujan gini?”

“iyalah,”

“eh, si Tiro udah pulang gak ya?”

i don’t know. Aku bukan mamanya”Jawabnya ketus

“yaelah, sok bahasa inggris lagi. Ngomong-ngomong apa sih artinya?”

“tau ah, mau ngomong apa sih Ran?, kalau gak penting-penting amat gak usah ngomong lah”

Tiba-tiba Rani hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. Nia jadi penasaran, karena tak ada respon dari Rani.”are you okay Ran?. Kamu kenapa sih Ran?”, lagi-lagi tak ada respon dari Rani, entah apa yang merasuki Rani tiba-tiba mengheningkan diri. Gadis itu memang selalu aneh. Padahal, rencananya mau sedih-sedihan di mobil, eh kenapa gak jadi.
Sudah, dua puluh menit terlihat di layar panggilan Rani. Dan belum ada jawaban sama sekali. Aduh, sepertinya Rani kebanyakan pulsa untuk nelpon. Ada apa lagi sih dengan Rani, ia hampir merasa elfeel gara-gara menunggu respon dari operator mendadak itu. Akhirnya setelah berabad-abad, respon terdengar dari handphone miliknya.

“Nia, aku gak apa-apa kok. Kamu biasa aja”

“udah basi tau gak,”

“aku basi ya?, aku kan bukan makanan”

“bukan kamu Rani, jawaban kamu tuh lambat banget.”

“oh, aku tadi gak bicara karena kamu bilang gak usah bicara Nia. Tapi aku gak kuat”

“gak gitu juga konsepnya Ran,”

“Nia, bantuin aku dong!. Kerjain matematikaku”Ucapnya mengalihkan pembicaran  dan memancarkan wajah hopeless

“gak ah!, males”

“ih, Nia jahat kali kau. Ini sahabat mu loh!”

“aku tau Ran. Memangnya kamu pembantu ku?gak kan?”

“gak lah. Bantuin aku dong!”

“aku lagi di jalan Ran. Hujan, macet, mendung, pusing, kesel, apalagi?”Curhatnya yang padat, singkat, dan cepat.

“imut dong!”

“makasih Ran, sering gini kali lah”

“pujian gak gratis loh. Biasanya aku di transfer uang”

what?cuman satu kata tok?”

“jaman sekarang gak ada yang gratis Nia, termasuk senyuman aku kepada Tiro.”Rani mengucap kata-kata tidak jelas lagi sembari tersenyum lebar.

“ya udah, kalau gitu ajarin kamu satu detik lima ratus ribu!gimana?”

“Nia, aku kan cuman bercanda”

“iya-iya, nanti kamu aku bantu. Tapi, kalau udah di rumah”

“Okey Nia, gini dong!, kasih habisin pulsa aja kamu Nia”

Setelah mendengar kalimat-kalimat itu, rasanya ia ingin meremas-remas pipi Rani. Ia mengelus-ngelus dada dengan tangan kananya secara perlahan sembari memencet tombol merah untuk mengakhiri pembicaraan yang cukup tidak penting itu.

***
Jangan Lupa Vote Ya, Biar Author bisa lanjutin Ke bab berikutnya

Siswa Baru [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang