BAB 26 : KRITIS

7 4 0
                                    

Dorongan kencang para petugas medis terlihat panik, saat membawa tubuh Tiro yang bersimbah darah. Tiro tak sadar setelah terjatuh dari lantai teratas di sekolah. Kereta dorong itu tak terlihat mulus seperti biasanya, namun penuh dengan tetesan darah-darah yang tak berhenti mengalir dari tengkorak kepala Tiro.
Ruang UGD rasanya tak cukup, dokter menyarankan untuk segera membawa tubuh Tiro ke ruang ICU. Di dalam ruangan itu, para perawat dan dokter bergegas untuk membalut luka di kepala Tiro dengan perban, memasangi selang oksigen yang di letakkan di kedua lubang hidung. Tak hanya itu, tubuh Tiro di pasang alat pengukur jantung. Ya, bedside monitor. Alat itu terletak tepat di samping ranjang Tiro.
Semua sudah di lakukan oleh dokter dan perawat disana. Berharap agar Tiro cepat sadar. Walaupun, luka Tiro cukup parah dengan sedikit retakan di tengkorak kepalanya.
‘tut―tut’
Suara bedside monitor terdengar berirama. Namun, membuat tegang Nia. Ia melihat Tiro terbaring lemah di dalam sana. Nia benar-benar merasa bersalah, Tiro tak mungkin seperti ini jika bukan karenanya.
“Dok, bagaimana keadaan Tiro?”Tanya Nia dengan cemas setelah melihat seorang dokter yang menangani Tiro keluar dari pintu ruang  ICU.
“Tiro sedang kritis dek. Retakan di tengkorak kepalanya membuat banyak darah keluar dan mengakibatkan pendarahan hebat. Berdoa aja ya dek, semoga Tiro gak apa-apa ya!saya pamit dulu”
“makasih infonya dok”
Dokter itu memberikan senyum tipis kepadanya.
Rani melihat wajah sahabatnya itu cemas. Ia tahu perasaan Nia, pasti ia merasa bersalah setelah kejadian tadi. Ia mendekati Nia dan berusaha untung menenangkan”Nia, kamu yang tenang dong!”
“aku gak bisa tenang Ran. Aku akan disalahkan sama bibi Tiro”
“ini bukan salah kita kok Nia, kita kan gak tahu kalau Tiro mengikuti kita kan?”
“iya, tapi rasanya bersalah sekali”
“jangan gitu dong Nia. Tiro pasti gak apa-apa”
“kamu yakin Tiro gak apa-apa Ran”
“yakin, asalkan kita berdoa aja sama Allah”
“iya Ran”

                            ***

Sementara itu,
Didit masih belum tenang memikirkan kondisi perusahaannya bangkrut. Apalagi di tambah dengan seluruh aset miliknya termasuk rumahnya sendiri akan disita oleh bank.
‘tok-tok’
Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Dalam benak Didit, ini mungkin adalah petugas bank. Ia berjalan menuju pintu depan. Alangkah terkejutnya ia, bukan petugas bank yang datang melainkan, dua orang polisi beserta dua orang lagi yang berpakaian rapi.”anda bapak Didit?”
“I―iya Pak”
“Bapak kami tahan!tangkap dia pak”
“salah saya apa pak?saya gak bersalah pak!”
Didit berusaha untuk mengelak, namun seseorang yang di kenal justru menyergapnya”tidak bersalah?wow, bapak licik sekali ya?setelah kejadian perampokan tiga belas tahun lalu, kamu seakan lupa segalanya?keterlaluan kamu Didit!”
“Rio?kamu?”
“iya, saya!anda kaget ya?”
“ tega kamu Rio, jahat!”
“tega?jahat?bukannya anda yang jahat?anda yang tega!”dengan Nada keras Rio berucap.
Ratu mendengar keributan di luar, langkah kakinya bergegas menuju sumber keributan itu. Alangkah terkejutnya ia melihat polisi.”ada apa ini pak?”
“begini bu, kami ingin menangkap Bapak Didit, atas laporan bapak Rio”
“Jangan, tangkap suami saya Pak!”
“tidak bisa bu!kami sudah memiliki bukti!. Cepat tangkap Dia Pak!”
Ratu tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa mengabari Nia bahwa ayahnya di tangkap.
Sementara, Itu
Tiro masih tak sadar.Kondisinya semakin memburuk. Nia benar-benar merasa bersalah. Ia takut kalau akan dilaporkan ke polisi.
Nada dering Hp Nia berbunyi. Mamanya menelpon, ia segera memencet tombol hijau di layar handphonenya”Halo. Kenapa ma?”
“Ayah kamu ditangkap Nak!”
“Apa?Ayah Ditangkap?”

                                       ***





Siswa Baru [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang