BAB 7 : KAPAN MASALAH INI AKAN SELESAI?

22 3 0
                                    


Ia mengetuk pintu dengan perlahan dengan wajah yang cukup lelah. Sudah berapa kali ia mengetuk pintu, dan tak biasanya, tak ada satupun orang yang membalas salamnya. Saat ia membuka pintu, terdengar cukup jelas suara sedang bertengkar. Ia tahu suara itu, dan ia mulai terbiasa dengan suara gaduh di arah sana. Rasanya sudah muyak mendengar itu semua, sudah hampir seminggu tak ada satupun kedamaian dirumah ini.

Ia menuju ke kamarnya dengan langkahnya yang begitu berat, seolah-olah sebuah bola besi beserta rantai yang kuat terikat di kakinya. Dengan wajah yang dipenuhi dengan kelesuan, ia mendaratkan tubuhnya di atas sebuah springbed yang cukup empuk dan tebal. Tak ada aktivitas lain, yang bisa ia lakukan sekarang, selain tidur. Siapa orang yang di dunia ini tidak menyukai tidur?, sebuah aktivitas dimana para aktivisnya bisa lakukan dimanapun, termasuk juga Nia. Ia bukanlah salah seorang kaum rebahan. Gadis yang ulet dan jenius itu tentulah tak pantas disebut kaum Rebahan apalagi mageran. Ia hari ini hanya merasa lelah yang ditambah dengan perang dunia ke tiga sedang terjadi di rumahnya.

Beberapa jam kemudian...

Terdengar suara ringtone dari meja belajarnya, membuatnya terkejut dan bangkit dari alam mimpi. Tanpa melihat ke layar handphonenya, sebenarnya ia sudah tahu, siapa yang sedang meneleponnya. Tapi, jika ia tak menjawab. Pasti akan beribu-ribu panggilan nanti di layar handphonenya. Kalian pasti sudah tahu siapa yang menggangu tidur Nia?, siapalagi kalau bukan Rani Natasha Hadi.

Dengan wajah yang lusuh, ia mengangkat panggilan masuk itu, tak ada semangat yang terpancar dari wajahnya, dengan perlahan ia mengangkat dan berkata"apa Ran?"

"kamu kenapa Nia?"Ucap Rani yang heran dengan suara Nia

"gak apa-apa, kok. Aku habis bangun tidur"

"oh.Nia, bantu dong. Sekarang ya, please!"

"iya-iya, tapi aku masih ngantuk Ran"

"Nia, kamu baru sampai?"

"iya, kenapa?"

"si Tiro udah sampai gak ya?"

"gak nyambung tau gak. Kan udah aku bilangin. Jangan sebut-sebut nama dia ditelinga ku Ran!"

"siapa yang sebut di telinga kamu?kan lewat nelpon?"

"terserah kamu aja Ran, bye!"Ucapnya sembari menutup panggilan Rani karena jika diteruskan maka akan semakin tak nyambung.Rani itu memang benar-benar aneh. Entah kapan dia bisa membuat dirinya kembali normal.

***

Tepat pukul 20.00, makan malam sudah disediakan di meja. Bi Onah, datang menghampirinya di kamar, dengan suara Bi Onah yang cukup terdengar begitu lemah lembut, memanggil namanya.

"Non, makanan udah siap"

"iya bi,"sahutnya

Ia masih sibuk dengan tugas Rani yang lumayan banyak. Sudah tiga puluh menit ia berada di meja belajar dengan kondisi perutnya yang sedang bergemuruh. Dengan terpaksa ia beranjak menuju meja makan. Saat berada di meja makan. Ia merasakan hal yang cukup aneh. Tak ada satupun orang yang menduduki bahkan mendekati meja makan yang luas itu. Satu orang pun tak ada.

Tiba-tiba, Nia merasa tak nafsu makan. Karena melihat pertengkaran kedua orang tuanya yang sudah mulai mendekati posisi bahaya. Ia paham benar dengan posisi kedua orang tuanya sekarang, karena perusahaan ayahnya mulai mendekati ambang kebangkrutan disebabkan seseorang sudah menyabotase sebuah proyek di luar negeri. Hingga ayahnya harus membayar kerugian sebesar 12 milyar rupiah, walaupun itu bukan nominal yang kecil, tapi menurut Nia kalau hal ini bisa diatasi secara kekeluargaan.

Ia mengingat perkataan Pak Yanto tadi, bahwa masalah sebesar apapun akan selesai jika kita sabar dan tenang dalam menghadapinya. Tapi, apa yang bisa ia buat?ia hanya bisa meratapi semua pertengkaran kedua orang tuanya, tak ada yang bisa ia lakukan selain berdiam diri dan menuliskan di buku Diary. Tadi rasanya perutnya benar-benar lapar dan sekarang ia mulai tak nafsu makan. Ia kembali menuju ke kamarnya dan menulis serangkai curahan hatinya terhadap pertengkaran orang tuanya sembari menitikkan air matanya yang perlahan-lahan mulai deras.

'Dear Diary, kenapa sih ayah dan mama seperti itu. Bukannya menyelasaikan masalah dengan tenang, malah menyelesaikan masalah dengan keributan. Diary, aku takut kalau mereka akan berpisah, apa yang akan ku lakukan Diary?, aku tahu kalau kamu hanya sebuah buku, tapi aku yakin kamu pasti mengerti apa yang dirasakan hati kecilku ini kan Diary?'

***
Nantikan, Bab Selanjutnya Ya!
Vote, Vote, dan Vote


Siswa Baru [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang