BAB 29 : KALIMAT TERAKHIR TIRO

12 4 1
                                    

Udara seketika terasa sejuk, sampai menusuk kulit. Namun, rembulan masih tetap menerangi malam yang di penuhi kekhawatiran, khususnya dirumah sakit.
Dengan memakai pakaian hijau membalut dirinya, ia melihat Tiro telah siuman di ICU. Ia memancarkan senyum di bibirnya. Ya, pertanda sedikit lega. Setelah kejadian itu.
Namun, senyuman itu hanya muncul sesaat. Seketika Tiro mengucapkan kalimat-kalimat yang  membuat semua orang menjadi khawatir. Tiro menyorotinya dengan wajah pucat Tiro akibat pendarahan yang cukup hebat.
Nia mengernyitkan keningnya, ia bertanya-tanya pada diri sendiri. Mengapa Tiro melihatnya, ada apa?. Pertanyaan itu seketika terjawab setelah Tiro mengucapkan sesuatu"Nia, aku minta maaf. Kalau aku  punya banyak salah, bikin kamu marah dan kesal"
"salah?ah, lupakan saja Tiro. Aku sudah maafkan kamu kok"Ucap Nia.
"makasih Nia, kamu juga sudah tolongin aku, saat depresi. Walaupun kamu kesal sama aku"
"sama-sama Tiro, kita kan sahabat"
"sahabat?kamu mau jadi sahabat aku?"
"iya, Rani, aku, dan Tiro adalah sahabat"
Tiro tersenyum sembari menteskan air matanya, ia terharu, karena sebelum ini tak ada yang mau bersahabat dengannya. Ia begitu bahagia namun kebahagiaan itu hanya sesaat.
Kondisi Tiro mulai tak stabil lagi, ia berusaha untuk berbicara dengan Nia di waktu-waktu terakhirnya,"Nia, aku bahagia sekali. Tapi, aku harus pergi"
"Tiro kamu jangan ngomong seperti itu, kamu harus sembuh"
"a―ku gak bisa lama-lama lagi. Ayah dan Bunda sedang menungguku di sana. a―ku pa―mit Nia."Ucap Tiro tersendat-sendat.

'tit'

Saat itu, Tiro menutup matanya, nafasnya sudah tak ada lagi, indikator bedside monitor sudah menunjukkan garis datar dan berbunyi.
Semua orang di situ menangis, termasuk Nia. Ia berteriak memanggil namanya, namun Tiro sudah pergi untuk selamanya.
                             ***
Pemakaman Tiro sudah selesai, terlihat pusara Tiro bersampingan dengan pusaran ayah dan bundanya. Nia hanya bisa berdoa untuk Tiro, karena ia tahu kalau ia juga akan pergi bersama mereka, cepat maupun lambat.
Nia menyeka air matanya yang sedikit demi sedikit mengalir. Tapi, ia mengingat Tiro sudah bahagia disana bersama ayah dan bunda Tiro. Seharusnya ia tersenyum bukannya bersedih. Karena, sejak berpuluh-puluh tahun akhirnya mereka di persatukan, walaupun tidak di dunia nyata.
Nia meninggalkan pusara Tiro dan pulang. Hari ini adalah waktu terakhir untuk mengemas barang-barang di rumahnya. Beruntung, almarhumah nenek mewarisi rumah untuk mamanya. Sehingga, ia dan mamanya bisa memiliki tempat berteduh dan berlindung, walaupun rumah peninggalan nenek tak cukup luas seperti rumah mereka yang dulu.
Sementara itu, ayah Nia di jatuhi hukuman seumur hidup. Hukuman itu memanglah sepadan atas tindakan yang diperbuat dari masa lalu Didit.

                            ***

Siswa Baru [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang