24. Kencan di Zurich

5.5K 667 165
                                    

Ny. Jongcheveevat menepuk punggung bergetar Kana yang tengah terisak pelan. Kepala anak itu menyender lemas pada bahu sempit Ibu dengan keadaan wajah basah penuh air mata dan merah padam akibat terlalu lama menangis.

Ibu tidak mengeluarkan sepatah katapun selain mengusap lembut surai hitam Kana yang kini juga ikutan basah karena keringat.

"Au hiks.. ikuttt~" Tangisan Kana terdengar pilu. "Mama hiks.. napa hiks.. tindalin akuu.., Papa uga hiks.. pelgii tindalin Kana huhuhu..," isak si Kecil seraya mengeratkan pelukannya pada leher Ibu Mew.

"Au cama Mamaa huwaaa~"

Begitu terus hingga lima belas menit kemudian isak tangis Kana mulai mereda. Belum sepenuhnya berhenti karena Kana masih mengeluarkan air mata sambil sesenggukan.

Sebenarnya, kenapa Kana menangis sampai lama begitu?

Ya... Biasalah. Alasan klise anak-anak.

40 menit yang lalu, suasana villa masih terdengar tenang dan tentram. Dan seperti biasanya juga, kalau pagi hari itu Kana pasti bangun duluan untuk mengekori siapa saja yang berada di dapur. Sekedar minta makan ataupun minta dibuatkan susu.

Namun pagi tadi kedua orang tua Kana terlihat sibuk sekali mondar-mandir diruang tamu dengan sebuah ponsel di telinga masing-masing. Dua orang dewasa tersebut terlihat memasang raut wajah sangat serius sampai-sampai keinginan Kana buat mengucapkan kata selamat pagi pada Mama dan Papa jadi ikutan tertunda.

Kana cuma bisa terdiam kaku di samping sofa dengan menggigit jari telunjuk sambil menunggu urusan kedua orang tuanya itu selesai dan lekas mematikan telepon.

Sayangnya, hal tersebut tidak kunjung terjadi dikarenakan ada panggilan mendesak dari kantor pusat perusahaan Papa yang mengharuskan mereka berdua untuk pergi langsung menuju kantor.

Flashback...

"Baiklah, kami akan menuju kesana saat ini juga! Tolong katakan pada mereka untuk menunggu!" Papa mematikan ponsel secara sepihak lalu meraih Coat hitam panjangnya yang ia sampirkan pada sofa. Begitupun dengan sang Istri yang kini tampak jengkel akibat panggilan mendadak dari kantor tersebut.

"Ayo Pa! Jangan sampai klien penting kita mereka rebut karena masalah sepele begini," tegas Mama merapihkan rambut panjangnya.

Saking tergesa-gesanya, dua orang itu sama sekali tidak menyadari bahwa ada seseorang yang berdiri diam dekat sudut sofa sambil memeluk boneka erat-erat. Hingga derit bunyi pintu terbuka terdengar, sosok pendek itu segera mendekat.

"Mama!"

Langkah Chana terhenti. Ia reflek menoleh ke arah sumber suara sebelum kakinya mencapai daun pintu.

"Baby?"

"Ceyamat pagiii~" Sapa si Kecil tersenyum lebar.

Akhirnya kesampaian juga mengucapkan selamat pagi pada Mama. Maunya kasih ucapan selamat pagi juga untuk Papa. Tapi apa daya, Papanya sudah keluar duluan sebelum Kana sempat menyapa.

Mama ikut tersenyum. Tubuh rampingnya menunduk agak rendah guna menyamakan tinggi Kana dengan dirinya. "Pagi juga kesayangan, Mama. Semalaman tidur kamu nyenyak?"

Kana mengangguk, "Hu'um. Mama au temana? Kok tantik banet?" Sebelah tangan mungilnya membelai wajah Mama yang sudah dipoles bedak.

"Wah... Terima kasih atas pujiannya sayang. Anak Mama juga manis sekali pagi ini," balas Mama mengecup punggung tangan Kana.

Wanita berkepala tiga tersebut hendak berbicara sesuatu, sebelum bunyi klakson mobil suaminya terdengar sebanyak 2 kali dari arah pekarangan. Dirasa tak ada waktu lagi, Mama mencium puncak kepala anaknya sekilas lalu berdiri cepat.

STILL A BABY   ||   BABY KANA IN ACTION✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang