SINAR mentari masuk melalui celah celah gorden, menelusup retina seorang gadis berambut hitam pekat itu.Alya menggeliat ditempat tidurnya, walaupun Alya seorang perempuan, tetapi kasurnya sudah hampir mirip dengan kapal pecah. Bahkan seprai kasurnya sudah amburadul tak tertata lagi.
Tak lama berselang, ketukan pintu membuat Alya sedikit terusik dari tidurnya. Dengan malas, Alya bangun dari tidurnya kemudian memutar kenop pintu.
"Pagi, non." Seorang asisten rumah tangga bernama Bi Ijah itu tersenyum tipis ketika sang empu kamar membuka pintunya.
"Bi Ijah? Ada apa?" Tanya Alya dengan suara seraknya khas orang bangun tidur.
"Non Alya disuruh bersiap siap. Tuan Malik sudah menunggu dibawah." Jawab Bi Ijah dengan seulas senyum.
Alya mengerutkan keningnya, ada gerangan apa Abahnya pagi pagi begini menyuruhnya untuk bersiap-siap?
Setelah mengumpulkan semua nyawanya, Alya berpikir sejenak, seperti nya ia mengingat sesuatu, tetapi apa ya..
Sesaat dirinya tersadar dan menepuk jidatnya sendiri. Astaga, bagaimana dirinya bisa lupa jika semalam Abahnya mengirim pesan padanya?
"Baik bi. Alya akan bersiap siap." Ucapnya kemudian menutup pintunya setelah Bisa Ijah pergi dari hadapannya.
Alya, ia sosok gadis yang unik dari kebanyakan gadis lainnya. Sifatnya yang cenderung tomboy itu membuatnya bersikap cuek dan bodo amat.
Dapat dilihat dari segi penampilan nya, gadis yang saja berusia lima belas tahun itu lebih memilih celana jeans daripada rok. Ia lebih menyukai Kaos Oversize dan Hoodie daripada baju lainnya. Warna yang ia sukai bukan seperti kebanyakan wanita lainnya. Ia cenderung menyukai warna warna gelap, seperti hitam, navy, ataupun army.
Waktu mandi nya juga berbeda dari kebanyakan gadis lainnya, yang mungkin ber puluh puluh menit, ataupun berjam jam. Tetapi untuk Alya, ia hanya butuh waktu sepuluh menit, bahkan dirinya sudah mengenakan pakaian, sungguh luar biasa bukan?
Alya menatap pantulannya dari cermin. Bush pants berwarna hitam dipadu dengan sweater berwarna navy, dilengkapi dengan jilbab segitiga berwarna hitam. Setelah merasa siap, Alya turun ke lantai bawah untuk menemui Abahnya.
Pandangannya menyapu keseluruh ruangan, ia tak mendapati Abahnya sama sekali. Kemana Abahnya pergi? Bukannya kata Bi Ijah Abahnya sedang menunggu di bawah? Tetapi kenapa sekarang tidak ada?
Alya melangkahkan kakinya menuju kamar Malik yang terletak di bagian pojok ruangan. Tangannya terulur memutar kenop pintu. Setelah pintu terbuka lebar, Alya mendapati Malik tengah berada di balkon dan sedang bertelepon.
"Ah baik pak, akan saya ulangi. Nama putriku Alya Qaisarah, usianya sekitar lima belas tahun. Saat ini ia sudah menduduki kelas 9, In Syaa Allah bulan depan sudah lulus. Saya hanya berharap putriku dapat di terima di pesantren ini."
"...."
"Baik pak baik. Terimakasih banyak.. saya akan kesana lusa, In Syaa Allah. Sekali lagi terimakasih banyak pak. Waalaikumussalam.."
Niat awalnya yang ingin menghampiri Abahnya terhenti akibat ucapan Malik yang membuatnya membeku seketika.
A-apa? Pesan-tren?? Apa Abahnya benar benar akan memasukkan nya kedalam penjara itu?
Oksigen disekitar Alya serasa menipis, dadanya sesak mendengar ucapan Abahnya barusan. Kenapa Abahnya bisa setega ini membuang putrinya? Apa ucapan Abahnya semalam hanya buaian belaka?.
Malik tersenyum sumringah ketika mendengar pihak pesantren dapat menerimanya putrinya, ia tak sabar lagi melihat putri kesayangannya mengenakan gamis serta jilbab lebar. Itu adalah impiannya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alya Qaisarah [REVISI]
Teen Fiction"Dunia ini bukanlah tempat untuk beristirahat, tempat istirahat yang sesungguhnya adalah surga." Begitulah kata Abah. Disaat yang lain tengah sibuk membenahi diri dan karir. Aku tengah dituntut untuk mengembalikan imanku yang telah lama hilang. Usia...