- Gundah Gulana

283 27 0
                                    


HARI ini, Alya sudah diperbolehkan pulang ke rumah oleh dokter. Tentunya dengan sejuta obat obatan yang menyebalkan bagi Alya.

Sedangkan Alya, gadis itu sendiri kini tengah membersihkan kamarnya. Sebenarnya ia bukan tipikal orang yang rajin membersihkan sesuatu, tetapi hari ini ia terpaksa melakukannya agar buku bahasa Indonesia miliknya ditemukan.

Sudah satu jam lamanya Alya mengobrak abrik isi lemarinya, mencari sana sini tetapi ia sama sekali tak mendapati buku bersampul biru tersebut. Oh ayolah, jika bukan karena Bu Ayi' ia tak akan repot repot seperti ini.

Bu Ayi' adalah guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelasnya. Bu Ayi' terkenal killer karena tak segan segan menghukum siswanya yang berbuat salah, bahkan hal sekecil tidak membawa buku pun akan ikut akan terkena hukuman.

Tak tanggung-tanggung, hukuman yang diberikan Bu Ayi' melebihi batas wajar. Ia bahkan pernah dihukum mengelilingi lapangan sebanyak lima kali dengan mengangkat dua ember berisi air penuh hanya karena lupa tidak mengerjakan PR. Tidak itu saja, ditambah membersihkan tiga bilik toilet wanita. Sungguh sadis bukan?

Alya berdecak sebal, ia sudah pasrah, biar saja besok dirinya dihukum. Yang terpenting sekarang ia bisa rebahan menikmati waktunya.

Dengan semangat empat lima ia merebahkan dirinya diatas kasur, matanya menyapu ke setiap sudut ruangan.

Pandangannya terjatuh pada jaket kulit yang menggantung di gagang pintu lemarinya. Setahunya ia tak memiliki jaket kulit, tapi kenapa jaket ini ada di kamarnya? Apa milik Abahnya? Tidak mungkin, Ia tahu persis bahwa Malik paling anti dengan jaket kulit, apalagi jika jaket tersebut memiliki bulu halus didalamnya.

Sesaat Alya tersadar bahwa jaket tersebut milik sosok laki laki yang menolongnya pada malam itu. Jika diingat ingat Alya lupa wajah laki-laki itu, karena hujan deras yang mengguyur ditambah gelapnya malam membuat Alya jadi tak bisa melihat secara jelas wajah si pemilik jaket ini.

Alya frustasi memikirkan cara mengembalikan jaket tersebut, wajahnya saja ia tak tahu apalagi namanya, huh benar benar rumit.

"Ck, ini ngembaliinnya gimana? Ah bodo amatlah kapan kapan aja mikirnya." gerutu Alya seraya menaruh jaket tersebut kedalam lemari miliknya

•••

Adnan Hussain, remaja laki laki yang usianya sebentar lagi menginjak tujuh belas tahun itu kini termenung diatas rooftop asrama. Ditemani dengan secangkir teh dan beberapa kitab ditangannya.

"Oi Nan, jangan lupa besok pagi!"

Adnan terkejut bukan main ketika mendengar teriakkan sahabatnya dari arah sampingnya.

"Astaghfirullag Ridh, salam dulu he! Untung telingaku ga apa apa. Kenapa si pake teriak teriak segala!" gerutu Adnan dan Faridh hanya cengengesan.

"Hehe, ampun maap Nan. Ane tadi reflek jadi lupa salam, yauda ni ane salam dulu. Assalamu'alaikum.." ucapannya kemudian mengambil alih duduk disebelah Adnan

"Ck, iya waalaikumussalam."

"Ada apa?" tanya Adnan ketus

"Aduh santai dong Nan, tadi bang Ridho nyuruh ane bersihin aula, katanya buat persiapan penerimaan santri baru bulan depan. Bantuin dong!"

Adnan memutar bola matanya malas, selalu saja sahabatnya ini menyusahkannya, jika saja Adnan tak ingat bahwa Faridh adalah sahabatnya, sudah ia buang jauh jauh ke sungai Amazon. Biar saja dimakan Megalodon, ia ikhlas lahir batin.

"Iye iye ntar aku bantuin. Emangnya kenapa sekarang? Bukannya masih sebulan lagi?" tanya Adnan

"Aku juga gatau Nan, kata bang Ridho lebih baik dibersihin lebih cepat biar bisa dibuat persiapan yang lain, gitu." terang Faridh dan dijawab deheman oleh Adnan

"He'em apa nih? He'em iya atau enggak? Irit banget kalau ngomong Nan. Padahal ngomong tu gratis, ga bayar.. pelit banget kalau-"

"Ya Allah iya iya, ntar aku bantuin. Ini lagi lalaran kitab kamu ngganggu aja jadi ga konsen ni!" protes Adnan kesal.

Faridh terkekeh melihat ekspresi temannya yang kesal itu. "Hehe ya maap nan, yaudah ya aku lagi ditungguin Sinyo ini. Jangan lupa besok pagi ke aula!! Bantuin aku, Inget Nan!! Assalamu'alaikum." ucap Faridh kemudian melipir pergi.


"Iya waalai-"

Adnan mendengus kesal karena Faridh langsung melenggang pergi begitu saja, padahal ia belum selesai menjawab salam. Rasanya ia ingin menjadikan Faridh ayam geprek. Benar benar menyebalkan!

•••

Alya menatap nanar foto yang ada ditangannya. Ya, foto yang berada di mading ia ambil. Tapi sepertinya usahanya sia sia saja, Sasil sudah menyebarkan foto itu ke grup sekolahnya yang berisi dari angkatan kelas 7 sampai 9. Alya menghela nafas gusar, ia baru saja keluar dari rumah sakit tapi sudah dibebankan dengan pikiran seperti ini.

Ketukan pintu kamarnya membuat Alya tersadar, dengan malas ia beranjak dari kursi dan membuka pintu kamarnya. Ternyata Bi Ijah, wanita paruh baya itu tengah tersenyum hangat padanya.

"Iya Bi Ijah, ada apa?" tanyanya

"Tuan Malik menyuruh non Alya turun kebawah. Makan malam sudah siap." jawab Bi Ijah dan diangguki oleh Alya.

"Baik bi, nanti Alya turun kok." ujar Alya kemudian kembali masuk kedalam kamarnya.

Alya membanting tubuhnya keatas kasur. Hati dan raganya lelah memikirkan semua ini, apakah hidupnya memang ditakdirkan ditimpa masalah terus menerus? Apa ia tak memiliki kesempatan bahagia dan tenang sedikit? Ah entahlah, Alya benar benar lelah memikirkan itu semua. Biarkan kali ini takdir yang akan menentukan nasibnya.





















-•-•-•-

Don't forget to vote and comment

Jazakumullahu Khairan Khatsiraan

📝: Rabu, 21 Juli 2021

Alya Qaisarah [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang