- Rahasia Malik

228 23 0
                                    


   ALYA berteriak kencang meluapkan semua emosinya, jilbabnya sudah tak tertata rapi lagi, seragam nya basah kuyup terkena guyuran hujan.

Ia tidak peduli semuanya, yang ia pikirkan kini hanya dirinya sendiri. Ia benar benar lelah menghadapi semuanya.

Angin berhembus kencang, petir menyambar saling bersahutan. Derasnya hujan tak membuat Alya beranjak pergi dari tempat itu. Sudah kedua kalinya ia berada di posisi seperti ini. Seolah olah semesta tengah mempermainkannya.

"Alyaaa!" teriak seseorang dari arah belakang Alya

Gadis bernama Hana itu berlari menuju arah Alya yang tak menoleh ke arahnya sama sekali.

"Alya, lo kemarin udah masuk rumah sakit masih ga kapok kapok juga ternyata." gerutu Hana mencoba menarik Alya dari duduknya.

"Jangan begini Al! Lo harus bisa dewasa dikit. Jangan mudah terpengaruh emosi."

Alya mendongak menatap Hana, sedetik kemudian ia memeluk Hana erat erat.

"Ha-na, gue- gue mau mati aja." ringis nya

Hana melepas rangkulannya kemudian menampar Alya dengan kencang, membuat gadis itu terjatuh menatap tanah

"Apa yang lo bilang hah?!" Hana menatap Alya tak percaya, pasalnya selama ini ia selalu melihat sahabatnya bijak menghadapi masalah. Tetapi kali ini, kenapa tiba tiba Alya menjadi sosok yang lemah.

Hana menangis sesenggukan kemudian menarik Alya kedalam pelukannya. Ia sangat menyayangi nya, bahkan seperti saudara kandungnya sendiri.

"Alya.. dengerin gue. Semua masalah yang kita hadapi pasti ada jalan keluarnya. Tergantung bagaimana kita sendiri yang menyikapinya. Kalo lo kaya gini, yang ada malah memperkeruh suasana. Plis gue mohon lo harus bijak hadapin ini semua Al. Gue udah janji sama lo! Gue bakal bikin Sasil ngakuin perbuatannya."

"T-erimkasih Na. Gue sayang lo. Maafin sifat gue yang kekanakan. Gue bingung harus gimana Na, disatu sisi masalah gue belum selesai tapi masalah lainnya muncul. Gue gatau harus gimana lagi, gue bersyukur banget punya sahabat kaya lo Na." Alya mengeratkan pelukannya, keduanya menangis dalam diam.

Derasnya hujan menjadi saksi bisu tulusnya persahabatan kedua insan tersebut. Saling menguatkan disaat semesta seolah mempermainkannya.

•••

Alya menundukkan kepalanya tak berani menatap Malik yang berada didepannya. Sedari tadi ia diam membisu. Hatinya lelah, raganya hancur, rasanya ia seperti mayat hidup.

"Nak, Abah bukan membencimu. Abah sangat menyayangimu, Abah tidak mau jika Alya terjerumus kenakalan remaja zaman sekarang. Bahkan apa yang Abah takut takutkan akhirnya terjadi. Kau tahu nak, hati Abah hancur melihat fotomu tak mengenakan hijab diantara kerumunan laki laki.

Disitu Abah merasa menjadi sosok pemimpin yang tak becus mendidik putrinya sendiri. Abah tak tahu apa yang akan Abah katakan kepada Allah jika Abah sendiri lalai menjaga mu nak. Maafkan Abahmu ini nak. Abah hanya ingin melihat mu menjadi wanita yang shalihah. Abah mohon penuhi permintaan Abah untuk masuk pesantren." ujar Malik membuat Alya menitikkan air mata.

Malik menghela nafas panjang ketika putrinya diam membisu, tak menggubris perkataan nya.

"Tidak apa apa nak, Abah tau kau butuh waktu. Abah ada perlu nanti malam dengan teman Abah. Abah harap setelah pulang dari sana kamu sudah bisa memutuskan pilihanmu." ujar Malik sebelum pergi dari dalam kamar putrinya.

Alya menatap kosong ke arah pintu kamarnya yang tertutup. Ia tahu pasti Abahnya sangat kecewa dengannya, tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terlanjur. Bahkan ia sendiri tak tahu cara menyelesaikan semua masalahnya ini.

•••

Disisi lain, Malik menatap nanar sebuah lembaran kertas yang berada di tangannya. Sudah lima tahun lebih ia menyembunyikan semua ini dari putrinya. Bahkan mendiang istrinya pun juga tidak tahu. Jika saja ada olimpiade yang paling hebat menyembunyikan masalah, Malik pasti akan mendapatkan medali emas.

Ia menghela nafas kasar, kemudian beralih mengambil secangkir teh yang ada di atas nakas. Pikirannya melayang jauh pada enam belas tahun silam. Dimana kala itu istrinya, Halimatus Sa'diyah baru saja melahirkan buah hatinya, Alya Qaisarah.

"Maa syaa Allah, lihat ini mas. Putri kecil kita manis sekali." ujar Halimah membuat Malik menarik sudut bibirnya.

"Alhamdulillah, sama manis dan cantik seperti ummi nya." jawab Malik terkekeh kecil. Membuat Halimah tersipu malu mendengarnya.

Kedua pasangan suami istri tersebut nampak sangat bahagia, buah hati mereka telah lahir ke dunia, melengkapi keluarga kecil mereka.

Namun tak lama berselang beberapa bulan kemudian, Halimah dikabarkan jatuh sakit. Dokter memvonis Halimah terserang leukimia limfositik kronis,

Leukemia limfositik kronis sendiri atau biasa disebut (CLL) adalah kanker darah akibat gangguan pada sumsum tulang. Kata 'kronis' pada leukemia limfositik ini menandakan bahwa penyakit berkembang atau memburuk secara perlahan. Dengan kata lain, pasien tidak merasakan gejala diawal kondisi muncul. Gejala dapat dirasakan ketika kanker mulai menyebar ke hati, limpa, atau kelenjar getah bening.

Hal tersebut membuat Halimah tak dapat lagi menyusui Alya kecil, tapi itu tak membuat nya putus asa, dengan semangat ia mencari seorang ibu pengganti untuk menyusui putrinya. Walaupun dokter sudah mengatakan bahwa umurnya tak lama lagi, tetapi Halimah yakin bahwa takdir Allah baik untuknya, dan hanya Allah lah yang berhak menentukan kematiannya.

Sebuah mukjizat atau keberuntungan, sudah sepuluh tahun lamanya Halimah menjadi seorang ibu. Walaupun dokter telah memvonisnya tak akan hidup lama lagi.

Tetapi Allah membuktikan, bahwa hanya diri-Nya lah yang berhak menentukan hidup dan mati hambanya.

Dibalik itu semua, kini kondisi Halimah semakin lemah. Tetapi ia tetap mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan padanya dan keluarga kecilnya.

Malik sendiri sudah berusaha dengan membawa Halimah berobat kesana dan kemari, bahkan rela keluar negeri demi kesembuhan sang istri tercinta. Namun takdir berkata lain, tepat ketika hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke sebelas, Allah telah memanggil Halimah untuk selama lamanya.

Malik menjadi hancur ketika Halimah, istri tercintanya telah meninggalkannya. Bahkan ia sudah tak memikirkan semuanya, termasuk putri kecilnya yang baru berusia sebelas tahun kala itu. Malik frustasi hingga ia benar-benar melupakan Alya yang saat itu masih butuh kasih sayang dari orang tua.

Setiap harinya Malik hanya sibuk dengan pekerjaan dan pekerjaan. Ia terus menyalahkan takdir, mengapa Allah memanggil istrinya terlebih dahulu? Ia baru saja mendapatkan kebahagiaan, tetapi dengan sekejap Allah menarik kembali kebahagiaan nya.

Alya sendiri tak tahu mengapa Abahnya berubah drastis setelah Umminya wafat. Selama itu juga dirinya dirawat oleh Bi Ijah, sedangkan Bu Ina selaku ibu persusuan nya juga telah wafat ketika usianya menginjak sembilan tahun.

Kini, Malik menyesal telah menelantarkan putrinya. Waktu berjalan begitu cepat, Alya tumbuh menjadi gadis yang cantik. Ia bahkan melewatkan masa kanak-kanak nya tanpa dampingan Abahnya. Malik ingin menebus semua kesalahannya di masa lampau, tetapi takdir tak memihaknya, apa yang harus ia lakukan sekarang?
























-•-•-•-

Don't forget to vote and comment

Jazaakumullahu Khairan Khatsiraan

📝: Rabu, 18 Agustus 2021

Alya Qaisarah [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang