MALIK membuka pintu perlahan sambil mengucap salam. Yang pertama kali ia lihat hanyalah gelap. Pasti putrinya sudah tidur.Ia merasa sangat bersalah pada Alya, seharusnya di usianya sekarang ia mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Tetapi ia malah menelantarkan putrinya begitu saja.
Malik menghela nafas panjang, kemudian menutup pintu dan berjalan menuju kamarnya yang berada tak jauh dari ruang tamu.
Setelah meletakkan barang bawaannya, ia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Alya terbangun ketika mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi bagian bawah. Ia mengucek matanya dengan malas kemudian menyingkap selimutnya.
Dengan kesadaran yang masih belum utuh, Alya menyalakan saklar lampu.
Matanya menangkap Malik yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Loh kok bangun nak, ada apa?" tanya Malik ketika menyadari lampu menyala
"Hm, gapapa. Alya kira siapa, ternyata Abah." jawab Alya kemudian kembali masuk kedalam kamarnya.
Hati Malik mencelos melihatnya. Putrinya berubah seratus delapan puluh derajat. Tak terasa air matanya menetes begitu saja tanpa permisi.
Bagaimana nanti jika Alya mengetahui bahwa dirinya telah memasukkan nya ke pesantren? Apakah Alya akan membencinya?
Ya Rabb, sungguh ia tak akan sanggup dibenci oleh putrinya sendiri. Kini hanya Alya lah penguatnya. Yang menjadi harapannya satunya.
•••
Hari ini hari Ahad, semua pekerjaan dihentikan untuk melepaskan semua penat. Begitu pula dengan Adnan. Hari ini sekolahnya libur, ia sedang bermain dengan Uwais di belakang area rumah, itu juga karena paksaan dari Uwais.
Adnan yang sedang asyik bermain catur bersama Uwais itupun terpaksa berhenti ketika mendengar omelan Ghaziyah, adik perempuannya.
"Duh itu Ziyah pagi pagi udah ngomel aja." gerutu Uwais ketika mendengar teriakan kembarannya.
"Gatau, pagi pagi bukannya dzikir malah teriak teriak." imbuh Adnan dan diiyakan oleh Uwais.
Sedangkan dari dalam rumah, Gadis berusia empat belas tahun itu mendengus kesal karena sedari tadi yang dipanggilnya tidak datang datang.
Ya, kakak dan kembarannya itu memang sangat menyebalkan sekali. Ia sudah berulangkali mengingatkan untuk tidak menaruh handuk sembarangan. Tetapi sepertinya ucapannya hanya dianggap angin lalu oleh mereka.
Dengan langkah berat, Ziyah berjalan menuju area belakang rumah.
"Kalian pada budek atau gimana sih?!!" bentak Ziyah sambil mendobrak pintu dengan penuh amarah.
Adnan yang baru saja ingin membuka pintu, terpental beberapa senti karena dobrakan adik perempuannya itu. Sedangkan Uwais yang melihat kakaknya terpental itupun segera menghampiri Adnan yang tersungkur lemah.
"Astaghfirullah Abang!" teriak Uwais membuat Ziyah ikut terkejut dan segera menoleh ke belakang pintu.
Adnan merintih kesakitan ketika merasakan hidung, dahi, punggung dan perutnya nyeri yang amat luar biasa.
Ziyah merasa bersalah kemudian berlari menghambur memeluk kakaknya. Dengan Isak tangis, Gadis berusia empat belas tahun itu meminta maaf pada Adnan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alya Qaisarah [REVISI]
Teen Fiction"Dunia ini bukanlah tempat untuk beristirahat, tempat istirahat yang sesungguhnya adalah surga." Begitulah kata Abah. Disaat yang lain tengah sibuk membenahi diri dan karir. Aku tengah dituntut untuk mengembalikan imanku yang telah lama hilang. Usia...