ADNAN yang semula terlelap dalam mimpi itupun dikejutkan oleh suara pintu yang terbuka, ia lantas bangun dan menyandarkan tubuhnya ke dinding."Ini dia Ustadz anaknya!" seru salah seorang bapak bapak.
Adnan membulatkan matanya tatkala mendapati Ustadz Ilyas berada di ambang pintu bersama beberapa warga.
Adnan langsung bersimpuh di hadapan Ustadz Ilyas sembari mencoba menjelaskan masalah yang sebenarnya.
"Kita cambuk saja dia, Ustadz!" teriak salah satu warga.
Ustadz Ilyas mencoba menenangkan warga yang mulai mengeroyok Adnan tersebut. Walaupun dalam relung hatinya sangat terluka melihat kondisi sang putri, tetapi ia tak bisa main hakim memutuskan Adnan lah yang bersalah.
"Tenang bapak bapak, ibu ibu. Kita tidak boleh main hakim sendiri! Kita harus mengumpulkan bukti-bukti yang kuat jika nak Adnan pelakunya. Dan ucapan nak Adnan ini bisa kita pertimbangkan, barangkali ia berkata jujur." Ucap Ustadz Ilyas mencoba menenangkan warga yang sudah tersulut emosi.
Salah seorang ibu ibu menyahut, "Ustadz! Dimana hati nurani Ustadz sebagai Ayah! Apa tidak terluka melihat putrinya seperti itu?! Dan sekarang, masih membela orang yang jelas jelas bersalah! Yang telah menghancurkan masa depan putrinya sendiri! Dimana letak hatimu, Ustadz!!" teriaknya.
Ustadz Ilyas memberi isyarat agar ibu ibu yang lain menenangkan ibu tersebut terlebih dahulu.
"Begini bapak ibu, saya tahu betul nak Adnan ini bagaimana. Dia berasal dari keluarga yang terpandang dan bermartabat. Tidak mungkin rasanya dia melakukan ini semua. Dan saya tahu betul sifat nak Adnan, saya gurunya, dan saya mengakui murid saya ini tidak pernah berbohong sama sekali. Kita pertimbangkan sekali lagi ucapan nak Adnan tadi. Barangkali ia berbicara yang sebenarnya." Ucap Ustadz Ilyas.
Beberapa warga mengangguk, membuat Adnan menghela nafas lega, setidaknya ia bisa melihat secercah harapan dan jalan keluar dari masalah ini.
"Begini saja, biar nak Adnan saya bawa ke pesantren. Kita bicarakan ini secara kekeluargaan. Masalah ini biar saya urus semuanya. Bapak ibu tidak perlu khawatir, jika nak Adnan terbukti bersalah, maka kita serahkan pada pihak yang berwajib."
Ucapan Ustadz Ilyas seolah menghipnotis para warga. Semuanya menyetujui dan mengatakan siap sedia bila Adnan terbukti bersalah, maka hukuman siap menanti.
Ustadz Ilyas membawa Adnan menuju pesantren. Selama perjalanan, Ustadz Ilyas hanya diam membisu, sama hal nya dengan Adnan. Tetapi bagi Adnan, ini adalah hal yang asing baginya, tidak biasanya Ustadz nya ini selalu diam. Dan Adnan mengerti alasan dibalik itu semua.
"Ustadz.." panggilnya lirih.
Ilyas berdehem tetapi masih fokus mengemudikan mobilnya.
"Apa ustadz marah dengan Adnan? Adnan tidak melakukan apapun ustadz, percayalah! Adnan hanya ing-"
"Sudah, kita bicarakan ini di pesantren nanti." Potong Ustadz Ilyas membuat Adnan menunduk.
Tak lama kemudian mobil yang ditumpangi oleh Ustadz Ilyas dan Adnan akhirnya sampai di pesantren Ihya Assunnah. Adnan segera turun dari dalam mobil, begitu juga dengan Ustadz Ilyas.
Sebelumnya Adnan diminta mengganti bajunya dan membersihkan dirinya terlebih dahulu. Dikarenakan insiden semalam, baju koko milik Adnan sedikit robek dan kotor. Tak lupa Adnan juga meng qadha' shalat subuh yang belum sempat ia laksanakan. Untung saja sekarang matahari masih belum terbit, jadilah Adnan bisa melaksanakan shalat wajib tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alya Qaisarah [REVISI]
Fiksi Remaja"Dunia ini bukanlah tempat untuk beristirahat, tempat istirahat yang sesungguhnya adalah surga." Begitulah kata Abah. Disaat yang lain tengah sibuk membenahi diri dan karir. Aku tengah dituntut untuk mengembalikan imanku yang telah lama hilang. Usia...