"Gimana hari pertama kamu di sekolah, No? Baik-baik aja kan, nggak ada masalah kan?"
"Kak, aku udah dewasa kali. Nggak bakal kayak gitu lagi lah, lagian udah cukup ya, mamah sama kakak pindahin sekolah aku kemarin. Jangan rese lagi!"
"Kakak sama mamah ngelakuin hal yang baik lho buat kamu. Kenapa emangnya sama sekolah yang sekarang, nggak bagus?"
Kumpul dan bercengkrama usai makan malam bersama, Arion mulai membuka suara setelah sang kakak mulai ikut campur dengan dunia pendidikannya. Setelah sudah selesai memindahkan sekolahnya yang pertama, Arion memang sudah tidak suka dengan urusan kakaknya yang selalu dicampurkan oleh urusan adiknya sendiri.
Belum lagi dengan mamahnya yang satu misi dengan sang kakak, mau tidak mau dan suka tidak suka Arion hanya pasrah dan menerima kenyataan bahwa Arion memang harus pindah sekolah satu minggu yang lalu.
Ketertarikan dengan kota Bandung adalah kebersihannya. Walaupun sama dengan Jakarta, namun Arion lebih nyaman untuk tinggal disana dengan sang nenek yang selalu berperan andil mengurusi dirinya sampai SMA.
"Kalau kakak nggak musti di mutasi kesini, Nano mah males harus pindah-pindah segala. Lagian ya kak, kenapa nggak kakak aja sih yang tinggal disini sama mamah papah. Nano juga bisa tinggal sama kakek nenek lagi disana."
"Bukan begitu, No. Mamah kasian sama nenek dan kakek kamu yang seharusnya mereka sudah dalam masa istirahat yang baik-baik saja sekarang."
"Iya Nano paham, mah. Tapi Nano bisa jaga diri sendiri kalo seandainya kakak nggak—"
"No, udah ya. Kamu terima aja sama sekolah kamu yang baru itu, nggak usah alesan terus. Kakak capek dengernya," sambung sang kakak yang mengambil piring kotor lalu membersihkan meja makan.
Arion pasrah lagi. Kalau nasi sudah menjadi bubur, yaaa mau diapakan lagi. Walaupun dengan berat hati ia harus rela meninggalkan kota Bandung, itu tidak menjadi masalah jika ia sendiri juga telah mencintai kota Jakarta ini. Tidak ada salahnya juga untuk mencoba. Lagipula, perpindahannya ia kesini hanya untuk meneruskan pendidikannya, iya.
Usai memberitahu bagaimana di sekolah hari ini, Arion meninggalkan meja makan dan beranjak pergi menuju kamar tidurnya. Duduk di kursi dan berhadapan dengan laptop di depannya, Arion mulai melanjutkan pengetikan sebuah tugas yang harus dikumpulkan minggu depan. Ingat dengan sebuah pernyataan bahwa ia satu kelompok dengan Aliona. Tugas bahasa Indonesia dengan membuat makalah bertema bebas.
"Kenapa jadi kayak gini sih!" gerutunya sambil mengacak-acak rambut.
"Aliona atau Nana..."
Setelahnya, pikiran buyar. Niat mau mengerjakan tugas makalah tema bebas, namun justru mengarah kepada tema seorang gadis yang membantunya mencari ruang kepsek hingga bertemu dengan pak Indrawan. Terlebih lagi, ia juga satu kelas dengan gadis yang membantunya itu lalu mulai berpikiran bahwa kejadian ini sungguh diluar dugaan.
"Gimana gue mau fokus coba kalo otak gue jadi nge-blank kayak gini. Lagian kenapa harus—"
"Kamu kenapa No, kok ngomong sendiri gitu. Ohhh kakak tau, kepincut cinta pertama di sekolah baru yaaa? Ngaku aja hayooo."
Arion terkejut. Tidak ada yang baik-baik saja jika sang kakak mulai ikut campur lagi dengan masalah yang ada. Mulai dari sekolah sampai di rumah, pertanyaannya masih sama saja ketika kakaknya suka mengintrogasi seluk-beluk keseharian seperti saat ini.
"Kak Selina yang terhormat. Tolonggg banget kalo mau masuk, ketuk pintu dulu. Kenapa sih suka banget asal masuk gitu aja?!"
"Kakak dengerin dari om Indra, katanya kamu dibantu sama Aliona ya? Kok namanya sama kayak nama kamu sih dek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
EN ROUTE
Teen FictionBagi Nana, Arion adalah cinta pertamanya. Dan bagi Arion sendiri... Nana hanya adik dari seorang gadis yang ia sukai. Arion Mahesa. Nana mengingat nama itu seperti ia melihat bintang jatuh. Begitu indah untuk dilihat, namun sangat sulit ketika i...