I'm Ok!

12 1 0
                                    

  Ada beberapa hal yang perlu ia jabarkan ketika membuat salah satu skema hidup yang hilang dalam sesaat. Ketika ia masih bisa menerima bagaimana kenyataan akan menghukumnya di masa yang akan datang, dan ia benar-benar percaya kali ini.

  Satu hal yang mampu membuatnya percaya diri dengan keberadaan seseorang yang telah ada dan juga yang telah tiada. Mungkin, memang ini jalannya ketika ia sendiri tidak bisa merasakan lagi bagaimana rasanya dicintai.

  Dulu, sewaktu Leo-nya masih ada di dunia dan selalu ada disisinya, ia tidak pernah merasakan bagaimana rasanya dikhianati, dicaci-maki, dan juga merasa merendah diri ketika ia benar-benar merasa sendirian.

  Ia juga selalu merasa terdepan, tidak berpasang badan ketika selalu ada yang membela dan juga merasa ada yang lebih berarti ketika ia mengingat bagaimana hidupnya harus bangkit dan mensyukuri karena telah menemukan Leo dalam bagian hidupnya.

  Kalau ia mau menjabarkan bagaimana sosok Leo sangat berarti bagi hidupnya, mungkin ia akan hilang akal—bahkan ia bisa kehabisan nafas jika hanya diberi waktu dalam beberapa menit saja. Karena yang ia tau, Leo-nya akan tetap menjadi Leo sebagaimana seorang singa jantan yang siap melindungi pilihannya.

  "Kenapa dua hari lo alfa? Bukannya lo baik-baik aja ya, Na? Emang masih ada yang sakit?" Desta bertanya ketika laki-laki itu berhasil duduk di samping tubuhnya. "Na..."

  Nana menoleh, lantas pandangannya memberikan jawaban yang ia sendiri tidak menyukai ketika ada seseorang terus bertanya tentang masalah pribadinya—walaupun itu bagian dari temannya sendiri.

  Desta pun mengangguk paham. Ketika melihat ada rona yang masih tidak baik-baik saja pada gadis di sebelahnya, Desta mengambil sebuah cokelat dari dalam saku seragam berukuran segi empat lalu memberikannya pada Nana.

  "Katanya, dengan cokelat begini... mood cewek bakal balik kayak semula. Mudah-mudahan sih manjur ya, Na. Kalau kurang, gue bisa lari ke minimarket sekarang juga."

  Desta adalah Desta. Datang seperti pahlawan kesiangan yang memberikan setengah cokelat berukuran sedang pada Nana dengan alasan untuk membalikan suasana yang runyam.

  Namun Nana hanya diam. Tetapi ia menghargai usaha temannya yang telah memberikan cokelat dengan menarik sudut bibirnya seraya kembali bersandar pada dinding.

  "Jangan banyak pikiran ya, Na. Gue takut kalau lo gak bisa kontrol emosi apalagi di sekolah kayak kemarin. Jujur, gue takut banget pas tau lo bisa ngelawan Tara."

  "Gak perlu dibahas lagi, Des."

  "Iya maaf. Tapi bener ya, jangan diulangin lagi. Demi gue, Bagas, Susan sama Zara—atau kalau perlu, demi Arion deh ya?"

  Nana menatap Desta penuh lusuh, "Des... jangan kayak gitu, gue gak suka."

  "Yaudah maaf lagi deh..."

  Sementara Desta tengah bercengkrama dengan Nana walaupun hanya sebentar, posisi berubah ketika gadis ini menatap sebuah wujud asli yang tengah duduk membaca sebuah komik dengan alunan musik yang terpasang lewat earpod.

  Dalam hatinya ia banyak bersumpah. Ketika kedua matanya masih bisa diizinkan untuk bertemu dengan laki-laki itu, ia akan berterimakasih karena telah tepat memilih seseorang untuk isi hatinya.

  Ia paham mengenai keadaan yang tidak pernah mendukungnya. Bagaimana ia hanya sekedar mencintainya dan dia tidak berbalas hanya dengan rasa kasihan. Dan jika boleh jujur mengenai kenyataan, mungkin ia akan lebih terbebas ketika mengatakan pada kakaknya.

  "Dulu gue sempet munafik sama Arion. Dengan pertama kali dia dateng ke Andromeda, gue gak bisa terima dan tolak mentah-mentah kalau hati gue gak bakal bisa jatuh hati sama dia."

EN ROUTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang