"Arion gak masuk hari ini, mungkin masih sakit kali ya? Lo udah tanya kabarnya, Na?"
"Gue gak tau. Kalau lo mau tau kabarnya kayak gimana, tanya sendiri aja. Punya kan nomornya?"
Susan jengah. Temannya yang satu ini benar-benar tidak memperdulikan keadaan yang tidak biasa biasanya. Sebenarnya Susan sendiri bingung tentang perasaan Nana terhadap Arion.
Apalagi yang gadis ini tahu mengenai keberadaan Nana di dekat Arion, yang satu Andromeda juga tahu tentang sebenarnya. Tetapi Nana membuat keadaan seperti semula, yang belum mengenal Arion dan belum bertemu dengan bersikap cuek bebek dan sedikit arogan.
Susan menepuk bahu Zara, memberitahu sebuah instruksi yang dihadiahkan anggukkan dari Zara. Dengan secepat yang mereka sangat mengerti, Susan lebih dulu mengambil ponsel Nana dengan bantuan Zara menyenderkan kepala di bahu Nana.
"Andromeda sepi banget ya Na, pas tau kalau Arion itu gak masuk hari ini. Malah di situs sosmed Andromeda, mereka ngucapin cepet sembuh buat pangeran tampan. Huhhh."
Susan yang serius dengan ponsel Nana, kedua ibu jarinya mengetik sesuatu yang segera siap untuk dikirim melalui aplikasi berbasis data. Tanpa ragu dan tanpa mendapatkan izin dari sang pemilik, akhirnya ibu jari tangan kanan menekan tombol kirim-hingga senyumannya begitu merekah.
"Yes!" gumamnya sambil menyimpan kembali ponsel Nana pada tempat semula. Agar tidak ketahuan, Susan ikut menyandarkan kepalanya di bahu Zara. "Iya nih, gak ada Arion malah gak karuan. Telfon kek, Na!"
Nana mengidik ngeri dengan kedua temannya seperti itu. Pandangannya tetap membaca buku begitu teliti, tangannya beringsut membuka lembaran selanjutnya yang telah selesai membaca setengah halaman.
Di jam pelajaran kosong, ketiga gadis ini hanya diam di tempat duduknya masing-masing. Kelas ini cukup terbilang tentram ketika tidak ada guru yang masuk. Walaupun di sebagian mereka masih ada yang melakukan permainan tanpa suara, tapi moment ini tidak mengganggu kelas-kelas yang lain.
Apa Arion udah makan? Nana sadar, lalu menggelengkan kepalanya begitu cepat. Apaan sih, Na!
"Kan kalau ada Arion, bisa curi-curi pandang. Walaupun dia sama kayak lo suka baca buku dan dengerin musik, tapi tetap aja kalau yang namanya penghargaan-bakal tetap jadi penghargaan. Ahhh Nana!"
Mereka benar, ada Arion, kelas sedikit ramai dan tidak begitu sepi seperti keadaan rumah sakit yang selalu hening setiap saat. Pikirannya mulai kemana-mana, pandangannya juga beralih menatap Desta dan juga Bagas.
Kedua temannya itu sedang diam tanpa melakukan apa-apa. Biasanya kalau ada Arion, mereka melakukan pemanasan jari dengan melakukan permainan duel dan siap untuk menang.
Tapi sekarang tidak. Mungkin yang Nana tahu, laki-laki itu akan mengosongkan absen selama beberapa hari kedepan. Dia tahu bahwa Arion sakit, usai mengelilingi lapangan bersamanya kemarin. Apalagi saat ia mau mengantarkan laki-laki itu pulang, wajahnya benar-benar tidak bisa dikondisikan lagi.
Tring.
Nana masih menatap kosong kearah Desta dan Bagas. Zara yang bersandar pada bahunya menyenggol lengan Susan, dan beralih pada ponsel Nana.
"Mumpung bengong, ambil cepetan San!" bisik Zara dengan Susan menganggukkan kepala seraya gencar mengambil ponsel Nana lagi.
"Dari Arion, gue ngakak bacanya. Langsung miscall aja, abis itu matiin buru-buru. Bentar," ucap Susan yang sama hal berbisik kepada Zara.
Diam-diam, matanya mengekori pergerakan Nana agar tidak ketahuan. Ibu jarinya menekan tombol telepon dan melihat bahwa panggilan ini tersambung kepada Arion. Namun dengan pergerakan cepat, Susan menekan tombol merah dan meletakkan kembali ponsel Nana diatas meja dekat tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EN ROUTE
Teen FictionBagi Nana, Arion adalah cinta pertamanya. Dan bagi Arion sendiri... Nana hanya adik dari seorang gadis yang ia sukai. Arion Mahesa. Nana mengingat nama itu seperti ia melihat bintang jatuh. Begitu indah untuk dilihat, namun sangat sulit ketika i...