"Nanti pulang sekolah nonton yuk?"
"Gue udah ada janji sama Arion, kalian aja deh."
"Kemarin sok gak mau sama Arion... coba sekarang lihat, nempel mulu udah kayak perangko."
Bukan Susan kalau tidak mencibir. Walaupun Nana sendiri adalah teman sejatinya, tetap saja kalau punya mulut tidak bisa dijaga sebaik mungkin... maka begini jadinya.
Nana sendiri tidak perduli dengan apa yang dikatakan Susan terhadapnya. Pikirannya hanya fokus kepada Arion yang tengah mendengarkan lagu seperti biasa—hingga membaca buku begitu telitinya.
Dari cara pandangan Nana melihat dia, senyumannya mengembang begitu sempurna. Apa yang dikatakan Susan kepadanya terus-menerus, Nana memang gadis yang munafik terhadap apa yang sedang terjadi pada hatinya.
Selepas pelajaran olahraga bermain bola voli, Nana sampai tidak sadar bahwa hanya dia dengan Arion yang masih tetap memakai baju olahraga. "Gue lupa ganti baju!" katanya begitu terkejut.
"Dari tadi kan gue udah ajak, Na... lo gak ganti baju, dikit lagi udah masuk pelajaran bu Dety. Ehhh malahan, gak didengerin. Yaudah gue tinggal sama Zara."
Kakinya beringsut keluar dari kursi. Belum apa-apa, tumitnya sudah menyentuh kaki meja hingga bisa meringis kesakitan sambil mengumpat pada meja yang ia tabrak.
"Nana, Nana... kebiasaan lo nabrak belum hilang juga ya. Dasar!" ucap Susan kepada temannya yang sedikit ceroboh itu.
Belum sempat untuk membuka loker yang tersedia di dalam kelas, Nana justru semakin dibuat kesal lantaran bel pelajaran baru sudah dimulai. Itu tandanya, ia tidak bisa mengganti baju olahraganya dengan putih abu-abu yang ada pada genggamannya.
Nafasnya terdengar kesal. Tangannya kembali memasukkan seragam putih abu-abu dengan segala kehancuran. Pikiran mulai kembali pada sebuah hukuman ketika ibu guru Ilmu Sosial akan memberikannya begitu buruk.
Nana sendiri sampai tidak mengerti dengan kondisinya akhir-akhir ini. Apalagi dirinya yang belum pernah dihukum sama sekali, dengan terakhir kalinya ia dihukum dan pertama kalinya bersama dengan Arion waktu itu.
"AHHHH!" umpat Nana begitu kesal dengan menggebrak pintu lokernya.
Satya yang berada di belakang Nana pun terkejut karena ulah gadis ceroboh. Tangannya mengusap dada sembari mengucapkan istighfar karena perbuatan Nana sungguh menyita perhatian seisi kelas.
Susan dan Zara hanya tertawa melihat sikap yang ditunjukkan kali ini mengenai temannya itu. Apa yang sudah terjadi, mereka hanya bisa tertawa tanpa bisa memikirkan cara supaya bagaimana Nana akan terbebas dari jerat hukuman bu Dety nanti.
"Udah sih Na santai aja. Lo gak sendirian kok, tuh... ada Arion, kesayangan lo. Hahahaha!"
"Gue juga heran... ini kebetulan atau emang siasat Nana aja supaya bisa berduaan lagi sama Arion. Lagi kasmaran ya, Na?"
Nana memutar bola matanya. Susan dan Zara benar-benar membuatnya kesal lantaran terus mengejek ketimbang membantunya untuk mencari solusi. Hingga tangannya mengambil sendal yang sudah melambung tinggi di udara, Nana bersiap untuk melayangkan kepada mereka.
Belum apa-apa, Susan dan Zara bangkit dari kursinya hingga mencari perlawanan dengan mengambil tas Nana sebagai pelindung tubuhnya. "GAK KENA YE!" goda Zara.
Nana diam. Memandang kedua temannya dengan tatapan siap untuk menerkam, namun sendalnya ia lempar ke depan papan tulis hingga menimbulkan suara yang semakin menyita perhatian ruang kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EN ROUTE
Fiksi RemajaBagi Nana, Arion adalah cinta pertamanya. Dan bagi Arion sendiri... Nana hanya adik dari seorang gadis yang ia sukai. Arion Mahesa. Nana mengingat nama itu seperti ia melihat bintang jatuh. Begitu indah untuk dilihat, namun sangat sulit ketika i...