Surat Pertama

10 2 0
                                    

Dear Mahar,

Ini aku, apakah kau masih sehat selayaknya dulu? Amin kudoakan kesehatan selalu ada padamu. Ya, aku ingat betul kau dulu selalu berkata seperti itu padaku, seolah kau memang benar-benar sedang mengaminkan doa terdalammu padaku.

Kalau diingat-ingat lagi, kau dulu lebih sering mengirim surat padaku, kemana kau? Semenjak kau memilih memindahkan batang hidungmu itu ke Jogja dan meninggalkan desa ini, ku rasa semakin banyak hal aneh terjadi padaku.

Dan juga semenjak suratmu yang berhenti terbang ke arahku 3 bulan yang lalu. Hampa rasanya kotak surat balai desa itu, Har. Ibu juga sudah mulai menanyakanmu, kemana kau? Aku sangat takut mati karena rindu, Har.

Ingat waktu itu kita terakhir bersama di hari Senin sebelum kau memutuskan pergi ke Jogja tanah impianmu itu, Har? Kita bersama pergi ke ujung desa hanya untuk memandang awan.

"Ayo ke ujung, ku beri tahu ada awan berbentuk rumah." Begitu katamu, dan dengan bodohnya aku percaya.

Padahal aku tahu betul bahwa tak ada awan berbentuk rumah, Har. Itu hanya imajinasimu, dan itu hanya berlaku padamu. Tapi sekarang tidak, Har. Lagi dan lagi setelah kau menghilang tanpa kabar, tiba tiba saja aku kalut dalam imajinasimu itu.

Kau tahu, sore kemarin aku melihat awan berbentuk motor. Ku rasa aku sudah gila, aku takut akan semakin menjadi jadi kalau kau tak segera datang untuk menunjukkan caramu menjaga kewarasan. Aku yakin hanya kau, Har. Semoga kau segera pulang. Aku rindu, Har.

Awan, Kekasihmu

Malang, 29 Januari 1994

Surat Dari AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang