Sampul Cecen

99 20 5
                                    

Bang Regar nyerahin kendali ke senior cewek, kak Laras namanya.

"Sekarang, giliran perwakilan kubu berlian nih! Eits, gila gilaa. Sama-sama dari Arsi. Yok, Arsi mana suaranyaaaaa?" Sorak sorai dari jurusan gue pun bergemuruh.

"Jodoh kali ya? Satu pasangan dari Arsi untuk predikat sampul terunik tahun ini. Langsung aja.. Untuk Cendekia Reshati, silahkan dimulai ceritanya."

Cecen maju selangkah, dan ambil microphone wireless.

"Thank you, kak. And, hi guys, how was your day?" Sapa Cecen.

"Very well, thanks." Jawab seluruh mahasiswa.

Cecen ngangguk singkat, "Gue Cendekia Reshati, biasa dipanggil Kia. Makasih banget untuk kakak-kakak semuanya karena udah milih sampul gue sebagai salah satu yang terunik. Meski gue gak tau, apa uniknya."

"Sama seperti cerita sebelumnya yang kalian dengar, sampul gue juga memorable banget. Tentang masa kecil gue, dengan tetangga paling ngeselin sepanjang masa. Entah gimana caranya nyokap gue bisa lahirin gue disaat dia juga lahir."

"Lukisan sampul itu adalah potret gue sama si rese. Sebut aja dia Dodo. Diambil waktu usia kami baru 3 tahun, di Aussie. Di gambar itu, jelas banget badan gue jauh lebih berkembang dari si Dodo. Iya, gue bongsor. Kayak yang kalian liat saat ini."

"Latar tempat di gambar itu adalah gudang atap rumah gue. Waktu itu, Dodo lagi kabur karena ketahuan masukin hamster lahiran ke walk in closet pribadi milik nyokapnya. Dia adalah anak termanja yang pernah gue kenal sejak dalam kandungan."

"Bisa-bisanya dia kabur ke gudang rumah gue. Padahal, dia punya gudang sendiri. Ya mungkin karena gudang gue lebih rapih kali ya? Dia duduk di dingklik buatan nyokap gue, di deket perapian. Dia gak nangis, cuma murung aja. Gue yang saat itu emang lagi cari boneka, kaget liat seseorang di sana. Apalagi orang itu adalah Dodo."

"Gue samperin dia. Gue tanya-tanya, tapi dia diem aja. Beruntungnya gue selalu inget ucapan Tante Desi--nyokapnya, bahwa kalau Dodo lagi sedih, ngambek, murung, dan lain-lain, cukup pegang tangannya. Dan bilang bahwa semua akan baik-baik aja."

"Dan yap, it works. Dia sambut tangan gue dengan tangannya yang tergantung handsock. Dia terbujuk, gak sedih lagi. Gampang banget dijinakkin pokoknya. Dari situlah gue tau betapa manjanya temen orok gue."

"Sampe detik ini, gue betah berteman sama dia. Si manja itu udah berubah jadi sosok yang tangguh. Meski orangnya nyebelin, dan gak jelas banget, tapi dia satu-satunya manusia yang paling mengerti gue. Satu-satunya yang gak pergi bahkan meski gak terhitung berapa kali kita berantem."

"Cuma satu yang paling gue benci sekaligus gue suka. Panggilan dia ke gue. Di saat yang lain panggil gue Kia, bahkan keluarga gue pun begitu. Tapi dengan seenaknya dia panggil gue Cecen!"

Tepat saat itu, Cecen natap gue dengan tatapan yang sulit diartikan. Gue tatap balik, tapi rasanya mata gue terlaser. Perih anjay tatap-tatapan sama Cecen. Serius. Ini lebih perih daripada challenge tatap mata pake ritual ulek bawang merah bawang putih.

"Pantes aja, gue kayak ngerasa Cecen itu Kia. Ternyata bener! Cecen adalah Cendekia. Si Kia woy!"

"Yaaaah, patah hati deh gue."

"Aduh, kalian coupleable banget sih!

"Couple goals!"

"Sip, serasi nih. Koko sama Cici."

"Ternyata bener, gambar bisa mengungkapkan perasaan. Gue coba ah ke doi."

"Mundur. Mundur. Mundur. Kia udah ada Doi."

"Skip dah. Apa atuh gue mah butiran upil gajah, gak sebanding sama Kia."

"Koko. Aku patati!"

"Waw. Amazing! Gue gak bisa berkata-kata nih. Semesta emang suka kasih kejutan." Kata kak Laras.

"Jadi, kalian ini sebenernya saling kenal?"

Gue dan Cecen tatap-tatapan sebentar, dan ngangguk kemudian.

"Terus, kalian beneran pacaran?"

"Enggak!" Kompak gue sama Cecen.

Satu lapangan juga kompak menghela nafas, "Pffiuhhhhhhh."

"So, kalian udah sahabatan lebih dari 15 tahun dong ya?" Sambung kak Laras lagi.

Gue sama Cecen ngangguk lagi.

"Katanya, gak ada persahabatan murni antara laki-laki sama perempuan." Bang Regar ikutan, "Jadi, apa kalian pernah punya perasaan lebih selama ini?"

"Pernah."

"Enggak."

Gantian para senior di depan gue saling tatap-tatapan.

"Sekali lagi deh, buat mastiin. Apa kalian pernah punya perasaan lebih selama ini?"

"Enggak."

"Pernah."

"Waduh, jadi, gimana nih? Pernah apa enggak?"

Lapangan jadi rame lagi gara-gara pertanyaan jebakan senior kampret gue ini. Lagian, ini kenapa sih? Kok jawabnya labil!

"Ok, guys. Kita do'akan yang terbaik aja untuk mereka berdua. Biar cepet jelas perasaannya. Aamiin gak nih?"

"Aamiin!!!"

Entah do'a apa yang ada di balik aamiin mereka. Karena, sejauh yang gue rasa, sampe detik ini, belum ada perubahan hubungan antara gue sama Cecen. Mungkin gak akan pernah ada, sampe kapanpun. Well, nevermind sih.

"Makasih buat Kia dan Ando yang udah bersedia berbagi cerita tentang gambar sampulnya. Sebagai kenang-kenangan, kita punya reward buat kalian."

Gue liat bang Regar bawa dua kardus besar yang udah terbungkus jadi kado yang cantik.

"Nah ini dia." Kata bang Regar.

"Di sini ada dua kado besar dengan bungkus yang sama, tapi isi yang beda. Isinya adalah boneka maskot dari kubu cewek dan kubu cowok. Kalian boleh pilih, mana kardus yang menurut kalian tepat." Kak Laras diem sebentar, sebelum ngelanjutin kalimatnya.

"Kalau misalnya kalian ambil yang berlawanan, alias Ando dapet maskot kubu cewek, dan Kia dapet kubu cowok, berarti kalian harus jadian!"

Lagi-lagi gue sama Cecen tatap-tatapan. Kali ini tatapan yang sama arti, "Woy, gimana nih?"

"Yuk, silahkan dipilih." kata kak Laras lagi.

"Pilih."

"Pilih."

"Pilih."

Denger itu, gue sama Cecen pun akhirnya milih. Sempet berputar beberapa kali, tapi feeling kita berdua kayaknya selaras.

"Kayaknya yang sebelahan sama kita, itu maskot kubu kita, Do." Putus Cecen.

Gue setuju. Gue ambil kiri, dan Cecen ambil kanan. Sip, akhirnya pilihan sudah ditentukan.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Kira-kira, pilihan mereka tepat gak ya?

Cung yang pilih tepat ☝️

Cung yang pilih salah ☝️

17 Mei 2021

Next =>

Lamar Gue!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang