II. Sebuah Kesalahan

316 37 4
                                    

Daniel Ethan, menatap Cassandra dari kejauhan. Mereka saling terdiam menatap satu sama lain. Tidak peduli tatapan kagum para kaum hawa yang menatap sosok Daniel, maupun kaum adam yang menatap tidak berkedip ke arah Cassandra.

Daniel melangkah ke arah Cassandra. Napas Cassandra tercekat, sesak. Membuat degupan menyakitkan pada diri Cassandra kembali hadir. Luka itu kembali lagi.

Saat langkah Daniel semakin dekat, seorang wanita menghampiri Daniel dengan senyum paling menawan yang ia punya. Membuat langkah Daniel terhenti hingga jarak masih memisahkan mereka berdua. Cassandra menatap kedua mata Daniel yang masih menatapnya, namun Cassandra berusaha pergi menjauhinya.

Sial. Kenapa Daniel ada disana? Bukankah kabarnya Lelaki itu tengah berada di Amerika? Apa itu hanya gosip saja? Tidak seharusnya Cassandra berada di satu ruang yang sama dengan Daniel. Hatinya teriris kembali. Matanya sedikit sembab, namun ia berusaha menutupinya.

"Casse, ini cake lo," Sarah memberikan sebuah piring kecil berisi kue cantik di atasnya.

"Sar, kita harus pulang. Sekarang." Cassandra berusaha melangkah menuju pintu keluar, membuat Sarah mau tidak mau mengikutinya. "Loh, Casse, acara belum dimulai, seenggaknya kita tunggu sampai sambutan ketua angkatan kita." Ucapan Sarah membuat langkah Cassandra terhenti, kemudian ia menatap Sarah penuh sesak. "Sar, dia disini, gue nggak sanggup."

"Tapi, Casse.. lebih baik kita ke balkon dulu di sana. Lo tenangin diri lo dulu, please. Lo udah janji buat temani gue sampai acara selesai 'kan." ucapan Sarah membuat Cassandra menghela napas kasar.

"Udah lebih tenang?" tanya Sarah sambil memakan cake. Mereka tengah berada di balkon, sudah setengah jam lebih Cassandra memilih tempat sepi itu.

"Yeah, better than before." jawab Cassandra memilih menatap pemandangan kota Jakarta di malam hari dari lantai paling atas gedung itu. Sangat indah.

"Casse, sebenarnya lo sadar nggak? Kalau lo itu glow up karena patah hati?"

Cassandra menatap Sarah, setuju dengan ucapan Sarah kali ini. "Iya Sar, lo benar. Patah hati adalah cara diet terbaik." ujar Cassandra membuat mereka berdua tertawa.

Sarah menghela napas panjang, "By the way, Dio ngajak gue ketemu sama orangtuanya besok. Doa-in ya Casse,"

Cassandra tersenyum lebar, "Iya, pasti gue doa-in yang terbaik buat kalian berdua. Ah, bangga gue. Kalian berdua awet banget. Kalau dihitung-hitung, dari kita kelas 9 SMP ya?"

"Iya, kita berdua sering, banget malah, hal kecil di permasalahkan. Tapi semua itu balik lagi ke komitmen sebuah hubungan. Kalau kita dari awal saling jujur dan percaya satu sama lain, itu yang buat hubungan gue sama Dio bertahan sampai sekarang." ujar Sarah panjang lebar, "Ah, iri banget gue." jawab Cassandra.

"Lo iri tapi lo sendiri nggak pernah belajar dari kesalahan lo tiap kali lo ketemu orang baru," celetuk Sarah menyindir Cassandra. Yang disindir hanya tertawa garing.

Sarah terus menerus memeriksa handphone miliknya, membuat Cassandra bertanya-tanya. "Kenapa? Lo dari tadi bolak-balik cek hp lo,"

Saat sebuah pesan masuk tiba, Sarah langsung tersenyum lebar membuat Cassandra bergidik ngeri. "Yeay! Dio udah sampai, ini barusan banget chat gue." Cassandra mengernyit heran, "Bukannya Dio nggak datang? Makanya lo maksa datang sama gue?"

Sarah tertawa hambar, "Gue sama dia udah sering ketemu, lo kan juga nggak pernah ikut reuni kan dari dulu, makanya Dio gue jadiin tumbal biar lo bisa ikut,"

"Jadi lo bohongin gu—" belum selesai Cassandra berbicara, Sarah melangkah meninggalkannya. "Iya udah, maaf, bye."

"Ah, anak itu benar-benar." Gerutu Cassandra melihat kepergian Sarah.

Cassandra kembali menghela napas panjang. Ia kembali menatap hiruk pikuk malam Jakarta yang tidak pernah absen untuk selalu ramai. Cahaya-cahaya mobil sangat indah dari atas sana. Membuat sebuah candu tersendiri bagi Cassandra saat menatapnya.

"Pemandangannya indah ya," ujar seseorang yang tanpa Cassandra sadari sudah berdiri tepat di sebelah Cassandra. Ia menoleh dan sedikit terperanjat mendapati Daniel tengah tersenyum hangat ke arahnya. Lantas, Cassandra segera menoleh kembali ke depan.

Suaranya berubah, tingginya berubah, wajahnya sedikit lebih tua dan tubuhnya sedikit lebih maskulin dari sebelumnya. Sudah berapa lama? Ah, sudah hampir 9 tahun rupanya ia tidak bertemu dengan sosok di sampingnya. Pantas saja ia tidak mengenali suara itu. Hanya saja, senyumannya masih sehangat yang dulu, matanya masih bersinar seperti dirinya yang dulu. Hanya saja, mereka kembali asing untuk sekedar mengobrol.

Haruskah Cassandra melangkah pergi? Namun terlalu kekanak-kanakan. Ia berusaha terlihat cool dan berusaha sesantai mungkin di hadapan pria tersebut.

"Cassey.. apa kabar?"

"Sangat baik," bohong.

"Bukannya anda tinggal di Amerika?" tanya Cassandra dengan nada penuh penekanan saat mengucap kata 'anda'.

"Nggak, Kemarin ke Amerika beberapa minggu untuk mengurus pekerjaan." Jawab Daniel jujur.

Cassandra hanya mengangguk merespon ucapan Daniel. Setelahnya, mereka hanyut dalam pikiran masing-masing. Canggung sekaligus bingung, itu yang dirasakan oleh Cassandra saat ini.

Perasaan sesak itu mencoba datang berkali-kali, namun Cassandra memilih untuk tetap tenang. Seperti pria itu, datang dengan senyum paling menawan dan memikat. Apakah ia melupakan sikapnya yang dulu kepada Cassandra?

Cassandra menggosok telapak tangannya berkali-kali. Namun ia tidak ingin melepas pemandangan indah yang mampu membuatnya melepaskan penat di hari yang gila itu.

Tiba-tiba sebuah jas menutupi pundaknya. Saat Cassandra menoleh, matanya menatap tepat di kedua manik hitam milik Daniel. Tubuhnya kembali kaku. Jantungnya berpacu begitu cepat. Rasa sakit bercampur bahagia mengalir begitu saja di dalam darah Cassandra, layaknya nikotin.

Tidak, ini merupakan kesalahannya untuk datang ke acara ini.

-------------------------------------------------------------

TBC

Vote and Comment

15 Mei 2021

The Scars between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang