XXVII. Hal yang Terungkap

91 8 0
                                    

"Kedatangan papa hari ini, ingin menyampaikan informasi tentang mommy kamu Niel." Ujar Bram sembari menyesap kopi yang telah disuguhkan oleh Cassandra sebelumnya. Saat ini mereka tengah bercengkrama di ruang tamu.

"Mommy kenapa, pa?" Tanya Daniel penasaran. Matanya fokus menatap Bram, menanti jawaban Bram dengan harap cemas. Terakhir bertemu dengan Debby juga Ian saat berada di rumah sakit, itu pun saat mereka melakukan janji suci tepat di ruang kamar VIP Debby. Minggu ini mereka memang belum sempat menjenguk Debby kembali karena pekerjaan Daniel yang terus menumpuk. Begitu pula Cassandra yang terkadang harus lembur untuk mengejar target yang ditentukan oleh atasannya.

"Mommy kamu, sedang berada di masa kritis untuk saat ini. Papa tidak ingin berlama-lama dan menjelaskannya secara gamblang, lebih baik kalian segera menyusul papa ke rumah sakit. Nanti papa kasih tau lewat chat lokasi ruang ICU nya ada dimana."

Saat Bram kembali memasuki mobilnya untuk kembali ke rumah terlebih dahulu. Daniel bingung harus apa saat ini. Haruskah ia panik? Tidak, ia tidak ingin terlihat seperti itu di hadapan Cassandra. Daniel meminta Cassandra untuk segera bersiap menuju rumah sakit.

Di perjalanan, Daniel menyetir mobil miliknya tanpa berkata sepatah katapun pada Cassandra. Ada apa dengan Daniel? Daniel tidak seperti biasanya diam seperti ini. Apakah ada sesuatu yang benar-benar Cassandra tidak ketahui?

Mereka bergegas menuju ruang ICU tempat Debby saat ini yang ntah mereka sendiri bahkan tidak tau mengapa Debby berada di ruang ICU.

Sast mereka sampai, terlihat Tika yang tengah termenung duduk di bangku panjang tepat di depan ruang ICU. Sedangkan Bram tampak berbincang dengan Ian, berusaha menenangkan Ian yang terlihat gelisah.

"Ada apa? Mommy kenapa?" Tanya Daniel tiba-tiba membuat mereka semua menoleh. Cassandra melangkah mendekati Tika dan segera memeluknya erat. "Ma.. apa kabar?" Sapa Cassandra disela rasa penasarannya. "Baik, Casse.. kamu tuh sesekali main ke rumah. Sekarang rumah sepi tidak ada kamu. Cuma ada papa, mama, sama Bi Roro."

Cassandra tersenyum simpul, "Maaf ma.. Cassandra lagi mengejar deadline akhir-akhir ini. Mungkin next time Cassandra akan sering main ke rumah. Sudah kangen juga dengan rumah." Jawab Cassandra, matanya nyaris berkaca-kaca namun ditutupi oleh senyumannya itu. Sudah lama ia tidak kembali ke rumah. Bahkan sebelum menikahpun, ia memilih untuk tinggal di apartemen agar dekat dengan kantornya bekerja, juga tidak ingin membebani kedua orangtua nya lagi, meskipun orangtuanya akan berkata hal lain tentunya.

"Mommy kenapa, ma?" Tanya Cassandra membuat Tika sedikit mengerutkan keningnya lalu menatap Daniel yang sedang bergabung dengan para pria paruh baya di seberangnya. "Daniel belum memberi tau kamu?"

Cassandra ikut menatap Daniel, namun kembali menatap Tika, matanya penuh tanda tanya. "Ada apa?"

Tika memberitahukan hal yang bahkan Daniel sendiri tidak pernah menceritakannya kepadanya.

"Jadi, dokter sudah memastikan kalau umur mommy tidak akan lama lagi? Makanya pernikahanku dengan Daniel dipercepat tiba-tiba?"

Tika mengangguk, "Juga tentang Debby yang pernah kehilangan anak keduanya. Daniel juga belum pernah bercerita?' Tanya Tika membuat jantung Cassandra berhenti sejenak, "Maksud mama?"

Tika menghela napas panjang, mengetahui reaksi Cassandra yang cukup kaget, mengartikan situasi bahwa Daniel belum menceritakan apa-apa kepada Cassandra.

"Daniel.. punya adik?" Tanya Cassandra, tidak percaya dengan ucapan Tika.

"Mama ingin kamu mendengarnya sendiri dari Daniel. Mungkin Daniel memang belum bisa terbuka sama kamu. Tapi mama percaya, kalian nantinya bisa salimg terbuka. Karena kunci pernikahan yang awet, salah satunya adalah pasangan saling terbuka, hal sekecil apapun itu." Ucap Tika membuat Cassandra menatap Daniel yang masih sibuk berbincang dengan Bram dan Ian.

Lama mereka menunggu hingga seorang dokter membuka pintu ruang. "Keluarga ibu Debby.." panggil sang dokter membuat mereka semua berdiri dan mendekati pintu ICU.

"Ya dok, bagaimana perkembangan istri saya? Apa sudah sadar?" Tanya Ian langsung menyerbu dengan berbagai macam pertanyaan.

Dokter itu menghela napas panjang dan menunduk. "Maaf, kami sudah mencoba sebisa kami." Jawab dokter itu sedikit membungkuk membuat keluarga besar itu tidak percaya.

Ian mengangguk lemah, "Terimakasih sudah berjuang dok." Ujar Ian, matanya berkaca-kaca. Ia memeluk Bram dengan erat dan menangis.

Cassandra terisak mendengar penuturan dokter itu. Ia menatap Daniel. Ekspresinya sangat tidak bisa dibaca saat itu, juga tidak menangis seperti Ian. Daniel tiba-tiba pergi dari hadapan mereka semua membuat Cassandra ingin menahannya. Namun Tika meminta Cassandra untuk memberi Daniel waktu sendirian.

Cukup lama mereka berada di suasana yang sangat abu-abu hingga akhirnya Ian yang sudah lebih tenang menghampiri Cassandra yang tengah duduk di bangku panjang.

"Dad.. so sorry tidak bisa menemui mommy. Aku tidak sempat mengucapkan apapun ke mommy. Hanya dua kali pertemuan, dad. Aku.." Cassandra kembali terisak, membuat Ian menepuk pelan pundak Cassandra. "Mungkin ini yang terbaik untuk mommy. Dad harap mommy sudah tenang di sisi-Nya."

Cassandra mengangguk, sesekali masih sesegukan.

"Ada hal yang ingin daddy bicarakan ke kamu."

Cassandra menoleh menatap Ian. "Ada apa dad?"

"Ini tentang Bella. Adik Daniel yang sudah lama meninggal."

Deg.

Cassandra tidak menjawab, menunggu Ian melanjutkan pembicaraannya.

"Bella.. ditemukan tewas di tempat wisata saat keluarga kami sedang berlibur ke Luar Negeri. Kejadiannya saat kalian berumur 12 tahun. Saat itu Bella sendiri umur 8 tahun. Daniel yang sebelumnya selalu ceria dan hangat terhadap semua orang, jadi pendiam dan tidak suka bersosialisasi dengan orang lain."

"Saat itu memang daddy dan mommy teledor. Meninggalkan Daniel dan Bella berdua di negeri asing. Sejak saat itu.. Daniel punya trauma hebat karena dia menyaksikan sendiri bagaimana adiknya meninggal." Tutur Ian. "Dad yakin.. Daniel sedang sangat terpuruk saat ini. Apalagi kehilangan orang yang selalu bersama Daniel. Daniel itu.. sangat menyayangi mommy. Kamu tau? Tiap Daniel berlibur atau pulang dari luar negeri, yang selalu di tanya pasti mommy. Daddy harap kamu mengerti jika Daniel setelah ini membangun dinding tinggi terhadap orang lain. Jauh di dalam hatinya, Daniel sangat rapuh. Jadi dad mohon.. tolong perhatilan Daniel. Kehadiran kamu sangat berarti bagi Daniel." Tutur Ian mengakhiri pembicaraannya.

"Ah iya.. satu lagi. Mommy menitipkan ini pada daddy. Sepertinya ini untuk Daniel. Tolong berikan kepadanya saat sudah pulang." Ian memberikan satu lemnar kertas berisi tulisan yang terlipat rapi. Semoga, setidaknya Debby memberikan sebuah ucapan perpisahan kepada Daniel melalui lembar kertas ini.

___________________________________________

Tbc

Maaf jika ada kesalahan ejaan atau kalimat yang tiba2 ga nyambung karna jujur thor sendiri belum cek ulang dan main publish gitu aja heheh, maafkan thor yang mageur ini. ×_×

Semoga readers makin suka dengan alur kisahnya ya. >,<

Vote n comment biar thor makin semangat lanjutin tulisan ini.^^

Salam hangat, Jingga

21 Juni 2022

The Scars between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang