III. Kali Kedua

288 33 5
                                    

"Kamu, candu yang tidak pernah bisa aku tebak kapan datangnya. Aku, sosok bayangan di balik orang-orang yang berada di sekitarmu. Berharap lebih dari sekadar bayangan." - Cassandra Sheera Putri

● • ●

Sudah seminggu sejak kejadian saat itu. Cassandra berusaha keras untuk melupakannya. Sial. Perjuangannya untuk melupakan Daniel hancur sia-sia setelah bertahun-tahun lamanya.

"Sial, sial, sial. Kenapa kamu bodoh banget Casse, harusnya kamu menghindar waktu dia kasih jas ke kamu!" Pekik Cassandra kepada dirinya sendiri pada pantulan cermin di depannya.

Saat ini ia tengah berada di toilet umum yang tengah kosong di sebuah cafe yang tidak jauh dari apartement miliknya. Besok, keluarganya mengajak ia untuk makan malam bersama. Lagipula, sudah cukup lama Cassandra tidak pulang ke rumah. Ia sangat rindu masakan Tika——mamanya Cassandra.

Cassandra kembali menuju mejanya, ia ingin menetralkan pikiran dengan memakan dessert dari cafe yang cukup terkenal di area itu. Ia sering ke tempat itu bersama Bima. Ah, ia lupa fakta dimana cafe tersebut bukan hanya cafe favorit Cassandra tetapi juga tempat kesukaan Bima.

"Hai Casse."

Benar saja, sosok Bima tengah tersenyum hangat ke arahnya dan langsung duduk tepat di depan Cassandra.

"Aku boleh duduk disini?" tanya Bima, Cassandra tersenyum renyah, "Kamu bertanya setelah duduk, Bim."

Bima terkekeh kecil, "Kamu sendirian?" tanya Bima basa-basi, "Menurutmu?"  Bima tersenyum simpul.

Cassandra melanjutkan menyantap Oreo mini cake yang ia pesan sebelumnya. "Nggak berubah ya, masih suka oreo cake dan Macaron." celetuk Bima menatap pesanan Cassandra yang kini berada di atas meja. Cassandra hanya tersenyum menanggapi ucapan Bima.

Saat mengunyah makanannya, Cassandra teringat ucapan Tika di telepon kemarin sore perihal perjodohan yang ingin dilakukan oleh kedua orangtuanya.

"Ah iya, Bim. Aku boleh meminta tolong?"

Mata Bima berbinar seketika saat mendengar ucapan itu. "Boleh, boleh banget. Mau minta tolong apa?" tanya Bima penasaran.

"Besok, keluargaku mau kumpul, kamu.. mau ikut antarkan aku ke rumah?" tanya Cassandra memastikan. Tidak, Bima tidak boleh tau kalau keluarganya ingin menjodohkan dirinya dengan orang asing. Bima pasti akan menertawakannya nanti.

"Bisa, jam berapa?" tanya Bima, tatapannya sangat antusias saat ini. "Besok sore berangkat, aku hubungi lagi besok ya?"

Bima mengangguk semangat, "Iya, kabari aja. Aku bisa kok,"

Cassandra mengangguk, tersenyum simpul menatap Bima. Kemudian ia kembali fokus menghabiskan dessert miliknya.

Kali ini, mereka berbincang cukup banyak. Mengenai pekerjaan Bima di perusahaannya, maupun pekerjaan Cassandra yang tengah di kejar deadline. Cassandra cukup nyaman seperti ini, tidak ada lagi kepura-puraan soal perasaan satu sama lain.

"Udah jam segini, kayaknya aku harus pulang buat lanjut pengerjaan proyek di apartement. Aku balik dulu ya Bim," ujar Cassandra pamit. "Perlu aku antar?" tanya Bima menatap Cassandra namun mulutnya masih penuh oleh makanan yang ia pesan. Cassandra tersenyum kecil karena hal itu, "Nggak perlu, kamu habiskan aja makananmu, lagian dari sini ke apartement nggak begitu jauh 'kan,"

"Oke, hati-hati Casse, sampai jumpa besok,"

Cassandra baru sadar bahwa ini sudah larut malam, ia terlalu larut dalam suasana saat mengobrol sebagai seorang  'teman' bersama Bima. Sial, jarum pendek tepat di angka 10 malam. Seharusnya tadi Cassandra mengiyakan tawaran Bima.

Cassandra menghela napas panjang, ia turun dari taksi dan segera memasuki apartement yang terlihat sudah sepi.

Cassandra bergegas menuju lift, saat lift hendak menutup, seorang lelaki dengan paksa membuka lift tersebut agar bisa ikut masuk. Cassandra tidak sempat melihat wajahnya karena ia menggunakan topi dan masker. Pakaiannya berwarna hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki. Membuat Cassandra bergidik ngeri, ia merapatkan tubuhnya ke sudut lift sembari menunduk.

Saat lift sampai di lantai 12, Cassandra bergegas keluar dari lift dengan langkah terburu-buru karena koridor lantai 12 benar-benar kosong. Sial, orang itu mengikutinya sampai ke lantai 12? Jangan-jangan psikopat yang sering ia dengar di berita.

Ia mendengar langkah kaki orang itu di belakangnya semakin mendekat. Jantungnya berpacu ketakutan. Hingga tiba-tiba sebuah tangan menggenggam lengannya dari belakang, membuat ia reflek teriak namun mulutnya di tutup oleh tangan pria itu. Membuat Cassandra semakin memberontak untuk meminta pertolongan.

"Cassey, ini aku," ucap pria itu sambil membuka masker dan topi miliknya.

"Da-Daniel?!" pekik Cassandra. Tubuhnya lemas dan bergetar hebat. "Astaga, kamu gemetar, Casse,"

"Don't be like that anymore!" Pekik Cassandra berusaha menutupi rasa takutnya.

"Maaf, tadinya aku mau menyapa di lift, aku pikir salah orang, ternyata memang benar kamu," Daniel terkekeh kecil. Bisa-bisanya ia tertawa di saat kaki Cassandra sudah meleleh seperti jelly.

"Anda ngapain ke sini? Anda mengikuti saya? Jangan macam-macam ya, saya bisa telepon polisi sekarang juga," Cassandra menunjuk wajah Daniel yang tengah mengernyit.

"Aku? Aku tinggal di sini, hari ini baru aja pindah,"

"Bohong,"

Daniel tertawa, "Cassey, aku nggak berbohong. Ruang apartement ku tepat di ujung sana," mata Cassandra mengikuti ke arah yang di tunjuk oleh Daniel. Mata Cassandra membelalak. Sial, bencana apalagi ini. Kamar mereka berdua bersebelahan. Membuat napas Cassandra tercekat.

-------------------------------------------------------------

TBC

Vote and Comment

15 Mei 2021

The Scars between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang