Sakit

30 7 3
                                    

Hans baru pulang rumah setelah kejadian tadi. Semua orang rumah diam dan tidak memberitahukan soal masalah yang terjadi tadi kepada Hans.

"Ma, Pa kalian udah dari tadi disini?" Tanya Hans sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Iya nak, kita sudah 2 jam yang lalu sampai di sini."ujar Ibu Hans dengan lembut.

"Oh iya, Raisa udah pulang Ma?" Tanya Hans yang khawatir pada adiknya.

Rani malas harus mendengar nama gadis itu, "dia ada di kamar."ucap ibu Hans dengan nada yang sedikit jutek.

"Ya udah kalo gitu Hans ke atas dulu ya, mau lihat Raisa." Ujar Hans pada ibunya.

"Gak usah, paling dia lagi tidur." Ucap pria paruh bayah yang tak lain adalah Hendra, ayah dari Hans dan Raisa.

"Pa, aku cuma pengen nengok Raisa aja kok. Kasian pasti dia dari tadi nungguin aku."Kata Hans sambil berlalu menuju kamar adiknya.

Sesampainya di depan kamar milik adiknya, Hans di buat terkekeh melihat tulisan kertas yang di tempel adiknya di depan pintu kamar itu. Dilarang masuk selain pemiliknya

Hans membuka knock pintu yang ada di hadapanya itu, dan lagi Hans di buat terkekeh karena adiknya itu lupa mengunci pintu kamarnya.

"Udah makan?" Tanya Hans saat berada di dalam kamar milik Raisa.

Kamar itu di dominasi dengan warna gelap, di tambah lagi dengan lampu yang di ganti Raisa dengan cahaya yang sedikit redup.

"Ngapain masuk? Gak baca tulisan itu?" Tanya Raisa dengan datar.

"Gue baca Rai, tapi salah lo sendiri kenapa gak ngunci pintu kamarnya." Ujar Hans sambil duduk di dekat adik perempuannya itu.

Raisa merutuki kebodohannya, kenapa bisa dia lupa mengunci pintu kamarnya. Padahal saat ini dia sangat ingin kesendirian dan kesepian, tapi ya sudahlah Hans juga sudah masuk ke dalam kamarnya.

"Lo sakit?" Tanya Hans lagi.

Raisa diam, dia hanya membalas pertanyaan Hans dengan sebuah gelengan kepala.

Hans segera berdiri dari duduknya dan segera menyalakan lampu dengan cahaya yang terang.

"Ngapain sih kak? Lo ganggu gue." Raisa kesal saat Hans mengganti lampu kamarnya menjadi sedikit terang.

"Sini wajah lo." Perintah Hans dengan menghadapkan Raisa ke arahnya.

Hans kaget melihat sebuah lebam di pipi bagian kiri milik adiknya, "ini kenapa? Hah?"tanya Hans dengan panik.

Raisa tertawa, "gue gak papa, tadi habis berantem sama preman." Kata Raisa yang terpaksa berbohong, dia tidak ingin Hans membenci papanya itu.

"Gila lo, ngapain nyerang balik sih. Lo itu perempuan, gue tau lo jago berantem tapi ingat kekuatan lo gak seberapa buat ngelawan mereka Rai." Omel Hans panjang lebar.

"Habisnya gue emosi liat wajah preman itu, jadinya gue serang balik." Ujar Raisa dengan kekehannya.

"Tapi lo gak papa kan?" Tanya Hans dengan nada khawatir.

"Gak papa, untungnya gue pake jurus lari." Ucap Raisa dengan ngasal.

"Iya deh iya."

Mereka sempat terdiam, namun Raisa memulai percakapan lagi.

"Kak." Panggil Raisa.

"Kenapa?"

"Hendrawan sepertinya benci deh sama gue." Ucap Raisa tiba-tiba.

RAISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang