21.

9.1K 627 12
                                    

Naya masih terlelap ketika Malik mengetuk pintu kamarnya. Kamar Malik tepatnya.

"Ayo sarapan," ajak Malik sambil terus mengetuk mengganggu Naya.

"Jangan di ketuk terus, berisik!" Naya mengambil khimar kaosnya yang tergeletak di lantai. Kamar Malik benar-benar seperti kapal pecah semenjak kedatangan Naya.

Malik sendiri sudah mempunyai bayangan akan bagaimana nantinya jika menikahi Naya.

Tak ada pikiran yang menghalaunya. Tak akan ada yang bisa.

"Aku ke kantor sebentar lagi. Jangan bakar apartemen, ya." Ujar Malik mengingat kecerobohan Naya.

"Apaan, gila. Masa iya bakar apartemen," Naya berjalan ke meja makan memperhatikan nasi goreng yang ia duga buatan Malik.

"Kamu yang masak?" Tanyanya.

"Iya. Gantian karena kamu sering bawain bekal dulu," Malik menggodanya.

"Apaansi, stres!" Pipi Naya merah menahan malu. "Kamu nggak sarapan?"

"Nanti di mobil makan roti,"

"Udah menyatu sama Turki, ya?" Canda Naya di selingi senyum mengejek.

"Iya. Nanti nikah sama orang Turki biar makin nyatu," Malik tak kehabisan ide menggoda Naya.

"Serah," Naya mulai menyuapi nasi goreng ke mulutnya dengan sebal.

Melihat reaksi Naya cepat-cepat Malik meralat ucapannya.

"Nggak lah siapa juga yang mau,"

"Banyak lah,"

"Ya emang banyak. Akunya yang nggak mau,"

"Mancing emosi banget pagi-pagi," gumam Naya kesal.

Malik tertawa renyah mendengar gumaman Naya. Rahangnya yang tegas terlihat semakin jelas. Jakunnya naik turun menarik perhatian Naya.

Kalau saja keindahan ini bisa ia lihat dari dulu, mungkin ia tak akan pernah melepaskannya. Tapi kenapa baru sekarang menunjukkannya, Malik?

"Berangkat dulu, ya!" Malik mendekat ke arah Naya dan mendaratkan satu kecupan di puncak kepala gadis itu.

"Malik!" Benar-benar panas pipi Naya rasanya.

Kenapa Malik baru menampilkan sisi manisnya sekarang?

"Hei," Malik kembali membalikkan badannya sebelum menghilang dari pandangan.

"Apa?!" Sahutnya sedikit ketus karena masih kesal.

Malik mengangkat tangan kanannya membentuk telepon mengisyaratkan Naya agar menelponnya nanti.

Gadis itu hanya tersenyum mengerti. Entah bertahan atau tidak sisi manis Malik. Yang ia tahu ia tidak mau kehilangan momen sosok Malik yang ini. Kapan lagi seorang Malik menjelma seperti lelaki idaman yang sering ia baca di novel.

Entah apakah masih sama nantinya ketika mereka sudah menikah atau tidak. Naya tidak mau memikirkan terlalu banyak hal. Sekarang biarlah ia menikmati kebersamaannya dengan Malik yang telah ia damba dari lama.

Tepat sebelum pergi, Malik melemparkan senyum manisnya yang begitu tulus. Darah Naya terasa berdesir. Dapat ia rasakan betapa Malik mencintainya. Dari senyum itu pula Naya dapat melihat sisi hangat Malik. Semakin yakin bahwa pilihannya tidaklah salah. Kenapa juga harus repot-repot menangis dulu.

Malik bukan lelaki brengsek. Ia tulus. Hanya saja, Naya tidak tahu apa yang di sembunyikan oleh lelaki itu dari sikapnya yang lalu.

Ia juga telah menyadari bahwa dulu ia tak cinta sendirian. Malik merasa hal yang sama. Hanya saja ia memilih untuk diam. Kemudian menyesal setelah kepergian Naya.

CHANGED [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang