11.

13.3K 884 21
                                    

Satu tahun berlalu...

Seorang lelaki dengan rambutnya yang berantakan asik mengurusi berbagai berkas untuk keperluan peresmian cabang baru yang akan di lakukan di luar negeri, Istanbul tepatnya.

Mengapa harus Istanbul? ketika berbagai kota di Amerika dapat memberikan pasar yang lebih menjanjikan? Meskipun sudah terdapat beberapa cabang disana. Ada satu alasannya. Hanya satu.

Satu tahun ini cukup membuatnya berusaha keras demi pembukaan cabang baru, setelah tiga tahun silam menjadi terakhir kali pembukaan cabang di lakukan, di Mexico.

Perusahaan besar ini dibangun oleh ibu dan mendiang ayahnya dari awal pernikahan mereka, meski pernah jatuh karena perselisihan keduanya.

Dan sekarang Malik sibuk membubuhi tandatangannya di berbagai kertas demi keperluan perusahaan. Di karuniai otak yang cerdas sangat membantunya dalam menjalankan bisnis besar ini. Tak jarang ibunya beserta Daniel dan juga beberapa tangan kanan perusahaan ikut serta membantu segala permasalahan terkait perusahaan.

Selama 6 tahun ini perusahaan di pegang kendali oleh ibunya dan seorang tangan kanan dari ayahnya yang begitu telaten. Sampai akhirnya Malik telah menyelesaikan masa sekolahnya hingga dapat menggantikan ibunya dalam mengelola perusahaan besar tersebut.

Ia sama sekali tidak berkuliah satu tahun ini. Bisa dikatakan Malik ingin memfokuskan diri untuk perkembangan perusahaan. Demi cabang baru, di Istanbul, Turki.

💻💻

Sebuah kota yang indah dan merupakan keputusan terbaik yang ia pilih untuk menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama Turki.

Naya sempat mendaftarkan dirinya di salah satu universitas California, namun ia gagal dan akhirnya memutuskan untuk mengambil beasiswa kuliah di Turki.

Detik ini gadis itu terlihat kesusahan membawa tiga kantong besar berisi kebutuhannya selama satu bulan ke depan. Ia berjalan terpogoh-pogoh di tepi jalan menuju asramanya.

"Naya!" Teriak seseorang dari arah belakang. Naya mau tak mau membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa pemilik suara bariton tersebut.

"Ah-hai, Noah!"

"Kamu bisa hubungi aku kalau butuh bantuan, Nay," ujarnya sambil mengambil tiga kantong di tangan Naya.

Noah adalah kakak tingkat di kampusnya. Cukup terkenal dengan pahatan wajahnya yang terkesan sempurna, tentu saja menjadi idaman wanita sekampus. Ia dan Naya sudah berteman sejak hari pertama Naya memasuki dunia kampus. Lelaki itu kelahiran London dan baru pindah dua tahun yang lalu ke Turki bersama sang ibu yang memang kelahiran Turki. Sedang ayahnya sedang melakukan perjalanan dinas di sebuah perusahaan Mexico.

"Berat, kak. Biar aku bawa satu," seru Naya merasa tidak enak hati.

"Bagi kamu berat. That's why i told you to call me if you need help!" Naya hanya mengangguk patuh.

"Kerumah ku dulu, ya. Nanti aku antar pakai mobil. Bisa-bisanya kamu belanja sebanyak ini jalan kaki sendirian. Asrama kamu itu jauh, loh!" Noah terlihat jengkel dengan sikap 'temannya' yang masih saja kaku meski sudah saling kenal selama satu tahun.

Sebenarnya Naya bukan kaku, bahkan ia bisa tertawa lepas saat baru berkenalan dengan Daniel, dulu. Ia bisa menceritakan keseluruhan harinya di hadapan Malik meski tak mendapat respon.

Ia hanya sedikit trauma dengan lelaki.

Tak lama keduanya sampai di rumah Noah. Naya di sambut hangat oleh ibu Noah yang terlihat masih cukup muda.

"Naya mau makan dulu, Nak? Nanti setelah makan baru Noah antar pulang, ya?" Lagi-lagi hal yang tidak bisa di hindari oleh Naya adalah berbagai tawaran dari ibu Noah. Akan terkesan tidak sopan menolak niat baik sang ibu.

"B-boleh, Tante..."

"Call me, Anne, hm? Kamu lupa?"

"Tamam, Anne."

Kerap kali Naya di tegur ketika lupa memanggil wanita itu ibu dalam bahasa Turki. Gadis itu hanya belum pernah dekat dengan orangtua dari temannya apalagi sampai menggunakan panggilan Ibu.

🛍️🛍️

Naya mempercepat langkah agar segera pula sampai ke asrama. Ia cukup menyesal memilih jalan pintas yang sepi hanya karena sudah terlalu sore.

Lagi-lagi ia mengabaikan perkataan Noah untuk meminta bantuannya. Tapi tak apa, sedikit lagi sampai pikirnya.

Entah perasannya saja atau memang benar, ia merasa di ikuti oleh seseorang. Bukan kali pertama nya ia merasa begini, sudah beberapa bulan belakangan namun ia tetap berusaha tenang karena tidak pernah mendapat bukti dari apa yang ia pikirkan.

Akhirnya karena terlalu takut dengan lingkungan sepi juga spekulasinya, Naya memutuskan untuk berlari sekencang mungkin dan kembali ke jalan yang lebih ramai.

🕳️🕳️

"Selamat malam, kamar 190."

Naya yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya sontak berhenti ketika mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya.

Ia berjalan menuju pintu dan mengintip melalui lubang kecil di tengah pintu untuk memastikan kondisi luar.

"Siapa?" Tanyanya sedikit ragu.

"Sebelumnya maaf mengganggu. Kami dikirim untuk membenarkan saluran air yang tersumbat di beberapa kamar," ujar salah satu lelaki berbadan besar tinggi dari depan pintu.

Naya mengambil jilbab kaos yang ia gantung di dekat pintu baru kemudian membuka pintu untuk dua orang yang katanya ingin membenarkan saluran air.

"Silahkan masuk," ujarnya setelah membuka pintu, "maaf, Pak? Perasaan dari kemarin baik-baik saja tidak ada masalah saluran air di kamar saya."

Ia ragu menyebut mereka dengan panggilan 'Pak' karena ia dapat melihat persis bahwa mereka masih sangat muda.

"Kami membenarkan permasalahan beberapa kamar sesuai dengan instruksi pengurus asrama. Mohon kerjasamanya." Jawab salah satunya dengan nada dingin.

Meski sedikit heran, Naya akhirnya membiarkan mereka seperti apa yang dikatakan.

"Kalau begitu saya tunggu di kamar teman saya di sebelah nomor 191, mungkin kalian bisa memberitahu saya kalau sudah selesai?" Mintanya dengan hati-hati.

"Baik."

⚒️⚒️

*Tamam = Iya/Baik
*Anne = Ibu

CHANGED [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang