10.

13.4K 954 15
                                    

Tiga tahun berlalu dengan berbagai memori yang tersimpan. Naya dan seluruh teman seangkatannya telah resmi lulus dan bebas dari masa SMA. Kini gadis itu sedang asik berbaring di atas kasur dengan hati lega mengingat nilai akhirnya yang cukup memuaskan. Setidaknya cukup kuat untuk ia bisa melanjutkan mimpinya berkuliah diluar kota.

"Perasaan dari kemarin kerjaan kamu rebahan mulu deh, Nay! Coba sesekali di ajak gerak badannya, olahraga kek apa kek. Jangan kayak pemalas gitu, ah! Gimana mau kuliah diluar kalo dirumah aja kerjanya begini." Ibunya masuk ke kamar dengan rentetan kalimat yang sudah tidak asing lagi di telinga Naya. Gadis itu hanya membalas perkataan ibunya dengan cengengesan sambil memaksa tubuhnya untuk berdiri dan mengambil celana olahraga dari dalam lemari.

"Keliling aja pakai sepeda biar nggak terlalu capek," ujar ibunya lagi. "Iya, Ma."

Kemudian Naya telah siap dengan celana olahraga dan baju panjang beserta khimar kaos yang dibelikan ibunya semalam. Ia menggoes sepedanya tak tentu arah. Sembari mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti irama musik yang ia dengar melalui airpods-nya.

Cukup jauh kini gadis itu beranjak, sendirinya pun tidak begitu mengenal tempat tersebut. Setidaknya ia masih ingat jalan pulang meski pergi sejauh ini.

Matanya memicing melihat sebuah hutan asri yang jauh dari hadapannya. Meski jalan ini sepi, bahkan sangat sepi. Rasa penasarannya jauh lebih besar terhadap hutan indah tersebut. Hutan itu bahkan terlihat seperti imajinasi yang sering ia ciptakan sebelum tidur. Mungkin itulah alasan mengapa Naya sampai berani mendatangi hutan itu. Bak berjalan menuju imajinasi.

"Sepi banget padahal cantik iniloh hutannya," gumamnya setelah ia mulai menggoes sepedanya masuk kedalam hutan.

"Ih cantik banget mashaa Allah, tau gini harusnya sering-sering main kesini aja kalo bosen," Naya mengeluarkan ponselnya dan mulai mengambil beberapa foto dari hutan itu.

Seolah tersihir, ia terus menggoes masuk menjelajahi hutan itu semakin dalam. Sesekali ban sepedanya tersandung bebatuan di sana. Namun Naya masih bisa menyeimbangi.

Sampai akhirnya gadis itu terkejut dan berhenti menggoes ketika melihat sepeda motor yang begitu familiar.

"Motor Malik, bukan?" Tanya nya pada diri sendiri. Ia 100% yakin bahwa sepeda motor itu milik Malik. Terparkir di depan gubuk tua yang terlihat hampir roboh. Bahkan kunci motornya masih bertengger disana. Lengkap dengan gantungan kunci yang pernah ia pasangkan di ransel lelaki itu.

Naya turun dari sepedanya dan mencabut kunci motor milik Malik. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah hal positif seperti, mungkin Malik kebelet pipis makanya parkir di depan gubuk tua sampai lupa mencabut kunci motornya. Ia memaksakan diri untuk berpikir positif meski respon tubuhnya berbanding terbalik.

Dengan sedikit keraguan akhirnya ia memutuskan untuk masuk kedalam gubuk itu, memastikan apakah Malik ada disana atau lelaki itu bisa saja dalam bahaya?

"Aggh-please, stop!" Naya yang semulanya melangkah pelan tiba-tiba berhenti dan menutup mulutnya setelah mendengar erangan tak jauh dari tempatnya berdiri.

Detak jantungnya mulai berpacu tak karuan. Kakinya terasa melemas. Tapi ia masih tetap berjalan untuk memastikan. Mungkin saja pendengarannya salah.

Terdapat ruangan lain di sana setelah gadis itu berjalan mendekat ke arah suara. Tercium bau amis yang sangat pekat semakin ia mendekat. Naya mulai berjalan ke arah pintu yang sedikit terbuka, mengintip ada apa di dalamnya.

Ruangan itu cukup gelap di tambah suasana sore dan juga matahari yang mulai tenggelam. Tidak ada penerangan apapun kecuali bias cahaya matahari dari sela-sela atap yang bocor.

Perlahan namun pasti, Naya masuk ke sana dan-

"M-malik-" ia sontak menutup rapat mulutnya ketika melihat sosok yang begitu ia cintai mengukir senyum sembari menyayat pipi korbannya membentuk senyum lebar disana.

Iya, Korban. Karena sosok pria yang terbaring di hadapan Malik terlihat tak berdaya dengan sayatan-sayatan yang memenuhi tubuhnya. Dapat dipastikan bahwa ia adalah seorang korban.

Naya tidak dapat berpikir jernih untuk saat ini. Kakinya seperti terpaku disana, air matanya menggenang di pelupuk mata. Ini adalah kali pertamanya melihat tindakan kekerasan-ah tidak, pembunuhan yang di lakukan dengan begitu keji.

Bahkan ia sempat melihat ketika pisau di tangan Malik menancap di bagian pinggang korbannya.

Tidak mau, Naya tidak mau mengakui pelakunya adalah Malik. Meski ia dapat melihat dengan begitu jelas senyum lelaki itu dari arah samping. Manis dan mengerikan.

Tubuhnya bergetar hebat sampai ia tak sadar telah menjatuhkan kunci motor Malik dari tangannya.

Raut wajah Malik dari yang semulanya tersenyum menjadi kaku, tanpa menoleh ke arah pintu. Jujur saja, ia bahkan dapat mendengar suara shock Naya ketika menyebut namanya. Tapi ia tak begitu yakin hingga tetap melanjutkan aktivitasnya.

Naya menguatkan langkah dan berlari keluar sekuat tenaganya.

Meski langkahnya terasa melambat, ia tetap berusaha sebisanya untuk kabur. Ya, kabur sejauh mungkin. Ia memang mencintai Malik sepenuh hatinnya meski lelaki tersebut bahkan tak pernah mengindahkan kehadirannya.

Namun hari ini, Malik yang ia kenal menjelma menjadi monster. Ia tak ingin bersama monster, pembunuh. Apapun alasannya, yang Malik lakukan tetap salah.

Lain dengan Malik yang lagi-lagi hanya melihat kepergian Naya beserta tangis yang tak bisa lagi gadis itu tahan.

Hari ini. Malik dan Naya, bukan lagi diri mereka sebelumnya. Mereka serta merta telah membuat rancangan di dalam kepala mereka masing-masing. Tentang hidup dan mati, tentang bahagia dan siksa.

☠️☠️

Hasil jepretan Naya di mulmed 👆🏻
c ya!

CHANGED [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang