17.

10.8K 718 18
                                    

Noah menenangkan Naya yang terlihat begitu kacau. Gadis itu menyeruput secangkir teh yang di buat oleh Noah.

Dari banyak perempuan yang ia temui, tak satupun dari mereka bisa memberi sensasi yang sama seperti saat ia bersama Naya.

Kini otaknya berpikir keras bagaimana cara untuk membantu Naya melunasi uang seratus juta yang harus segera di bayar.

Ia sadar bahwa ia hanyalah seorang mahasiswa yang mendapat uang dari hasil lomba dan mengajar. Meski ayahnya adalah orang penting di perusahaan, namun ayahnya tidak pernah mengirim nafkah yang cukup.

"Aku bakal kerja part time setiap pulang kuliah," seru Naya tiba-tiba memecah keheningan. Noah mengernyit heran. Bekerja pun tidak akan cukup untuk membayar uang dengan nominal sebesar itu. Yang ada hanya memberi beban lebih pada Naya.

"Jangan, Nay. Kita bisa cari cara lain," balasnya meyakinkan.

"Tapi aku harus bantu bayar atau ayah bakal masuk penjara," lagi-lagi ia harus ketakutan mengingat fakta itu. Belum lagi tawaran Malik yang terus memenuhi kepalanya.

"Aku nggak mau," cicitnya sambil memukul kepala tanpa sadar.

Noah dengan sigap menangkap tangan Naya, "kenapa, Nay?" Tanyanya khawatir.

Naya mengangkat kepalanya dan seketika berdiri, "aku nggak mau ayah masuk penjara. Aku juga nggak mau..."

"Nggak akan. Kamu jangan khawatir," Noah menarik Naya untuk duduk kembali namun gadis itu menolak.

"Noah, maaf..."

°°

Mati-matian menahan tangisnya selama perjalanan, akhirnya pertahanan Naya runtuh setelah sampai di depan pintu apartemen Malik.

Seperti yang sudah Malik duga, Naya ini jauh dari tempat asalnya. Bukan hal mudah untuk mendapat uang di negara asing terutama saat sedang berkuliah. Dan sekarang pikirannya tengah kacau memikirkan berbagai hal. Tak mungkin ia memiliki jalan lain selain kembali pada Malik yang memiliki kuasa dan mampu membantunya.

Setelah lama berdiri disana, Naya tak kunjung membuka pintu sampai mengundang tatapan beberapa orang yang melintas. Malik memperhatikannya dari CCTV. Senyum kemenangan tercetak di bibirnya.

Dewi Fortuna memihak pada Malik. Mungkin ini juga hasil kerja keras nya selama satu tahun demi Naya. Cukup setimpal untuk Malik.

"Ayo masuk," titah Malik sambil menarik pergelangan Naya.

Gadis itu terkejut dengan tubuhnya yang semakin lemah.

"Udah selesai jalan-jalannya?" Tanya Malik setelah gadis itu duduk manis di sofa.

Naya tak menjawab, masih melanjutkan tangisnya yang tidak bisa di hentikan.

Malik mendekat dan mendekap gadis itu dengan penuh ketulusan. Naya tak memberontak karena tak lagi bertenaga.

"Don't cry," bisiknya sambil mengusap lembut puncak kepala Naya.

Jika saja hal ini terjadi beberapa tahun lalu, mungkin Naya tak akan mau melepasnya. Hal yang sangat mustahil baginya dulu untuk mendapat perlakuan manis dari Malik.

"M-malik," panggil Naya di sela tangisnya, "aku mau Malik yang dulu."

Naya benar-benar kacau. Ia bahkan memikirkan masa lalunya dan berharap Malik selalu jadi Malik yang ia tahu dan ia mau.

Dengan begitu, mungkin akan lebih mudah baginya untuk menerima lelaki itu. Namun sekarang ia masih belum bisa menjawab. Ia hanya kembali untuk memastikan apakah penawaran Malik masih berlaku dan dapat di tawar?

°°

Sementara di sebuah rumah yang sangat asri suasananya tak lepas terdengar suara gelak tawa.

Nadine dan Danielle. Mereka masih belum menyusul Malik, dan tinggal serumah dengan Bunda Malik atas permintaan laki-laki itu. Ia tak ingin Bundanya sendiri dan kesepian seperti dahulu.

"Ayo Bunda tanya Malik kapan kita bisa ke sana," ucap Nadine bersemangat pada seorang wanita paruh baya yang baru saja membisikkan sesuatu kepadanya. Wajah Nadine seketika berseri-seri mendengar bisikan itu.

"Bisik-bisik apa Bunda sama Nadine?" Tanya Danielle yang dari tadi hanya memperhatikan mereka saling melempar tatapan bahagia.

"Rahasia," kata Nadine dengan wajah menyebalkan.

"Dih..." Danielle melempar bantal pada Nadine.

"Udah jangan kaya anak kecil. Bunda mau telepon Malik dulu," Nadine tak bisa menahan senyumnya.

Meski sempat memutus hubungan dengan Malik dan Danielle, Nadine akhirnya memutuskan untuk kembali setelah mendapat penjelasan Danielle tentang alasan di balik perlakuan mengerikan Malik. Ia dapat dan sangat mengerti sehingga tidak ada alasan lagi baginya untuk marah dan menghindar.

Lagi pula, Malik memang telah menempati hatinya dari awal. Danielle pun tahu dan ia tetap bersikap seolah tak tahu apa-apa meski harus mengorbankan hatinya.

Nadien adalah cinta pertamanya. Atas status persahabatan, ia terpaksa memendam perasaannya. Namun Malik berhasil memecahkan mereka sampai Nadien pergi selama tiga tahun tanpa kabar. Membuat Danielle frustasi hingga sering datang ke club untuk 'bermain'.

Jadi, demi kebahagiaan Nadien--Danielle lagi-lagi akan mengorbankan perasannya. Biarkan semua berjalan seperti semestinya. Ia tak bisa memaksa perasaan Nadien. Harapannya hanya ada pada Malik karena lelaki itu tak pernah memutuskan untuk jatuh cinta, meski hal tersebut terjadi tanpa perlu di putuskan terlebih dahulu.

"Mau ke Turki ya, Nad?" Tanya Danielle kemudian setelah mendengar Bunda Malik berbincang di telepon dengan suara yang kencang kegirangan.

"Iya! Ke Turki daaannnn... BOM!" Jawab Nadien kelewat semangat.

Apa yang sebenarnya membuat mereka begitu bersemangat? Danielle bingung namun malas bertanya lagi.

/••\


y'all can feel this part? :(
i'm not in the mood, sorry if u couldn't catch the feel🗿.

bye!

CHANGED [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang