34.

6.6K 502 9
                                    

Tepat pukul sembilan pagi kedua insan yang tengah di mabuk asmara itu akhirnya sampai di apartemen. Naya membawa Malik ke kamarnya untuk melanjutkan istirahat. Sedangkan ia sendiri beralih ke kamarnya untuk membersihkan diri. Pasti Malik sesak napas karena ia belum mandi dari kemarin sore. Memalukan.

"Mau mandi, ya?" Tanya Malik sebelum Naya hilang dari balik pintu.

Gadis itu memutar tubuhnya dan mengangguk mengiyakan.

"Kenapa? Bau, ya?"

"Nggak," kata Malik tanpa ragu. "Bohong!"

Naya kembali berjalan dan menuju kamarnya dengan sebal sambil menahan malu.

"Habis mandi langsung balik kesini! Kita bahas gaun pengantin!" Ujar Malik sedikit berteriak. Naya yang mendengarnya sontak terdiam membeku dengan darah yang berdesir.

"Dasar aneh," gumamnya.

"IYA!"

°°

Dua jam terlewatkan hanya membahas tentang desain rumah alih-alih membahas seputar gaun pengantin. Malik tak bisa menahan tawanya selama itu ketika Naya terus menolak ide-ide anehnya untuk desain rumah. Seperti ruang bawah tanah yang kedap suara khusus mereka berdua. Apa-apaan? Bukankah itu gunanya kamar? Kenapa harus repot-repot membuat ruangan bawah tanah kedap suara yang malah membuat pikiran Naya melayang-layang membayangkan apabila lelaki itu melakukan hal keji disana. Jangan sampai. Jangan lagi.

"Aku beli apartemen ini bener-bener nggak ada persiapan. Yang penting punya tempat tinggal aja waktu itu. Sekarang ada kamu, baru mikir lagi, harusnya aku cari yang suasananya lebih nyaman."

Naya manggut-manggut mendengarkan. Benar. Suasana di sekitar apartemen sama sekali tidak mengenakkan. Auranya seperti berada di lingkungan sosiopat. Dari awal Naya tidak nyaman. Belum lagi tatapan aneh yang selalu ia dapati setiap berpapasan dengan orang-orang.

"Gimana kalau rumah di tengah hutan?" Naya mengajukan sebuah ide. Tentang rumah impian yang selalu tergambarkan dalam imajinasinya. Menghabiskan waktu di tengah suasana hutan yang nyaman bersama seseorang yang begitu ia cintai... Malik.

Tunggu! Rumah di tengah hutan? Apakah Malik baik-baik saja?

"Mm-maksudnya a-anu-" Naya tergagap tidak enak hati ketika menyadari ucapannya. Bisa-bisanya ia menyukai lokasi rumah di tengah hutan yang menjadi sumber dari sisi buruk Malik.

"Nggak apa-apa, Naya. Jangan takut," kata Malik seraya mengusap puncak kepala Naya yang terbalut khimar kaos berwarna abu.

"Batal! Aku mau di dekat gunung dan danau aja," ucapnya final.

Tentu saja tidak ada bantahan. Malik akan mengikuti apapun keinginan tuan puterinya. Sekalipun harus berhadapan lagi dengan mimpi buruknya ia tak akan segan untuk menolak.

"Yakin? Nggak jadi di tengah hutan?" Malik memastikan. Naya mengangguk mantap tanpa ragu.

"Mau desain yang gimana? Atau beli yang udah jadi? Dan lokasinya dimana?"

Naya terlihat memejamkan matanya sejenak untuk berpikir.

"Kalau yang itu, ikut kamu aja. Tapi, Malik. Untuk sekarang, ayo pindah dulu dari apartemen ini. Kalau kamu keberatan nggak apa-apa, kok! Kita bisa pindah setelah nikah."

"Aku nggak pernah keberatan. Jangan ngomong gitu. Apapun yang kamu mau, pasti aku lakuin." Malik merogoh sakunya mengambil benda pipih yang terlapisi casing hitam mengkilap dengan inisial N di ujung kanan bawah.

"Halo, Thom!" Ia menelpon seseorang yang Naya duga adalah salah seorang rekan kerjanya yang akan membantu mereka mencari tempat tinggal baru untuk sementara. Di tepi danau, memenuhi sebagian keinginan Naya sebelum membangun rumah sendiri di tempat lain yang di desain sendiri sesuai keinginan mereka.

"Besok kita pindah, ya? Barang-barangnya bakal di bawa sama bawahanku. Kecuali pakaian kamu, nggak ada yang boleh lihat. Walaupun cuma ikat rambut. Ingat, ya?!" Naya mengangguk dengan senyum merekah.

"Nanti sementara di tempat baru kamu bisa ngerasain tinggal di tepi danau. Anggap aja simulasi. Kita bahas lebih lanjut kalau udah beres pindahan, ya?" Malik begitu lembut dan manis. Lihatlah bagaimana ia memperlakukan Naya dan memprioritaskan keinginan gadis itu.

Naya tak lagi berkomentar, tak ingin membiarkan air matanya turun saking terharunya akan sikap Malik. Lelaki ini begitu spesial. Berbeda, dan... Tulus.

Setelah perbincangan itu, Malik meminta Naya untuk tetap di kamarnya. Menemaninya bercerita hal tidak penting sekalipun.

Daripada ungkapan cinta, kadang perbincangan ringan yang terselip tawa di dalamnya jauh lebih bermakna. Melupakan sejenak pembahasan berat yang bisa menjadi serius demi memperbaiki suasana hati yang sudah semerawut.

Terimakasih sudah mau menjadi teman bercerita yang terkadang tidak jelas arahnya. Terimakasih untuk tidak terlihat keberatan meladeni sikap kekanakan ku.

Terimakasih Malik.

Terimakasih Naya.

.
.

AYOO jangan sider mulu ayoo vote comment nya ayoo sksks...

c y!

CHANGED [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang