Jeon Junghyun P.O.V
Seindah apa dunia ini sesungguhnya? Senikmat apa kehidupan ini? Bagiku, semuanya hanyalah kebohongan. Dimana letak indah dan nikmatnya? Dimana aku harus membeli itu semua? Apa fungsinya uang ini jika aku tak bisa membeli kebahagiaan?
Aku menghela nafasku, dan membuangnya dengan kasar. Rasa frustasi mulai menggerogoti jiwaku, layaknya rayap yang berhasil membobot habis kayu.
Dimana lagi aku harus mencarinya? Dimana aku harus bertemu dengannya? Apa aku harus menunggu hingga ribuan tahun untuk mendapatkan kesempatan hanya untuk melihat wajahnya?
Aku seperti manusia yang tak bernyawa. Hidupku penuh kehancuran. Aku benci kekalahan, dan hari ini aku tengah menikmati kekalahanku yang tiada tara. Kekalahan yang tak pernah ku bayangkan, bungaku pergi entah kemana.
"Junghyun-ah, kenapa sarapan dan makan siangmu belum kau sentuh sama sekali?" pertanyaan seperti itu selalu saja bibi Park lontarkan setiap ia memasuki kamarku. Dan aku benci untuk menjawabnya!
"Berhentilah bicara, atau bibi ingin menyusul anak bibi?" dengan nada datar tanpa ekspresi aku menyerukan kalimat itu. Aku bahkan tak menoleh padanya. Aku terlalu asik dengan pemandangan diluar sana, pemandangan dimana aku melihat keramaian kota samar-samar.
"Bibi hanya khawatir. Sudah mau 4 hari belum ada makanan yang kau sentuh Junghyun-ah. Bibi hanya takut kau sakit"
Aku kembali menghela nafasku, memberi ruang pada dadaku yang sesak. "Sudah berapa kali ku bilang? Aku akan makan jika aku sudah melihat batang hidung Naomi! Bahkan dari jauh sekalipun tak masalah" ucapku.
Bibi Park tak banyak bicara, ia terdiam sembari menatapku penuh iba. Aku tahu ia juga memihak Naomi, tapi wanita itu memang pantas untuk dibela, karena memang disini aku yang salah.
"Bibi Park, apa yang sedang wanita itu lakukan sekarang? Ia perempuan yang periang, apa cerianya akan hilang karena kasus ini?" aku bertanya pada wanita yang sepertinya enggan untuk meninggalkan ruang istirahatku ini. Berdiri mematung, menatap iba kearah ku.
"Ia pasti menangis kan bi? Ia pasti merasakan hal yang sama denganku, rasa sakit yang luar biasa. Atau bahkan sakit yang ia terima, lebih dari yang ku rasa saat ini" aku kembali berucap. Fikiranku kembali melayang pada kenangan-kenangan indah saat aku bersamanya, saat senyumannya hanya terfokus padaku. Saat mata indahnya itu hanya memujaku disepanjang waktu.
"Jung, kau harus mengisi tenagamu agar bisa mencari Naomi lebih lama dari biasanya" lagi lagi wanita itu membahas tentang makan. Apa ia tidak tahu jika aku sedang menghukum diriku sendiri? Aku bahkan tak selera untuk memasukkan makanan di dalam tubuhku.
"Buang semua itu! Aku tak membutuhkannya!" aku membentaknya. Fikiranku bahkan tak bisa berfikir dengan normal. Bagiku, makanan adalah musuhku saat ini.
Bibi Park keluar dengan penuh keterpaksaan. Bisa ku lihat jika air matanya turun membasahi pipinya yang sudah mulai keriput itu. Aku tahu, bahkan sangat tahu apa alasan ia menangis. Bukan karena bentakanku, tapi karena ia gagal membujukku untuk mengisi energiku.
Sumpah, demi apapun aku tak membutuhkan itu semua untuk mengisi energiku. Yang aku butuhkan hanyalah Naomi, Kim Naomi! Ku mohon semesta, pertemukan aku sekali saja dengannya. Aku sungguh menyesal, dan merindukannya setengah mati.
***
Hari demi hari kulewati layaknya zombie, ada raga tapi tak berjiwa. Entah kemana jiwa ku lenyap di telan semesta, hilang dan tak bisa kutemukan kembali.
Celana jeans, hoodie, topi dan masker dengan warna yang sama, hitam, masih setia melekat di ragaku. Tubuh lemahku masih berdiam diri di depan salah satu gedung pencakar langit, sebuah apartemen mewah di kota ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMA [Tahap Revisi] || END ✓
Romansa[Tahap Revisi] NOTE‼️ Beberapa Chapter ada perubahan alur karena di revisi. Thank youuu♥️ Apa kau jelmaan iblis? bagaimana mungkin seorang manusia melakukan hal bejat seperti itu. Kau bukan manusia! Manusia punya otak dan hati, sedangkan kau? Kau ta...