CH 4 : Trust Issue

591 79 7
                                    

[B E L O V E D – D A U G H T E R]_Present

"kesehatan tubuh mu sudah semakin membaik. Apa kau ada keluhan lain?" dokter dengan kantung mata tebal itu menatap Sayuki yang murung. Seulas senyum ia berikan "apa kau ingin bercerita? Aku bisa membantu jika kau mau."

Ada sedikit keraguan untuk menjawab, Sayuki ragu apakah ia bisa mempercayai wanita dihadapannya ini? Secara tak sadar otaknya mulai memikirkan kemungkinan - kemungkinan buruk yang mungkin akan timbul apabila ia mengatakan semuanya pada wanita ini. 

Sikap waspada yang berlebihan, itu bukanlah sifat yang diwariskan oleh Satoru. Overthinking dan Negative Thinking  termasuk didalamnya.

Seakan bisa membaca pikiran Sayuki, Shoko kembali mengulas senyum.

"tenang saja, aku adalah sahabat dari papa-mu. Aku sudah mengenalnya sejak dia masih seumuranmu, kau bisa percaya padaku. Yuki-chan . . ." Ucapnya meyakinkan kembali. 

Seketika Sayuki tersadar, apa yang sedang dipikirkannya? wanita yang ada dihadapannya saat ini adalah orang yang sangat dipercayai oleh papanya. Lantas apa yang membuatnya ragu untuk mempercayainya? 

Sayu merutuki kebodohannya dalam diam.

Mengingat ia mendengar nama kecilnya dipanggil Sayu memberi kekehan canggung "sudah lama aku tidak dipanggil dengan nama 'Yuki'.... terima kasih, Shoko-san. Maaf karena membuatmu khawatir." 

Wanita bernama lengkap Ieiri Shoko itu tersenyum karena telah berhasil membawa tawa Sayuki kembali. Walaupun bukan tawa yang tulus dari hatinya.

Ia mengusak surai putih gadis didepannya lembut "sekarang bisa ceritakan masalah mu? Tidak baik memendam masalah sendirian." 

Sayu mengangguk dan mulai membuka suara mengeluarkan semua kalimat yang dipendamnya. Berharap setelah ini dirinya bisa mendapatkan kekuatan untuk siap menghadapi papanya.

"aku hanya takut . . . . jika papa kecewa padaku kemudian membenciku. Aku hanya ingin membalas papa yang telah lama menyembunyikan banyak fakta tentang dirinya. Jadi aku menyembunyikan ini darinya, berharap suatu saat bisa memberinya kejutan dan meyakinkannya bahwa aku bisa menjaga diriku sendiri."

" aku hanya ingin suatu saat nanti mengucapkan 'papa tak perlu khawatir lagi padaku karena aku kuat' seperti yang biasa ia ucapkan padaku" bulir - bulir bening kembali jatuh dari manik biru tua itu.

Sayuki menyeka air mata yang jatuh secara kasar, kemudian melanjutkan "aku tak pernah menyangka akan jadi seperti ini . . . . ini bukanlah hal yang kuharapkan. Aku takut alasan kekanakan yang menjadi landasanku melakukan hal ini membuat papa sedih."

Shoko tetap diam sampai Sayu menyelesaikan ucapannya.

"aku takut pada papa yang sedang marah. Aku hanya tak ingin dia khawatir padaku dan melakukan kesalahan di pekerjaannya, hanya karena diriku" ia memberikan jeda, seakan mempersiapkan diri untuk mengucap kalimat selanjutnya.

"aku hanya tak ingin menjadi alasan bagi papa untuk terluka."

Shoko menghela nafas "aku tahu, Sayuki menangis karena mengerti bahwa perbuatanmu ini salah bukan? Justru hal seperti inilah yang membuatnya semakin khawatir dan juga terluka. Kalau begitu berjanjilah pada papamu bahwa kau tak akan menyembunyikan hal apapun lagi darinya." 

Tangan Shoko bergerak menghapus jejak air mata di masing - masing pipi putri sahabatnya ini. 

"yakinkan dia bahwa kamu bisa diandalkan. Tegaskan apa yang ingin kamu lakukan, ikuti kata hati mu. Minta maaflah padanya, akui kesalahan mu dan berjanjilah kau tak akan mengulanginya" pelukan menjadi akhir dari kalimat panjangnya.

Anak kecil yang dulu masih kesulitan berjalan, anak kecil yang dulu tak mau lepas dari papanya, anak kecil yang dulu bebas tertawa memamerkan senyum mataharinya. Kini sudah besar dengan segala keanggunan dan keteguhan kedua orang tuanya. 

Kini ia sudah memikul beberapa tanggung jawab besar yang bahkan belum tentu bisa dibawa oleh orang dewasa.

Sebagai salah satu orang yang ikut membesarkan putri dari Gojo Satoru, Shoko bangga Sayuki mendapatkan pengalaman seperti ini dalam hidupnya.

Walaupun saat ini ada sedikit rasa kesal di hati Shoko. 

'mengapa dari sekian banyak sifat Satoru, yang harus diambil adalah pendendam dan tak mau kalah seperti ini sih?! Untungnya kebanyakan mengambil sifat ayahnya, walaupun yang burukpun tetap diambil juga. Mengkhawatirkan hal yang tidak penting, dia banget sih...'

Setelah mereka berdua selesai berbicara, akhirnya Shoko pamit untuk pergi. Tentu saja Sayuki mengiyakan, ia tahu Shoko bukanlah pengangguran yang akan menemani dirinya sepanjang waktu.

Dirinya kembali sendirian diruang rawat, dengan jendela terbuka lebar menampilkan pepohonan yang rimbun. Angin menerpa masuk menyapu helaian benang perak Sayuki, entah kenapa itu membuatnya nyaman untuk terus berada diposisi yang sama. 

Matanya terpejam, menikmati waktu yang belum tentu bisa didapat kembali.

"aku tahu, Sayuki menangis karena mengerti bahwa perbuatanmu ini salah bukan? Justru hal seperti inilah yang membuatnya semakin khawatir. Kalau begitu berjanjilah pada papa mu bahwa kau tak akan menyembunyikan hal apapun lagi darinya."

Sayu kembali teringat ucapan Shoko.

"ku rasa aku harus benar - benar melakukannya, apakah papa akan memaafkanku ya?" sejenak Sayuki merenung, tangannya ia lipat diatas lutut yang tertekuk. Matanya memandang jauh kelangit biru berawan.

"Bukan, apakah . . . . aku layak untuk dimaafkan?"

[B E L O V E D – D A U G H T E R]_To Be Continue

Don't forget to give me vote and comment!!

Beloved Daughter [Gojo Satoru And OC!Daughter]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang